11 Mencoba menyangkal...

7 5 0
                                    

Aku menaruh kopiku di meja, dan menghela nafas panjang.

Pikiranku yang kacau ditambah suasana hatiku yang sedang hancur, jawaban dari Hanna malah benar - benar membuatku berspekulasi bahwa dialah yang membuat Vivi kehilangan kemampuan berjalannya.

" Kamu sedang bercanda kan? "
Tanyaku memastikan.

Hanna tersenyum kembali, dia menaruh kopinya juga di meja.
Lalu berjalan ke arah jendela yang ada di halaman belakang, Dia pun melihat keluar yang sudah turun Hujan.

" Coba saja tebak Sato sayang, apakah yang ku katakan itu benar atau tidak ? "
Sambil perlahan membuka Jendela.

Aku mengambil pistol yang kusembunyikan di belakang bajuku, lalu menembak titik lemahnya.
.
.
Dorr...!!! ... Dorr..!!
.
.
Namun semua tembakan ku meleset, dan Hanna berhasil kabur menerobos hujan angin di luar.
.
Kenapa selalu seperti ini, kemarin juga semua tembakan ku yang mengarah padanya selalu meleset.

Aku melempar pistol ku ke lantai dengan keras, melampiaskan semua kemarahanku termenung.
.
Dan tidak kerasa diriku sudah terdiam begitu lama, langit yang awalnya sore sekarang menjadi malam.
Aku melihat jam, yang ternyata sudah berada di angka 11 malam.
.
Kakiku akhirnya bisa berdiri normal, walaupun hatiku masih sangat hancur saat ini.
Mungkin memang sebaiknya aku harus bisa menerima kenyataan ini, dan harus segera mengakhirinya.

Tangan ini harus membunuhnya...

Aku akhirnya memakai jaket kulit kembali, namun kali ini tidak membawa pistol lagi.
Melangkah menuju rumah sakit, untuk mendengar cerita lengkap dari Vivi.
.
Hatiku memang harus siap dengan apapun yang terjadi.

Anggotaku yang ada berjaga di depan kamar Vivi, langsung merasakan hawa kehadiranku.
Mereka menunduk hormat, dan memang sudah diprediksi oleh semuanya kalau aku akan kembali lagi kesini.
.
Aku mengetok pintunya, lalu menggeser perlahan dan masuk kedalam.

" Vivi... Apa kau sudah tidur? "
Tanyaku dengan nada pelan.

Dia langsung bangun dan namun tetap berbaring karena obat penenang dari dokter.

" Belum... Aku tau kau akan kesini Sato "
Jawabnya agak malu.

Aku duduk di kursi yang ada di samping tempat tidurnya, lalu mulai memasang wajah serius.

" Kali ini tolong ceritakan Detailnya padaku "
Mintaku padanya.

" Kau yakin? "
Tanya Vivi meyakinkan ku.

" Iya... "
Yakin ku.

***Malam Itu***
Beralih ke sudut pandang Vivi.

Sebelum aku pergi ke rumah Hanna, kutuliskan catatan untukmu yang aku taruh di atas laptopku.
Lalu meminjam Katanamu, untuk berjaga - jaga jika memang terjadi pertarungan.
.
Aku pun berjalan menuju kediamannya, yang rupanya tidak jauh dari Sekolah SMA serta SMPnya.
Saat sampai di depan rumahnya, aku mengetuk pintunya sebanyak tiga kalikali namun tidak ada jawaban.
.
Akhirnya aku membuka pintunya, yang ternyata tidak terkunci.

Apa - apaan dia ini...

Karena dirasa tidak beres, aku masuk dan bersiap dengan Katana yang ada di tangan kananku.
.
Mencoba masuk lebih dalam, memeriksa sudut seisi dalam rumah.

Terlihat sangat berantakan sekali disini, apa dia tidak pernah membersihkan rumahnya...?
.
.
Lalu aku mendengar suara nyanyian dan langkah kaki di lantai atas.
Aku melangkah pelan - pelan sampai seperti tidak membuat suara, naik ke tangga satu persatu dan melihat hanya ada satu pintu disana.

Pintu itu terbuka sedikit...!!!

Aku mengintip apa si Hanna ada di dalam ruangan ini, dan memang iya dia ada disana.
Tapi tampilannya berbeda dengan yang ada di foto.
Rambutnya panjang berwarna Hitam, matanya berwarna biru kehitaman dan ukuran dadanya lebih besar.
.
Namun juga, aku melihat sebuah Wig Rambut pendek warna Cokelat dan bekas perban yang masih bersih di lantai.

Jadi dia menyamar....
Dan ciri - ciri ini seperti di dia...
Tidak mungkin...

Aku hendak memfoto buktinya padamu, tapi tiba - tiba dia menyadari keberadaanku.
.
Hanna langsung menjentikkan jarinya, dan tempat aku berpijak langsung mengeluarkan lubang dan menghisap ku ke dalam.
.
.
Dan setelah sadar, aku sudah berakhir seperti saat kamu datang.

***Kembali ke Masa Sekarang***
Sudut pandang Sato kembali

Setelah mendengar ceritanya, aku semakin yakin dengan apa yang ada dihatiku saat ini.
Dan juga alasan kenapa aku tidak bisa menembak tepat ke arahnya.

" Terima kasih Vivi... Walaupun keadaanmu seperti ini "
Kataku seperti berandai - andai.

" Tenang saja... Jika itu pilihanmu, semuanya pasti akan mendukung "
Katanya memberiku semangat hidup.

" Yaa... Tapi kali ini aku tidak bisa melibatkan kalian semua lebih jauh lagi "
Aku berdiri dan berbalik untuk menuju pintu keluar kamar.

" Aku akan melakukannya sendiri kali ini "
Kataku dengan yakin.

Aku keluar dari kamar rawat Vivi, tanpa menatap anggota yang lain.
Berjalan menuju lorong rumah sakit dengan membawa perasaan campur aduk, aku kembali ke Markas ku.
.
Mengambil Katana lain di dalam kotak bertuliskan "Buki de kore O owaraseru".
Yang artinya, Akhiri ini dengan senjatamu.
.
Aku memilih Pedang bersarung warna biru gelap, dengan berhias pita berwarna merah.

" Ketua Hanifa, pinjamkan aku sifat brutalmu sampai dia terbunuh "
Kataku kepada pedang itu.
.
Lalu berjalan keluar, menuju tempat yang seharusnya Hanna berada.
.
.
.

Jangan Tahu Tentang AkuWhere stories live. Discover now