4. Abiprahaya

107 89 41
                                    

"Jika bukan karena Tuhan-ku, maka hidup ini mungkin akan penuh dengan rasa mengeluhku. Tapi aku yakin, Tuhan membawaku sejauh ini bukan untuk menderita selamanya. Hidup memang harus dijalani dan bersama Tuhan-ku aku melangkah dengan tertatih sembari tersenyum. Bukankah benar bahwa hidup ini ujian?"

_Adipati Varsha Abiprahaya_

~Happy Reading~

"Bunda."

Suara lirih itu hampir tidak terdengar seiring jatuhnya air hujan. Pilu, selalu saja seperti itu luka duka selalu dibarengi dengan hujan.

"Bunda, Abi datang. Maaf bunda, Abi tidak sekuat yang bunda harapkan."

Pria dengan wajah yang masih terdapat bekas luka yang membiru, ia bersimpuh di depan batu nisan. Ia menunduk menahan sebuah cairan yang mambendung di pelupuk matanya. Tapi pertahannya runtuh, ia tidak mampu membendungnya. Air mata itu mengalir seiring air hujan yang kian membasahi wajahnya.

Suara tangisnya hampir tak terdengar, suara itu larut sahut menyahut dengan suara rintikan hujan.

Dingin, sepi dan lara menyatu menjadi sebuah cerita pilu dalam hujan deras di hari minggu ini.

"Bunda, kemana lagi Abi harus melangkah? Kemana lagi harus pergi agar rasa sakit ini usai? Bunda, darah ini tak kunjung berhenti menetes sejak kepergian bunda."

Adipati Varsha Abiprahaya, ia menyebut dirinya 'Abi' nama khusus dan nama istimewa dari sang ibunda untuk dirinya. Ia mendongak, menangadahkan wajahnya ke langit sambil menahan sesenggukan. Air hujan luruh semakin mengenai mukanya, rasanya sakit ketika tetesan demi tetesan air hujan mengenai wajahnya, namun sakit itu tidaklah sebanding dengan apa yang ada dipundaknya.

"BUNDAAA." Teriaknya, ia kembali menunduk menghadap ke bumi, berlutut sambil menahan tubuhnya yang hampir tumbang.

"Bunda, tolong katakan pada Tuhan, aku ingin berbaring dan tidur yang lama di dekat bunda. Tolong bunda, genggam tanganku dan elus lagi kepalaku."

Varsha Abiprahaya, pria yang orang kenal berwibawa, selalu tampak positif dan ceria. Sebenarnya ia begitu cengeng dan lemah ketika sudah di hadapan bundanya.

oOo

Plak

"Kamu mau memberontak sekarang? Ayah sudah bilang, hari minggu kamu harus ke perusahaan ayah. Kamu harus belajar bisnis sejak dini. Tapi kamu malah keluyuran."

Pria yang baru saja mendapatkan tamparan dan semprotan dari sang ayah tersebut, hanya mampu terdiam dan menatap tajam kearah sang ayah.

"Kamu jadi makin keras kepala sekarang." Tangan itu kembali terangkat untung melayangkan tamparan kepada sang putra, namun di tahan oleh seorang wanita paruh baya.

"Mas, sudahlah mending mas mandi abis itu kita makan malam, mas capek kan pulang kerja?"

"Ibu kenapa sok peduli sama gue? Ibu cari muka? Ibu masih aja mau berpura-pura?" Varsha mengernyit memutar bola mata malas. Rasanya ia begitu malas dirumah yang amat penuh drama. Kapan drama ini akan tamat?

"Jaga mulutmu Varsha, mana sopan santunmu? dia ibumu." Peringat Admathara, sang kepala keluarga yang kerap di sapa 'Tuan Tara' oleh para karyawannya.

"Tidak, Selamanya gak akan ada yang bisa menggantikan posisi bunda. Bunda Zira adalah satu-satunya ibu untuk gue." Sela Varsha dengan emosi dan wajah yang mulai memerah.

Varsha segera minggat dari rumah tersebut ia jalan keluar dengan emosi yang akan meledak.

"ADIPATI VARSHA ABIPRAHAYA" Varsha terus berjalan keluar rumah tanpa memperdulikan teriakan sang ayah. Ia lantas merampas helem yang baru saja ia simpan saat pulang tadi, bahkan helm itu masih basah terkena air hujan saat diperjalanan tadi.

TULIPS AND REGRETSWhere stories live. Discover now