1. Tulip yang Layu

168 122 94
                                    

"Saat pertama kali melihatmu, disitu aku langsung menyadari bahwa kamu adalah wanita jahat. Berdiam diri saja kamu mampu membuat aku terjatuh. Kamu perlu tahu, bahwa jatuh itu sangat sakit. Tapi jatuh cinta kepadamu adalah sakit yang aku dambakan."

_Adipati Varsha Abiprahaya

~Happy Reading~

Apa yang biasa orang-orang lakukan ketika hari pertama masuk sekolah? Berdandan, memakai seragam yang rapi dan menyiapkan segalanya yang terbaik bukan?

Tapi bagaimana dengan seorang gadis yang justru di hari pertamanya masuk sekolah sebagai siswa baru malah bangun pagi-pagi hanya untuk menjahili kakaknya? Aneh tapi hal ia lakukan dalam rangka untuk merebut hati kakaknya dan menjalin hubungan yang lebih akrab dengan saudara kandungnya.

"BUNDAAAA"

Bunda Nisa yang tadinya memegang panci untuk memasak, langsung saja terlempar begitu saja karena kaget mendengar anak laki-lakinya berteriak kencang di pagi-pagi buta begini.

Langsung saja ia bergegas menuju kamar sang putra, namun saat berada di depan pintu kamar, ia justru mendapati anak perempuannya berlari terbirit-birit keluar dari kamar abangnya.

"Kenapa sih Abang? Kok teriak kenceng, nanti ganggu tentangga, LHO ABANG NGAPAIN DISITU? TURUN GAK?" bunda yang awalnya suaranya lemah lembut, seketika naik satu oktaf ketika melihat anak laki-lakinya justru berdiri diatas meja belajar sembari memegang bantal dan hanya memakai kolor, alias bertelanjang dada.

Sungguh pemandangan yang tidak enak untuk dipandang oleh kaum cewek-cewek di luar sana, bukan apa, pasalnya anak laki-lakinya bunda Nisa ini terkenal primadona di luar sana karena ketampanannya.

"Bunda, kecoa bunda. Bunda cepat usir bundaaa, jijik. Nika jahat bundaa."

Yang menjadi tersangka justu tertawa tanpa dosa di belakang sang bunda. Bunda hanya bisa menghela napas pasrah, rasanya ia sedang merawat anak SD umur 6 tahun yang baru masuk kelas pertama sekolah dasar.

Usai menghempaskan semua serangga yang tadinya membuat heboh, bunda langsung saja mengintrogasi kedua anaknya.

Dengan gerakan tangan yang tenang tapi dengan tatapan tajam, bunda bertanya kepada kedua anaknya.

"Adek, kenapa pagi-pagi ada di kamar Abang? Siapa yang naro kecoa di tangan dan dekat bantal Abang?"

Yang menjadi tersangka hanya bisa mengangkat tangan dan menunduk, takut juga ternyata melihat raut wajah bundanya yang galak di pagi hari. Ibu-ibu itu memang paling tidak bisa diganggu di pagi hari.

Nika pelakunya, sudahlah. Bunda Nisa hanya bisa menghela napas dan geleng-geleng kepala dengan tingkah putrinya yang sekarang berubah jauh dari dulu. Jika dulu ia takut pada Abangnya, sekarang ia sudah bisa menjahili Abangnya.

Siapa lagi pelakunya kalau bukan Nika? Cuma dia yang keluar dari kamar abangnya dengan lari terbirit-birit sudah pasti sebelumnya ia takut ketahuan. Tapi telat, ia sudah ketahuan oleh sang bunda.

"Bunda gak capek bicara sambil gerak-gerak tangan? Bunda kan capek abis masak, jangan capek lagi dong, tenaganya bunda simpan aja, jangan peduliin adek. Dasar adek kurang ajar ih gemes pengen tampol." Sagara yang sudah siap-siap mengangkat tangan untuk menjewer adeknya itu justru ia urung karena perkataan bunda.

"Gara, jangan pernah main tangan sama perempuan, apalagi sama adik kamu sendiri. Kamu tahu kan perempuan itu bagaimana? Kalau kamu sayang bunda, maka perlakukan perempuan sebagaimana kamu memperlakukan bunda. Mengerti?"

"Siap bunda, mengerti." Sagara langsung menundukkan kepala. Jika sudah berhubungan dengan bundanya, maka ia sudah bisa bungkam.

"Oke, ke topik utama, Adek kenapa jahilin Abang?"

TULIPS AND REGRETSWhere stories live. Discover now