13. Homesick

6.4K 1K 214
                                    

Seharusnya Alit enggak mengeluh. Ini pilihannya sendiri. Sejak awal dia juga sudah tahu bagaimana loadpekerjaannya sekarang yang jauh lebih banyak dibanding pekerjaannya di kantor lama. Namun, ternyata semuanya jauh lebih sulit dibanding dugaannya.

Sudah dua minggu dia bekerja di kantor baru. Kantornya itu baru saja mendapatkan kontrak kerjasama dengan klien besar, sehingga membutuhkan banyak karyawan tambahan. Jadi, di hari pertama Alit masuk, dia langsung diberikan banyak pekerjaan. Dan langsung mengikuti beberapa meeting dengan klien.

Saking sibuknya, sebagian barang di apartemennya ada yang belum dibongkar. Bahkan sebagian besar baju-bajunya masih ada di koper, belum sempat ditata di lemari. Masuk minggu kedua bekerja, atasannya sudah memintanya untuk lembur usai memberikan banyak revisi desain yang membuat kepala Alit serasa mau pecah.

Lagi-lagi dugaan Alit salah. Keluar dari zona nyaman bukannya membuat dia mendapatkan suasana baru dan semangat baru, tapi malah membuat kepalanya makin stres.

Selama dua minggu terakhir, dia seperti zombie yang jiwanya mati. Kehidupannya cuma berkutat di apartemen dan kantor. Begitu pulang dari kantor—yang seringnya sudah di atas pukul delapan malam, dia langsung pulang ke apartemen. Kalau sempat dia akan mampir membeli nasi goreng di dekat apartemennya. Tapi seringnya sih, dia melewatkan makan malam. Langsung mandi, rebahan di kasur sambil menangis tersedu-sedu, sampai kelelahan dan ketiduran.

Pagi harinya, ia akan terbangun dengan mata bengkak. Dia butuh waktu dua puluh menit untuk mengompres matanya dengan sendok dingin. Stok makanan di kulkasnya mulai menipis, karena belum sempat belanja. Makanan yang tersisa sekarang adalah hasil belanjaan dengan Bunda dan Ayahnya dua minggu lalu saat membantunya pindahan. Di samping botol air mineral dingin, ada banyak sendok yang Alit letakkan untuk mengompres matanya setiap hari.

Untungnya, cara itu lumayan efektif, sehingga Alit bisa bekerja dengan penampilan yang fresh. Kemampuan makeupnya meningkat secara alami, berkat dia sering melatih skill makeupnya di tempat darurat, seperti makeup di dalam taksi, di toilet kantor, bahkan dia pernah memakai blush on dan lipstik di atas ojek online, saking buru-burunya.

Dalam waktu dua minggu, kehidupan nyaman Alit berubah drastis. Dan itu malah membuat kegalauannya makin menjadi-jadi. Belum lagi homesick yang dia alami. Rasanya setiap hari dia kangen Bunda dan Ayah. Dia betulan hampir setiap hari mengirim pesan pada Bunda dan Ayah, mengabarkan apa saja yang dia lalui setiap hari. Namun, tetap saja rasanya berbeda, karena Bunda dan Ayah enggak bisa membalas dengan cepat, mengingat mereka juga punya kesibukan sendiri-sendiri.

Saat weekend, Alit menghabiskan waktunya dengan rebahan seharian, sambil teleponan dengan Bunda dan Ayahnya. Itu pun, enggak tentu. Kadang Bunda dan Ayah ada acara di luar, sehingga tidak bisa menerima telepon Alit. Kalau sedang begitu, kesedihan Alit makin berlipat-lipat rasanya. Dia benar-benar kesepian, karena enggak punya temansatu pun yang bisa diajak ngobrol.

Alit belum terlalu akrab dengan teman kantornya. Mereka semua lebih tua dari Alit, dan obrolannya kurang nyambung. Kebanyakan mereka penyuka Kpop yang mana Alit enggak tahu apa pun soal itu. Satu-satunya artist koreayang dia tahu cuma Lee Min Ho. Itu pun, dia enggak tahu orangnya yang mana.

Jadilah hidup Alit makin mengenaskan sekarang. Entah sudah berapa kali dia menyesali keputusannya yang sok-sokan mau keluar dari zona nyaman. Nyatanya, hidupnya malah makin berantakan. Dia sungguh tidak berhasil menemukan satu pun alasan—sesederhana apa pun—untuk bersemangat dalam menjalani hidup. Bahkan uang pun terasa tidak terlalu berharga buat Alit. Makanan seenak apa pun yang berseliweran di sekitarnya juga enggak berhasil meningkatkan selera makannya.

Alit sungguh tidak tahu apa yang dia inginkan sekarang.

"Hari ini kamu agendanya mau ngapain, Sayang?" tanya Ayah melalui telepon, yang Alit nyalakan mode load speaker, sehingga dia meletakkan ponselnya di kasur, dan ia masih rebahan sambil memeluk guling.

Hello ShittyWhere stories live. Discover now