Ibu (tidak) Kembali

317 10 0
                                    


Aku tidak tahu ini pukul berapa. Yang kutahu, saat ini pasti sudah tengah malam. Karena saat mereka membawaku keluar dari rumah sakit ini, langit terlihat tenang seperti sedang tidur. Meski begitu, aku sedikit terkejut saat keluar dari sana. Karena ternyata, banyak orang mengerumuni rumah sakit ini. Meskipun terlihat ramai, tetapi yang aku rasakan hanya senyap dan sepi. Semua orang menatapku dengan heran sampai aku masuk ke dalam mobil yang memiliki suara sirine itu.

****


Sejak saat itu desas desus tentang rumah sakit itu semakin tersiar ke penjuru kota. Beberapa orang dari luar daerah berbondong-bondong untuk datang.

Berita tentang pemilik rumah sakit yang kaya raya dengan cara tidak wajar sudah tercium sejak lama. Garis keluarganya tewas satu persatu, yang akhirnya hanya akan menyisakan satu keturunan saja.

Setelah beberapa hari, beberapa bagian rumah sakit sudah rata dengan tanah. Di dalam rumah sakit itu, terdapat kamar operasi khusus yang digunakan untuk melakukan malapraktik. Semua bayi yang telah mereka korbankan dilahirkan di dalam kamar operasi tersebut.

Saat itulah mulai muncul cerita-cerita tentang keluarga Inir. Keluarga yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekayaan itu, digadang-gadang tengah mendapatkan karma.

****

Selama beberapa hari di sini, yang kulakukan hanyalah menangis. Aku tidak terlalu yakin ini di mana. Tetapi, aku menduga ini adalah tempatnya polisi bekerja. mereka selalu saja menanyakan hal-hal yang tidak kumengerti.

Sudah beberapa menit yang lalu aku duduk termenung di sini. Tv yang ada di pojok ruangan terus mengeluarkan suara bising. Padahal, orang yang berlalu lalang ini pasti tidak melirik ke sana. Tetapi, aku tetap melihat ke layar itu. Sampai, di sana muncul gambar rumah sakit yang selama ini ku tempati. Rumah sakit itu sudah hancur. Pembawa berita itu berkata kalau rumah sakit itu sengaja ditutup karena sudah melakukan malapraktik. Tidak lama kemudian, tv itu menampilkan seorang wanita memakai baju warna Oren. Ia hanya tertunduk saat kilatan cahaya menyorot ke arahnya. Ternyata, wanita itu adalah pemilik rumah sakitnya!

Deg! Jantungku seperti berhenti sebentar saat orang itu mengangkat wajahnya ke kamera. Wajahnya terlihat lelah dan menampilkan guratan di dahinya. Ibu! Itu adalah ibu! Rasanya, sudah lama sekali aku tidak melihat ibu. Kenapa ibu di sana? Apakah ibu penjahat? Kenapa ibu menjadi penjahat? Jantung ku berdetak lebih cepat dari sebelumnya. Sekarang, aku benar-benar tidak punya siapa-siapa. Aku sudah tidak punya keluarga lagi.

Aku masih berusaha mencerna apa yang telah terjadi di hidupku. Segala sesuatu yang ada di dunia ini keluar masuk dalam kepala.

Jika itu benar ibu, aku akan menangis. Aku tidak lagi memperdulikan perkataan ayah kalau seorang lelaki anti menangis. Air mataku sudah menggenang di bawah mata. Tenggorokanku sakit karena menahan supaya air mataku tidak keluar, karena bapak-bapak itu sedang mengawasiku.

Beberapa bapak-bapak yang membawaku ke sini mondar mandir. Setelah itu duduk di dekat tv. Dengar-dengar, bapak itu membicarakan rumah sakit itu. Rumah sakit yang kutempati. Katanya, di sana ada beberapa tiang yang berisi mayat. Aku terkejut mendengarnya. Tetapi lebih terkejut lagi saat salah satu bapak itu mendekatiku dan bertanya apakah benar aku anak dari pemilik rumah sakit itu.

Tentu saja aku menggeleng. Karena aku sendiri tidak tahu.

****

Di pagi buta, bahkan adzan subuh belum sempat berkumandang. Api seperti sedang berlomba-lomba untuk menggait langit yang masih hitam. Kepulan asap membumbung tinggi. Membuat orang yang ada di dalamnya histeris. Sebuah bangunan yang menjulang dengan tinggi kini menjadi monster api diantara bangunan lainnya.

Tepat 40 hari sejak runtuhnya rumah sakit, salah satu hotel terkenal milik keluarga Inir mengalami insiden kebakaran.

Setelah itu, juga diikuti dengan insiden lain. Rumah pribadi mereka telah disita debcolecctor dan semua ruko terjual untuk menutup kerugian.

****

Hidupku tidak sama lagi seperti dulu. Semuanya berubah sejak aku keluar dari rumah sakit. Aku jadi lebih pemarah dan tidak lagi menjadi anak yang penurut.
Sudah 1 bulan lebih aku berada di sini. Di panti asuhan. Yang kulakukan selama di sini hanyalah memusuhi siapa saja yang mencoba untuk mendekatiku. Aku sampai berani melempar barang-barang di sekitarku. Aku tidak peduli. Yang kupedulikan hanya rasa sakit hatiku. Dan puluhan pertanyaan yang selalu saja berputar di kepala.

Aku juga memutuskan untuk menjadi anak nakal selamanya. Aku akan berhenti menjadi nakal kecuali ibu datang menjemputku.

Beberapa hari yang lalu, ibu datang ke sini untuk mengunjungi ku . Ibu tidak datang bersama Mbak Dini, tetapi bersama dengan beberapa bapak-bapak yang berbadan kekar dan perut buncit. Ibu berkata kalau aku harus kuat. Saat itu aku hanya mengangguk senang. Karena setelah sekian lama, akhirnya ibu kembali. Aku memeluknya dengan erat. Dari dekat, aku bisa melihat wajah ibu yang berbeda. Wajahnya lebih coklat dan kusam. Rambut ibu yang dulu tergelung rapi sudah tidak ada lagi. Karena rambutnya menjadi lebih pendek dan terlihat kasar. Selama itu, ibu hanya menangis. Padahal ini adalah hari membahagiakan, karena kami bisa bertemu kembali.

"Ibu mau jemput Argha kan? Ibu kenapa nangis? Argha nggak nakal lagi kok."

Aku mengusap air matanya. Yang dilakukan ibu hanya menangis saja sambil menggelengkan kepala.

Tidak lama setelah itu, bapak-bapak tadi datang menghampiri kami. Ibu langsung mengusap air matanya dan berdiri.

Bapak-bapak dan beberapa orang mengawal ibu untuk keluar. Dengan cepat aku menggandeng tangan ibu. Tetapi, ibu justru menepisnya lalu berjalan cepat.

Sebelum aku mengejar, orang yang ada di belakangku mencegahku. Aku berusaha melepaskannya tetapi tidak bisa. Aku mulai panik dan takut karena jika tidak cepat menyusul, aku akan ketinggalan. Aku mulai meraung-raung, menangis dan berteriak. Aku berharap ibu kembali menolongku dan membawaku bersamanya. Setelah orang itu lengah, aku berlari ke depan. Tetapi terlambat, karena mobil yang ibu tumpangi sudah keluar dari pagar. Aku mengejarnya, tetapi mobil itu semakin melaju dengan cepat. Sampai menghilang entah kemana. Aku berlari cukup jauh. Berharap mobil itu akan kembali menjemputku. Tetapi tidak.

Baru kurasakan sesak di dadaku. Wajaku tidak hanya basah karena keringat, tetapi juga air mata. Aku hanya berteriak memanggil ibu.

Aku menangis dan menangis. Hatiku kembali terasa sakit.

Terimakasih sudah meluangkan waktunya untuk membaca cerita ini.

PULANGNYA BALAKOSA (END)Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu