Bangkrut

914 69 2
                                    

Follow dulu authornya

arombai_

Spam komen juga boleh. Xixixi
Votenya jugaa yaa🌞biar makin mangattss authornya.

Siapa? Pikirnya. Otaknya mengisyaratkan bahaya, ia harus segera lari. Badannya seperti kaku. Sarafnya tidak bekerja lagi saat mata hitam juga menatapnya di celah pintu.
Jantungnya tersentak.

Ciiitt... Sekarang, pintu terbuka lebar. Ada bayi di atas ranjang. Di bawah tabung oksigen malah ada dua bayi yang merangkak ke arahnya. Tepat di depannya, bayi itu mengigit jempol kaki. Dan, semuanya menjadi gelap. Lampu di semua bangsal padam. Ia mulai panik. Kakinya mulai melangkah, bayi itu masih menggigit jempolnya. Ia mengibaskan kakinya. Ia mulai berteriak meminta tolong. Mencoba berlari secepat mungkin. Nafasnya memburu. Seluruh gedung benar benar gelap. Perutnya mulai bergejolak ingin mengeluarkan segala isinya. Ia mulai berjalan pelan. Perasaannya was-was, di sepanjang lorong seperti penuh dengan orang yang memperhatikannya. Ia membuka mata lebar-lebar, mungkin saja memang ada orang di sana. Sial! Umpatnya dalam hati. Jalannya buntu. Di depan ada 1 bangsal lagi. Ia tidak tahu itu tempat apa.

Sesaat kemudian, ia mendengar suara roda menggelinding. Satu brankar melintas memasuki bangsal yang ada di depannya.
Dengan membawa pasien yang dibalut perban di seluruh tubuh.
'Ruang jenazah' samar samar ia melihat tulisan yang terpampang di pintu. Ia masih berdiri di sana. Menunggu siapa yang mendorongnya. Lama. Bulu kuduknya meremang. Lehernya terasa panas. Sepasang tangan mencekiknya dari belakang. Ia menjerit kesakitan. Berusaha melepas cengkraman. Sepertinya ia sudah tewas. Matanya melotot, mulutnya menganga lebar.

Dorr... Dor... Dorr... Dorr... Dorr...

Gedoran pintu terdengar begitu cepat. Nafasnya memburu. Ia terbangun dengan keringat di sekujur tubuhnya. Punggung tangannya mengusap dahi, lalu leher. Ia meraba-raba, lehernya tidak putus dan masih baik-baik saja. Aku masih hidup! Lirihnya.

Tidak lama kemudian, satu perawat masuk. Bertanya apa yang telah terjadi. Karena terdengar suara gaduh dari luar.

Sang perawat segera mengecek keadaan pasiennya. Ia menghela nafas kasar. Beberapa kali bergumam tidak jelas. Ia mengecek mata, detak jantung, dan nadinya. Semua diam tidak bekerja.

"Bapak sudah tidak ada bu," Lirihnya.

*****

Bendera kuning terpasang di pagar rumah. Beberapa warga berdatangan berbela sungkawa. Mereka bergotong royong saling mendoakan. Seorang wanita terduduk lemas di dalam kamarnya. Matanya bengkak. Nyawanya seperti hilang separuh. Ia sangat yakin sekali, bahwa ia tidak akan sanggup hidup tanpa suaminya. Tetapi terlambat. Semuanya sudah menjadi bubur. Hatinya terasa sakit saat mendengar kabar buruk itu. Jantungnya seperti berhenti seketika. Ia tidak percaya jika suaminya pergi secepat itu.

"Ibuuk, ayah sudah mati? Argha janji buk, nggak nakal lagi. Tapi ayah bisa hidup lagi kan buk?" Tanya seorang bocah lelaki yang terus menggoyang-goyangkan tangan ibunya.

Ia terus terisak. Entah janji apa saja yang terus ia katakan. Asalkan ayahnya bisa hidup lagi. Meski Argha seringkali mendapatkan perlakukan kurang baik dari ayahnya. Tetapi seorang ayah tetaplah ayah, rasa sayangnya tidak luntur sedikitpun.

"Ini semua gara-gara mereka, orang nggak tau diuntung. Hancur, semuanya hancur. Karyawan biadab!!" Teriaknya histeris.
Kepalanya terasa penuh sekaligus berat. Nafasnya sesak sekali.

Argha ketakutan melihat mata ibunya yang melotot ke segala arah. Seperti kesetanan.
Argha menangis, keras sekali. Entah apa yang di pikirkan bocah itu.

"Diam!" Sentak Bu Agni. Ia mendorong anaknya. Bermaksud mengusirnya dari kamar. Argha langsung lari terbirit-birit dengan tangisan yang membuat kepala Bu Agni meledak seperti granat.

Hingga sore hari, bu Agni tidak keluar dari kamarnya. Ia juga tidak ingin menemui warga yang berdatangan untuk menyampaikan rasa simpati. Ia terus merutuki pegawainya sendiri. Salah satu usaha peninggalan orang tuanya lenyap begitu saja dalam waktu singkat.

*****

Sudah 1 bulan kematian pak raksa. Warga setempat mendengar desas desus kebangkrutan dari keluarga mereka. Memang benar, ekonominya semakin terpuruk. Dengan berat hati, ia memberhentikan beberapa orang yang bekerja di rumahnya. Termasuk supir pribadi dan juga satpam.
Bu Agni tidak bisa mengurus bisnis. Ia benar-benar buta dengan semua itu.
Dulu, pak raksa karyawan kepercayaan dari bu tantri, yang sekarang sudah tiada. Bu tantri menjodohkan dengan anaknya Agni. Karena bu tantri tahu bahwa anaknya tidak akan mampu mengurus semua bisnisnya. Agni hanya lulusan SMP, sedangkan Raksa sekolah hingga sarjana. Dulu, Entah apa yang dipikirkan bu tantri sampai anaknya tidak disekolahkan tinggi-tinggi. Padahal, secara ekonomi mereka cukup mampu. Saat di tanyai, katanya sekolah tidak ada gunanya. Yang penting bisa bersih-bersih di rumah. Toh, perempuan pasti larinya ke dapur. Jadi tidak perlu membuang banyak uang untuk hal yang tidak ada gunanya. Pikirnya. Sudah sejak dulu, keluarga mereka terkenal kaya sekaligus kikir. Ingin menang sendiri, tidak mau disaingi. Mereka akan melakukan apa saja demi mendapat apa yang mereka inginkan. Dalam kamus mereka, tidak ada kata benar atau salah. Meskipun apa yang di lakukan tidak baik. Toh, mereka buta dengan semua itu.

Setelah berpikir keras, Bu Agni akan menitipkan semua bisnisnya kepada orang yang dipercayainya selama ini. Tidak ada pilihan lain, jika dibiarkan terus-menerus, bisa-bisa semuanya akan habis.
Sejak meninggalnya Pak Raksa, Bu Agni sangat berbeda dengan yang dulu. Sekarang lebih banyak melamun. Terkadang, sehari tidak makan sama sekali, atau sehari makan lebih dari 3 kali. Terkadang juga tidak makan sampai beberapa hari, sekalinya makan bisa menghabiskan 5 piring. Argha semakin tidak terawat. Ia tidak mendapati perhatian yang cukup. Dini, pengasuhnya hanya memberinya makan. Selebihnya, ia tidak peduli.

Seperti yang sudah-sudah. Seharusnya 3 bulan sekali keluarga mereka mengunjungi hutan. Keluarga? Aku tidak punya siapa-siapa! Semuanya sudah mati. Jeritnya dalam hati. Ia hanya memiliki Argha, anak satu-satunya. Andai saja, andai. Waktu itu aku tidak menuruti perkataan ibu. Sekarang, pasti rumah ini akan ramai dengan 4 orang anak. Lirihnya. Ia memeluk lututnya. Menjambak rambutnya. Kepalanya benar-benar berat. Otaknya dengan cepat memutarkan memory yang dulu-dulu. Saat hidupnya begitu sempurna. Ia teringat dosa-dosanya. Entah sudah berapa nyawa yang terbunuh. Ia tidak tahu! Ia tidak bisa menghitungnya sekarang.
Gudang bawah tanah tidak terurus. Sudah lama sekali ia tidak ke sana hanya sekedar menaruh kembang 7 rupa seperti dahulu. Mungkin, sekarang sudah menjadi sarang tikus.

*****

Tengah malam. Dua orang mengendap-endap. Mereka mengutak-atik gembok yang ada di gerbang rumah sasarannya. Lama, mereka hampir saja putus asa. Matanya mencari-cari, menoleh ke kanan kiri. Menyapukan pandangan ke sekitar.
'Aman' bisiknya ke teman yang akan membuka pintu gerbang.
Mereka menyelinap dengan mudahnya. Membawa alat-alat yang sudah di siapkan. Juga karung untuk membawa barang incarannya. Mereka juga membawa celurit. Untuk menakut-nakuti jika ketahuan.
Dengan sigap mereka memasukkan semua barang-barang yang dirasa mahal.

"Wapik yo," bisik salah satu dari mereka.
"Sshht..., Gowo ae,"

Mereka segera memasukkan pajangan di atas meja, patung yang terbuat dari marmer, kayu jati. Atau miniatur kapal, sepertinya akan mahal jika dijual. Pikir mereka.

*****

"Huhh ..., Aman. Wong kaya ngunu kudu amal," lirihnya saat berada di rumahnya.

"Yaiya, kita ora duso nek nyolong wong pelit ngunuku,"

Mereka mengeluarkan barang curiannya. Besoknya akan segera dijual di luar kota. Supaya tidak ketahuan.

Mereka tertawa puas. Beberapa kali bersyukur karena tidak bertemu dengan hantu yang biasa mengganggu warga.

"Ternyata gak ada ya," mereka tertawa lagi. Membanggakan apa yang telah di dapatkan.

Hawa malam menjadi dingin. Saat siluet dengan rambut panjang mengintipnya di jendela yang terbuka lebar.

Mereka diam sesaat. Saling bertatapan seraya tersenyum kecut.

Terimakasih sudah meluangkan waktunya untuk membaca cerita ini🤧🤏🙏

PULANGNYA BALAKOSA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang