Koran

581 30 0
                                    

Follow dulu authornya yow!
arombai_

Spam komen juga boleh. Xixixi
Votenya jugaa yaa ... biar makin mangattss authornya.

Aku membolak-balik potongan yang terselip di kotak itu. Sebenarnya, tinggiku tidak sampai untuk melihat ada apa saja di sana. Tetapi aku tidak pernah kehilangan akal. Kunaiki kursi panjang yang ada di sampingnya.

Kubaca tulisan itu perlahan. Karena sebenarnya aku belum terlalu lancar membaca. "Deretan Rumah Sakit Elit Yang Diduga Melakukan Malapraktik"
Aku tidak tahu apa maksudnya. Ini terlalu sulit kumengerti. Beberapa gambar malah menarik perhatianku, ada mobil sport berwarna merah yang unik dan bagus sekali. Tetapi, ada satu gambar lagi yang membuatku merinding. Gambar itu berisi sebuah foto yang cukup besar, sepertinya aku pernah melihat orang yang ada di foto ini. Sekali mengingat-ingat aku langsung tahu di mana aku bertemu orang ini.

Wanita tua ini, yang ku temui di loteng rumah. Jika kupikir lagi itu tidak mungkin. Apakah benar nenek-nenek ini adalah orang yang kutemui di rumah? Setahuku, orang yang bisa masuk koran adalah artis terkenal, maling, bencana alam, atau sesuatu yang sedang ramai dibicarakan. Di bawah foto itu ada tulisannya. "Tantri Inir, Tetap Eksis Meski di Usia Senja." Jika kulihat lagi, foto itu benar-benar mirip dengan nenek loteng itu, meskipun di koran ini wajahnya tidak sekeriput yang di loteng. Tetapi aku yakin kalau mereka adalah orang yang sama. Sebentar, nama belakangnya sama denganku! Arghani Inir dan Tantri Inir. Siapa wanita tua ini? Mungkin itu hanya kebetulan saja. Tetapi, ada satu lagi yang membuatku bertanya-tanya, sedari kecil aku tidak pernah bertemu dengan keluargaku selain ayah atau ibu. Apakah aku tidak memiliki saudara, kakek, atau nenek seperti teman-temanku? Ah sudahlah. Kubuang saja semua ini.

Kakiku mulai melangkah perlahan. Meskipun sudah siang begini, rumah sakit ini tetap sepi. Sekarang aku sudah berada di depan kolam. Keadaannya masih sama seperti kemarin, seperti dugaanku, di sini tidak ada ikan sama sekali. Yang ada hanyalah tanaman air berwarna hijau gelap. Mataku berkeliling melihat sekitar, rumah sakit ini besar sekali. Di kolam itu ada jembatan yang menghubungkan ke lorong lain. Di samping kanan kiriku masih ada jalan yang berbelok-belok. Sebentar, di sebelah kiri aku melihat sebuah jalan yang terkena sinar matahari, mungkin itu ruang terbuka. Tidak seperti di sini yang super lembab, cahaya matahari jadi sulit masuk karena tidak ada jendela.

Kakiku mulai melangkah ke sana. Benar saja, di sini ada taman mini! Rerumputan tumbuh subur, tidak ada bunga segar, yang ada hanyalah daun kering berjatuhan. Jika kalian pikir rumput di sini kecil-kecil, kalian salah! Jika aku turun ke taman itu, mungkin rumputnya bisa setinggi lututku.

Di tembok-tembok sekitar sini banyak lumutnya. Aku jadi bertanya-tanya apakah di sini tidak ada tukang bersih-bersih?
Kepalaku mengadah ke atas, ada lantai dua di rumah sakit ini, tetapi selama berkeliling di sini, aku tidak pernah melihat tangga yang akan membawaku ke atas sana.

Di depanku masih ada jalan yang berbelok ke kanan. Tetapi aku tidak bisa ke sana karena ada penghalang pagar yang terkunci. Sepertinya sudah lama tidak dibuka. Aku mengintipnya dari sini, terlihat lagi jalan yang berbelok ke kiri. Aduh! Rumah sakit ini membingungkan.

Aku segera kembali ke kamar karena tidak ada yang menarik di sini. Yang ada, hanyalah ruang-ruang kosong dan jalanan rumit yang membuat kepalaku sakit.

Aku duduk di ranjang. Keadaannya masih sepi sekali. Soal luka yang ada di perutku, sebenarnya aku sendiri tidak tahu aku kenapa. Yang kutahu hanyalah perutku tertusuk dan berdarah, lalu aku datang ke sini. Malam itu perawat hanya menempelkan perban setelah membersihkan darah yang mengucur. Sampai saat ini, aku belum pernah melihat dokter yang berkeliling dan memeriksa pasien. Yang ada hanya perawat yang mengantarkan makanan. Selain itu, tidak ada informasi tentang kondisiku saat ini. Apakah lukaku parah, apakah butuh dioperasi atau mengalami infeksi. Meski masih kecil, aku sudah tau semua itu, meskipun hanya namanya saja, tidak tahu artinya infeksi.

Aku berbaring menatap langit-langit. Bayangan tentang mbak Dini tiba-tiba muncul. Aku merindukannya melebihi ibuku. Mbak Dini yang lebih sering bersamaku, mengurusku. Meskipun sebelum ayah meninggal, sikapku begitu buruk kepadanya. Aku bersikap seperti itu karena kata ayah, kedudukanku di rumah ini lebih tinggi daripada orang-orang yang bekerja di sana. Jadi, aku diperbolehkan bersikap seperti apa saja meskipun itu buruk.
Sekarang aku sedikit tahu mana yang baik dan buruk.

Perutku kembali keroncongan. Bubur itu membuatku ingin muntah karena rasa dan tampilannya yang tidak menarik. Sampai kapanpun aku tidak akan memakan bubur ini meski perutku sangat lapar.
Ngomong-ngomong, fasilitas rumah sakit ini begitu buruk jika dibandingkan dengan besarnya tempat ini. Sepertinya, separuh dari rumah sakit ini dibiarkan terbengkalai begitu saja.
Aduh, aku bosan sekali. Aku menilik kamar ini sekali lagi.
Mataku melihat pojok kiri kamar, jaraknya tidak terlalu jauh dari sini. Di sana ada sebuah benda yang cantik sekali.
Lemari itu, kemarin aku tidak terlalu memperhatikannya. Ukirannya di setiap sudut sangat rapi sekali. Aku mendekatinya, menarik gagang pintu. Ternyata membukanya lebih sulit dari yang kubayangkan. Kugunakan seluruh tenagaku untuk menarik pintu itu.
1 ...
2 ...
3 ...

YHAAAKKK ...

Rasanya gagang pintu itu hampir saja lepas sebelum berhasil kubuka. Tetapi, syukurlah, karena kecerdasanku, aku berhasil membukanya. Ya, kalau dipikir lagi, tidak sukit sih sebenarnya, hanya saja membutuhkan tenaga lebih besar daripada membuka lemari biasa. Dalam lemari itu, yang kutangkap hanyalah gelap. Aku memutar bola mata ke setiap sudut, tetapi tidak menemukan yang kucari. Di sini tidak ada gantungan baju atau sekat-sekat untuk menyimpan barang. Ini seperti ruang kotak yang dibentuk seperti lemari. Astaga! Aku tertipu. Aku kesal sekali karena tidak mendapatkan apa-apa, padahal aku sudah mentransfer semua tenaga untuk membukanya. Ini seperti ruangan yang gelap, aku memasukkan kepalaku ke dalam sana. Kuputar kepala ke kiri, hanya ruangan berwarna hitam pekat, lalu kuputar ke kanan masih gelap juga. Meskipun semuanya terlihat gelap, tetapi aku bisa merasakan kalau ini bukanlah lemari, tetapi sebuah ruangan yang cukup luas.
Aku memasukkan kepalaku lebih dalam.
Dug ...
Kepalaku terbentur sesuatu yang kasar dan keras. Aku merabanya perlahan, seperti batu bata yang disusun meninggi. Ini tangga! Ya, aku yakin ini tangga. Aku menemukan sebuah tangga yang mungkin saja akan membawaku ke lantai atas. Aku melamun sebentar, lalu tiba-tiba saja ada suara dari lemari palsu itu.

Gubrak ...

Terimakasih sudah meluangkan waktunya untuk membaca cerita ini🔥

PULANGNYA BALAKOSA (END)Where stories live. Discover now