Bab 5. Terluka Lagi

286 16 0
                                    

Firman menelan salivanya kasar, tatapan penuh intimidasi dari sang istri membuatnya gugup bukan main. Tanpa disadari lelaki itu, kini wajahnya bahkan telah memucat. Suatu perubahan yang begitu cepat dan tentu saja membuat Aisyah kian menaruh curiga.

"Aku enggak tahu peran apa yang sedang kamu mainkan saat ini, Mas. Tapi aku percaya, Allah pasti akan membukanya suatu saat nanti. Entah cepat atau lambat, bukankah yang namanya bangkai itu pasti akan tercium?" Aisyah menjauhkan wajahnya dari dada Firman, perempuan itu lalu beranjak dari kursi dan kembali ke kamar. Hatinya mendadak tidak baik-baik saja, beberapa hal aneh dari suaminya malam ini membuat batinnya kembali dipenuhi praduga.

Saat baru saja akan menutup pintu kamar, Firman datang menahan dan turut masuk ke kamar. "Sayang, tolong jangan berpikir macam-macam. Jangan bebani pikiran kamu dengan hal negatif yang akan berdampak buruk buat psikis dan kandungan kamu," ucap Firman. Lelaki itu meraih bahu istrinya dan menghadapkan tubuh sang istri kepadanya.

"Please... Ini enggak seperti apa yang kamu pikirin. Aku juga enggak tahu kenapa bajuku bisa wangi parfum ini, mungkin sajakan ini parfum salah satu orang yang tadi ikut mengantre sate, mungkin saja aku enggak sadar sudah menyenggolnya atau gimana," jelas Firman yang membuat Aisyah terkekeh.

"Enggak sengaja nyenggol? memang sebanyak apa orang yang antre, Mas? apalagi di jam segini, diwaktu selarut ini, disaat banyak orang lebih memilih untuk istirahat daripada berkeliaran diluar rumah meski untuk mencari makanan," ucap Aisyah seraya menggelengkan kepalanya pelan.

"Ya-ya aku enggak tahu, namanya orang enggak sadar? dan tadi walaupun orangnya enggak padat, tapi namanya sama-sama lagi ngantre kan kadang kita suka enggak sengaja nyenggol atau gimana," tutur Firman lagi, netranya bergerak gelisah. Ada ketakutan yang terpancar dalam kedua bola matanya, dan itu disadari oleh Aisyah.

"Sudahlah, Mas. Sudah malam, aku mau tidur. Biar waktu yang membuktikan apakah penjelasan kamu ini sebuah kejujuran atau justru kebohongan untuk menutupi sandiwara," ucap Aisyah penuh penekanan. Tak ingin kembali berdebat, perempuan itu memilih berjalan ke tempat tidur dan membaringkan tubuhnya di sana.

Firman menatap nanar tubuh istrinya yang sudah berbaring, kecurigaan sang istri membuatnya kewalahan untuk mencari alasan. "Bodoh, harusnya kamu bisa lebih berhati-hati," desah Firman dalam hatinya.

Setelah beberapa saat hanya berdiam menatap tubuh sang istri, lelaki itu lalu menyusul dan berbaring di belakang istrinya. Sebelah tangannya bergerak melingkari tubuh Aisyah, sementara bibirnya terus bergerak memberikan kecupan basah di tengkuk Aisyah membuat perempuan itu menggeliat tak nyaman.

"Mas, aku ngantuk." Aisyah menyikut pelan tubuh suaminya membuat Firman menghela nafasnya pasrah.

"Ok, maaf. Tidurlah," ucap Firman seraya menjauhkan bibirnya dari tengkuk istrinya, sedangkan tangannya enggan menjauh dari sang istri.

Aisyah berdecak, namun ia tetap memejamkan matanya. Tubuhnya lelah, hatinyapun tengah resah. Dia butuh tidur untuk menjaga pikirannya agar tetap waras.

***

Aisyah dan Firman berjalan di sebuah lorong rumah sakit dengan Firman yang memeluk erat pinggangnya. Keduanya baru saja selesai memeriksakan kandungan Aisyah, rona bahagia terpancar di wajah keduanya setelah melihat bagaimana perkembangan calon buah hati mereka.

"Nanti kalau jenis kelaminnya sudah bisa di lihat, kamu mau lihat apa tunggu lahir saja?" tanya Aisyah serata mendongak sesaat menatap suaminya. Kemarahan dan keresahan hatinya semalam hilang begitu saja setelah dia mendengar detak jantung buah hatinya.

Firman tersenyum, dikecupnya sekilas kening Aisyah sebelum menjawab tanya istrinya. "Kalau aku terserah kamu, tapi ada baiknya kalau kita lihatnya nanti saja. Yah, biar jadi kejutan aja sih," jawab Firman.

Selaksa Luka AisyahDonde viven las historias. Descúbrelo ahora