19. Sakit

2 0 0
                                    

Rei segera kembali ke bar untuk mempersiapkan beberapa bahan. Mereka sedikir canggung karena kepergok Arion. Jingga bahkan sudah keluar dari dapur sebelum ada orang lain melihat. Gadis itu benar-benar malu sepertinya, karena dia terus menerus menunduk dan menyembunyikan wajahnya yang ternyata memerah sejak keluar dari dapur tadi.

Arion yang melihat itu, ingin sekali menggoda Jingga. Namun niatan itu ia urungkan karena tatapan tajam yang Rei tujukan padanya. Arion memilih kembali ke bar sebelum dia diamuk Rei karena menggoda Jingga dan malah tidak mengerjakan pekerjaannya.

"Ma-maaf Mas, aku nggak sengaja," ucap Jingga terbata karena masih merasa gugup sekaligus malu.

Rei tidak menjawab, dia hanya mengangguk karena lelaki itu juga masih merasa malu. Rei masih berusaha menetralkan degupan jantungnya yang menggila karena pelukan tadi.

"Wah, ada apa nih? Kok tatap-tatapan. Mana ini muka Jingga merah kayak tomat pula. Hayo... kalian abis ngapain?"

Riffa datang di saat yang tidak tepat. Tapi setidaknya dia tidak melihat kejadian sebelumnya, jadi Jingga dan Rei bisa bernapas lega. Jika tidak, bisa-bisa Rei akan mendapatkan sesi interograsi khusus dari kembarannya perihal kejadian hari ini.

"Bukan apa-apa. Kenapa baru datang? Aku kewalahan karna nggak ada kamu. Untung saja stok dessert masih ada." Rei memprotes kembarannya yang datang terlambat, padahal tadi Riffa bilang hanya akan mandi dan mengambil berkas saja. Tapi ternyata Riffa ada urusan lain dan terlambat datang ke kafe.

"Tadi diminta menghadap Ayah, karena kita nggak pulang semalam."

Rei mengangguk, dia sudah menduga mereka akan dipanggil sang Ayah akibat kelakuan mereka yang menginap di kafe. Tapi Rei tidak menyangka kalau hanya Riffa yang akan terkena teguran.

"Tolong kamu ambil alih semuanya, aku mau istirahat sebentar." Rei melepaskan apron yang dipakainya dan melemparkan apron itu pada Riffa. Lelaki itu berjalan pelan menaiki tangga menuju ruangan kembarannya itu.

Rei berniat tidur sebentar di sana, karena dia merasa kepalanya sedikit pening. Sepertinya itu adalah efek akibat Rei yang tidur hampir pagi.

Rei tertidur hingga lewat jam makan siang. Kepalanya berdenyut saat lelaki itu hendak duduk, sepertinya Rei jatuh sakit. Dengan susah payah Rei mengambil ponselnya di meja dan berniat menelpon Riffa. Tapi belum sempat Rei menekan tombol untuk memanggil Riffa sudah lebih dulu menelpon Rei. Ikatan batin anak kembar memang kuat.

"Halo," sapa Rei dengan suara serak.

"Kamu sakit? Kenapa nggak ngabarin. Sekarang diam di sana, aku bikinin sup ayam buat kamu." Riffa yang sudah menebak kalau kembarannya tidak baik-baik saja langsung mematikan panggilan begitu selesai memberikan titah untuk Rei.

Rei kembali merebahkan diri di sofa, dia berusaha memejamkan mata berharap pusing di kepalanya segera mereda. Tapi usahanya sia-sia, karena rasa itu tidak hilang malah semakin menjadi, ditambah lagi Rei merasa mual.

"Kenapa harus sakit disaat seperti ini, sungguh menyebalkan." Rei menggumam merutuki sakitnya yang datang dengan tiba-tiba.

Suara ketukan pintu terdengar, lelaki itu sama sekali tidak menghiraukan sampai Jingga berdiri di hadapannya.

"Mas Rei, bangun dulu. Makan terus minum obat." Jingga menggoyangkan lengan Rei pelan untuk membangunkan lelaki itu.

Rei menepis tangan Jingga dan berbalik membelakangi gadis itu. Saat ini Rei sedang tidak ingin diganggu. Dia hanya ingin tidur agar rasa pening yang mendera bisa segera hilang.

"Ih bagun dulu, Mas. Kata Pak Riffa saya harus mastiin Mas Rei makan dan minum obat. Soalnya Pak Riffa lagi sibuk ngurusin kafe." Jingga menarik paksa tangan Rei dan membuat lelaki itu mau tak mau duduk menyandar pada sofa. Karena mau memberontak pun, Rei sudah kehabisan tenaga.

"Nih, aaaa..." ucap Jingga sambil menyodorkan sesendok sup ayam di depan mulut Rei.

"Saya bisa makan sendiri." Rei berniat mengambil sendok yang dipegang Jingga tapi ditepis oleh gadis itu.

"Mas Rei diem, nurut sama aku."

Dengan enggan Rei membuka mulutnya dan menerima suapan sup ayam dari Jingga. Entah karena supnya yang terasa lumayan enak di lidah Rei atau karena disuapi Jingga, Rei menghabiskan hampir setengah mangkuk. Padahal biasanya saat sakit Rei sama sekali tidak mau makan.

"Saya kenyang," tolak Rei saat Jingga hendak kembali menyuapkan sesendok sup.

"Nih minum dulu, setelah itu minum obat dan istirahat." Jingga mengulurkan segelas air putih hangat dan satu kaplet obat pereda demam dan pusing untuk Rei.

"Nah, sekarang Mas Rei boleh tidur lagi," ucap Jingga sembari mendorong pelan Rei agar kembali tidur. Tidak lupa gadis itu menyelimuti Rei dengan selimut yang tanpa sengaja dia temukan di loker ruang ganti.

"Aku keluar dulu ya, Mas. Nanti aku kesini lagi buat cek suhu badannya Mas Rei."

Rei mengangguk dan langsung menarik selimut sampai menutupi wajahnya. Rei merasa sedikit gugup karena disuapi Jingga tadi. Bahkan jantung Rei masih saja berdebar sampai sekarang. Debaran halus yang membawa perasaan bahagia di dalamnya.

Baru saja Rei hendak memejamkan mata, Riffa datang dan langsung mengecek suhu badan adiknya. Untungnya suhu badan Rei sudah mulai turun berkat obat yang dia minum tadi.

"Kamu tidur aja, urusan dapur biar aku yang tanggung jawab, lagi pula ada Arion juga." Riffa berucap yakin sembari menggulung lengan bajunya.

Rei mengangguk, dia kembali memejamkan matanya. Rei berharap dengan tidur sebentar, tubuhnya akan kembali segar seperti sebelumnya. Setidaknya rasa pusingnya bisa sedikit berkurang.

Riffa bergegas turun karena jam pengunjung kafe sedang ramai dan dia hanya bisa menyelinap pergi sebentar saja sebelum harus kembali sibuk di dapur.

"Karena hari ini nggak ada Rei, saya minta Arion fokus sama bagian minuman. Nanti sebagian saya bantu setelah saya selesai mengurusi bagian makanan dan dessert." Riffa memberi intruksi pada Arion dan pegawai yang lain.

Arion dengan cekatan kembali ke posisinya dan bersiap. Lelaki itu terlihat bersemangat hari ini. Padahal biasanya dia paling sebal kalau sudah lewat jam makan siang. Karena pesanan akan menjadi sangat banyak dan merepotkan.

=====

Rhain
07-12-2023

Just for You [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang