15. Rahasia Rasa (2)

10 0 0
                                    

"Kamu ngapain masih diam disini?" Rei bertanya pada Jingga yang malah berdiri diam di dapur. Entah apa yang ada dipikiran gadis itu sekarang, karena hanya diam dengan pandangan kosong.

Jingga sama sekali tidak merespon pertanyaan Rei. Gadis itu benar-benar melamun dan tidak menyadari kedatangan Rei. Padahal Rei bediri tepat di hadapan Jingga.

Rei yang kesabarannya setipis tissu tentu saja geregetan dengan Jingga. Lelaki itu kembali menyentil dahi Jingga untuk menyadarkannya dari lamunan.

"Aduh!" Jingga mengusap-usap dahinya yang lagi-lagi kena sentil Rei. Sepertinya hari ini dahinya akan semakin merah karena Rei.

"Mas Rei! sakit tahu, ini dahiku makin merah jadinya," keluh Jingga masih mengusap dahinya yang memerah.

Kalau tidak ingat Rei atasannya dan juga janjinya pada Riffa, sepertinya Jingga sudah balas menyentil dahi Rei dengan keras. Tapi nyatanya Jingga hanya merengut sebal dan memilih untuk keluar dapur dan kembali bekerja. Walaupun sebenarnya pikiran Jingga sedang berkelana entah kemana akibat memikirkan ucapan Arun dan Arion.

"Kalau kerja itu fokus, nggak sambil bengong," tegur Rei karena Jingga hampir menabraknya. Sepertinya gadis itu tidak fokus bekerja.

"Ah, maaf Mas. Untuk nggak jadi tabrakan kita," ucap Jingga pelan.

"Makanya jangan kebanyakan ngelamun, bahaya."

Jingga mengangguk, dia menyadari kalau hari ini dirinya tidak fokus. Dia terlalu banyak melamun. Ucapan Riffa tempo hari dan juga ucapan Arun benar-benar mengganggunya, ditambah lagi ucapan Arion. Jingga benar-benar penasaran apa maksudnya.

"Pesanan meja tiga, caramel machiato, ice americano dan cheesee cake siap. Tolong diantar," seru Rei memberikan perintah.

Dengan sigap Jingga menghanpiri Rei dan mengambil alih pesnaan itu untuk segera diantarkan kepada pelanggan. Hari ini bisa dibilang kafe cukup ramai. Tapi untungnya masih bisa ditangani tanpa ada kendala sama sekali.

"Haah... akhirnya selesai juga," Jingga berseru sembari berjalan pelan ke ruang ganti karena sebentar lagi kafe tutup.

"Jingga mau saya bikinin makanan?" Riffa bertanya tiba-tiba saat Jingga keluar ruang ganti.

Jingga hampir saja berteriak kalau tidak segera menyadari bahwa yang mengahadangnya adalah Riffa. Lagi pula, sejak tadi Jingga tidak melihat atasannya itu, jadi wajar kalau Jingga terkejut dan hampir mengira itu Rei.

"Nggak usah Pak, sebentar lagi kan jam pulang," sahut Jingga menolak tawaran Riffa.

Bukan apa-apa, hanya saja tawaran Riffa cukup menyenangkan. Akhirnya Riffa tetap memasak makanan walaupun Jingga menolak. Setidaknya masih ada yang lainnya untuk memakanan makanan buatan Riffa.

"Pak Riffa hari ini kenapa sih? Aneh banget," gumam Jingga pelan sembari membantu Arun membereskan beberapa barang yang masih belum rapi.

Pekerjaan hari ini berjalan lancar dan selesai lebih cepat. Jingga bergegas mengambil laptopnya dan berniat untuk segera pulang

"Mas, aku duluan ya. Masih harus selesaiin revisi naskah juga."

Rei mengangguk kecil. Untuk hari ini dia tidak akan ikut-ikutan ide kembarannya yang tertolak oleh Jingga.

"Hati-hati pulangnya, maaf aku nggak bisa nganter. Mau ngecek stok kopi dulu," ujar Rei pelan tapi masih bisa didengar Jingga dengan sangat baik.

Jingga tersenyum senang, hari ini dia tidak perlu terlibat dengan atasannya itu. Tidak disaat dirinya bimbang karena semua fakta yang baru saja dia terima tadi. Rasanya Jingga benar-benar penasaran apa maksud ucapan Arion. Tetapi Jingga ragu untuk menebak-nebak maksud dari perkataan Arion.

Just for You [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang