6. Lunch Time

20 8 5
                                    

Rei sekarang lebih menjaga jarak dengan Jingga karena kejadian pagi tadi. Bukan tidak menyukai Jingga, hanya saja Rei tidak ingin Riffa semakin yakin dengan tebakannya. Karena sesungguhnya Rei juga masih ragu dengan perasaannya sendiri.

Rei tidak secepat itu menaruh hati pada Jingga, si pegawai baru. Tapi Rei juga tidak mengelak kalau dia tertarik pada gadis itu sejak pertemuan pertama. Walaupun Rei sangat tidak menyukai sikap Jingga yang ceroboh. Tetapi entah kenapa Rei bisa jatuh pada pesona Si pegawai baru. Bahkan Rei bisa merasa nyaman bekerja bersama Jingga walaupun sifat keduanya sedikit tidak cocok.

"Satu ice cappucino, satu affogato dan satu strawberry smoothies," ucap Jingga pada Rei dan Rion.

Keduanya mengangguk dan langsung fokus dengan pesanan yang mereka buat. Dengan cepat pesanan itu siap dan Jingga langsung membawanya ke pengunjung yang berada di lantai dua. Kerja sama mereka cukup baik hari ini dan tidak ada lagi keributan yang terjadi. Karena setelah di sidang oleh Riffa, Jingga dan Rei berusaha untuk fokus pada pekerjaan mereka dan bersikap profesional.

"Setelah ini jam makan siang, siap-siap," ujar Riffa yang sudah turun ke dapur untuk bersiap membuat dessert tambahan dan beberapa menu khusus hari ini. Kafe Serenity memang menyediakan menu khusus yang berganti setiap harinya dan Riffa yang akan bertanggung jawab bagian itu.

Tepat setelah Riffa berucap, kafe mulai ramai. Dimulai dari dua orang pengunjung dan beberapa lagi dibelakangnya. Mereka semua mengantri di depan kasir untuk memesan. Sekalipun ada waiter, tetapi pemesanan tetap di lakukan di kasir.

"Dua ice cappucino, dua cheese cake," seru Arun kepada Rei dan langsung dikerjakan tanpa banyak pertanyaan.

"Satu cookies oreo milkshake dan satu redvelvet cake," seru Jingga membantu Arun melayani pengunjung yang memesan.

Suara Arun, Jingga dan waiteress lain saling bersautan membacakan pesanan dari pengunjung. Sedangkan Rei, Riffa dan Rion dengan serius meracik minuman dan menyiapkan makanan yang dipesan. Dengan cekatan mereka melayani pengunjung dengan sangat baik. Sekalipun keadaan kafe siang itu cukup sibuk. Untungnya semua berjalan lancar sampai jam makan siang berakhir. Jingga juga bekerja sangat baik hari ini. Tidak ada sedikit pun kesalahan yang dia lakukan hari ini. Semuanya bekerja dengan sangat baik.

"Good job, terimakasih untuk hari ini." Riffa memuji timnya yang sudah bekerja dengan baik hari ini. Riffa beralih menatap Jingga, "Jingga boleh istirahat, jam kerja kamu hari ini udah selesai. Nanti sebelum kafe tutup kamu dan Rei boleh melakukan hukuman kalian."

Jingga mengangguk, dia bergegas ke ruang ganti dan beristirahat disana. Sebelum nantinya menjalankan hukuman bersama Rei. Jingga berniat untuk menyelesaikan naskahnya, tetapi malah tanpa sadar Jingga tidak sengaja tertidur sambil duduk bersandar pada salah satu kursi di ruang ganti.

"Lah tidur disini dia, pantas aja nggak muncul-muncul sejak tadi," gumam Rei yang kebetulan masuk ke ruang ganti untuk mengambil ponsel di lokernya.

Dengan iseng Rei memotret Jingga yang terlelap. Menyimpan foto itu dalam galerinya dengan nama khusus. Rei berpikir, foto itu nantinya bisa dia gunakan untuk sedikit mengancam Jingga bila gadis itu berulah. Tapi sepertinya itu hanya niatan saja, karena kenyataannya Rei justru kembali memotret Jingga sambil tersenyum senang. Mungkin setelah ini, memotret Jingga akan menjadi kebiasaan baru Rei.

"Lucu juga ternyata dia, tapi bisa ngeselin banget kalau udah buka mulut saking cerewetnya." Monolog Rei yang masih setia memandangi Jingga yang masih terlelap. Sepertinya Rei mulai jatuh hati pada paras manis milik Jingga.

Rei berdiri tergesa setelah menyadari pergerakan Jingga. Lelaki itu sebisa mungkin menyembunyikan kepanikannya dan berusaha mengontrol ekspresinya agar Jingga tidak curiga.

"Bangun! Setelah ini kita masih harus kerja lagi. Inget, kamu masih dalam masa hukuman," titah Rei sok galak, menyembunyikan kepanikannya karena nyaris ketahuan oleh Jingga.

"I-iya, saya cuci muka dulu." Jingga mengucek matanya pelan dan beranjak untuk mencuci muka di wastafel yang ada di samping loker.

Gemes banget sih kamu, kalau kayak gini bisa-bisa aku beneran naksir sama Jingga, batin Rei meronta karena melihat kegemasan Jingga yang baru bangun tidur. Kalau tidak ingat masih di kafe, mungkin Rei akan mencubit pipi Jingga karena terlalu gemas.

"Mas Rei kenapa? Kok senyum-senyum sendiri?" Jingga yang baru kembali setelah mencuci muka menatap Rei heran, karena atasannya itu tersenyum sendiri sejak tadi.

Rei menengok kaget, karena Jingga sudah berdiri di sampingnya. Lelaki itu nyaris memaki, tapi untungnya Rei bisa mengendalikan mulutnya agar tetap diam.

"Tadi senyum-senyum, sekarang malah diam kayak patung. Dasar aneh, untung atasanku."

"Apa kamu bilang?"

Gurutuan Jingga ternyata masih bisa didengar Rei. Cepat-cepat Jingga mengelak sebelum Rei marah lagi dan mereka kembali membuat kaributan.

"Nggak, Mas. Bukan apa-apa. Aku duluan." Jingga langsung keluar ruang ganti sebelum Rei kembali bertanya macam-macam. Gadis itu berniat menghindari Rei sementara, sampai nanti akan kembali bertemu ketika melaksanakan hukuman dari Riffa.

"Kamu kenapa Jingga?" Riffa bertanya heran melihat Jingga berjalan cepat dari arah ruang ganti.

Jingga hanya menggeleng pelan, dia tidak berniat menjawab pertanyaan Riffa. Karena yang ada dipikirannya sekarang adalah naskah yang ada di penyimpanan laptopnya.

"Pak, saya numpang ngetik di lantai dua boleh?" Dengan ragu Jingga meminta izin pada atasannya.

"Di ruangan saya aja, daripada di lantai dua nanti kamu terganggu pengunjung." Riffa malah menawari Jingga untuk memakai ruangannya agar gadis itu tidak terganggu.

Jingga masih diam di tempatnya berdiri. Dia ragu mau mengiyakan tawaran Riffa, karena Jingga merasa terlalu sungkan. Padahal Riffa sendiri yang menawarkan dan memang seperti itulah Riffa.

"Udah sana ke ruangan Pak Riffa, udah ditawarin itu." Arun mendorong Jingga untuk naik ke ruangan Riffa.

"Yuk saya anter," ucap Riffa sambil menarik pelan tangan Jingga untuk mengikutinya.

Rei yang baru keluar dari dapur hanya bisa tersenyum tipis melihat Jingga yang digandeng Riffa. Entah kenapa, dalam hati Rei ada sedikit perasaan tidak rela melihat Riffa memperlakukan Jingga seperti itu.

"Mbak, tolong anterin ini buat Jingga. Dia belum sempet makan siang tadi, biar sementara ngemil ini dulu." Rei menyodorkan nampan berisi hot latte dan strawberry shortcake pada Arun.

Arun menatap Rei bingung, tidak biasanya Rei bersikap seperti ini, memanjakan pegawainya. Biasanya Rei akan bersikap adil dan membiarkan pegawainya mandiri. Bukan melayani mereka seperti ini.

"Kenapa mbak?" tanya Rei tanpa beban menyadari Arun terus menatapnya.

"Aneh, biasanya mana mau kamu bikinin kayak gini buat rekan kerja. Bahkan kembaranmu sendiri aja nggak pernah tuh kamu layani kayak gini."

"Udah sih, tinggal anter aja kebanyakan tanya." Rei mendorong Arun agar segera mengantarkan makanan itu pada Jingga.

"Minta tolong tuh yang sopan," Riffa yang baru turun kembali menyentil dahi Rei setelah melihat kelakuan kembarannya itu.

Rei menatap kesal kembarannya, bisa-bisanya Riffa masih memperlakukannya seperti anak kecil. Kalau tidak ingat tempat, sepertinya Rei akan membalas perbuatan Riffa.

"Titip kafe, aku mau ketemu Ayah sebentar." Rei masih tetap diam sampai Riffa benar-benar pergi. Sepertinya Rei sangat kesal dengan kembarannya itu.

========

Akhirnya ya Rei sama Jingga bisa kerjasama tanpa ribut
Kira-kira gimana nanti kalau mereka melakukan hukuman ya?

Rhain
25-11-2023

Just for You [TERBIT]Where stories live. Discover now