11. Berdua

8 2 0
                                    

Interaksi Jingga dan Rei terlihat semakin akrab. Bahkan sekarang Jingga tidak segan-segan membalas bila Rei mengusilinya. Seperti hari ini, disela-sela pekerjaan mereka, Rei masih sempat menganggu Jingga yang sedang mengetik naskah dilaptopnya.

"Iih, Mas Rei usil banget sih. Ini kalau naskahku sampai hilang, aku bisa kena amuk Mbak Lana nanti," omel Jingga sambil berusaha memukul Rei dengan benda yang ada didekatnya.

"Salah sendiri masih jam kerja malah buka laptop. Sekarang tuh masih jam kerja kafe, jadi patuhi aturan." Rei berucap dengan nada tegas yang langsung membuat Jingga mengurungkan niatnya.

Jingga menunduk, merasa bersalah karena melanggar aturan. Walaupun sebenarnya baik Rei maupun Riffa sebenarnya tidak terlalu mempermasalahkan hal itu. Hanya saja kali ini Rei sedang ingin sedikit menggoda Jingga.

"Kamu tuh, udah dibilang jangan galak-galak sama Jingga." Riffa memukul pelan punggung Rei dan beralih menatap Jingga yang masih menunduk, "Nggak apa-apa Jingga, Rei itu sengaja usilin kamu. Lagi pula kan jam kerja kamu juga udah selesai," lanjutnya.

Jingga mendelik kesal mendengar Rei tertawa. Lelaki itu merasa puas berhasil menjahili Jingga. Kalau saja tidak ada Riffa, mungkin Jingga akan benar-benar memukul Rei dengan novel yang sedang dia pegang sekarang. Tapi berhubung ada Riffa, makanya Jingga hanya diam saja demi untuk menjaga image-nya agar tetap terlihat kalem di mata Riffa.

"Ih, Mas Rei ngeselin. Udah ah, aku mau beberes terus pulang aja. Daripada disini cuma diusilin mulu sama Mas Rei."

Jingga berjalan sambil menghentakkan kakinya karena kesal. Rei dan Riffa hanya tersenyum melihat tingkah Jingga itu. Terkadang Jingga memang akan terlihat kekanakan seperti sekarang ini. Tapi tidak jarang pula dia akan terlihat lebih dewasa ketimbang Arun. Bisa dibilang, Jingga itu pintar beradaptasi dan menyesuaikan diri.

"Kalau suka itu dideketin, bukannya malah diusilin kayak gitu. Nanti dianya malah kabur." Riffa tiba-tiba berucap tanpa konteks.

"Apaan? Siapa juga yang suka." Rei  masih saja mengelak dan denial dengan perasaannya sendiri.

"Diambil orang tahu rasa nanti," seru Riffa sebelum pergi.

"Bukan diambil orang, tapi nggak akan pernah bisa teraih. Karena dia sukanya sama kamu, Riffa," bisik Rei nelangsa, teringat percakapan yang tanpa sengaja dia dengar beberapa hari lalu.

"Beneran mau langsung pulang?" Rei bertanya ketika Jingga melewatinya dengan menenteng laptop dan novel ditangannya.

Jingga mengangguk dan menjawab dengan nada yang masih kesal, "Iya! Disini diganggu Mas Rei mulu, yang ada kerjaanku nggak akan selesai nanti. Mana udah ditagih Mbak Lana juga," ucapnya tanpa sadar mengomel di hadapan Rei.

"Ssutt, diam!"

Rei menjepit bibir Jingga dengan tangannya dan membuat gadis itu seketika terdiam dengan mata yang membelalak kaget. Jingga tidak menyangka Rei akan melakukan itu.

"Pantesan dipanggilin nggak nyahut. Lagi berduaan ternyata. Ya sudah silakan dilanjut."

Mendengar suara Arion, refleks Rei menarik tangannya. Rei terlihat seperti baru saja kepergok melakukan hal yang tidak senonoh, begitu juga dengan Jingga. Keduanya terlihat salah tingkah dan sedikit panik.

"Kamu tuh, nggak usah iseng. Dihukum Rei tahu rasa kamu," omel Arun meperingatkan Arion.

Rei menyerigai, dalam benaknya terlintas ide untuk sedikit memberi pelajaran pada Arion karena sudah menganggunya. Rei berniat menghukum sekaligus mengerjai patnernya itu. Rei akan sedikit memanfaatkan kekuasaannya untuk keuntungannya sendiri hari ini.

Just for You [TERBIT]Where stories live. Discover now