1. Ide Aneh Jingga

59 21 4
                                    

Niat awal Jingga ke Kafe Serenity untuk menyelesaikan tulisannya karena sudah ditagih oleh editor. Tapi sepertinya tujuannya berubah ketika tanpa sengaja melihat brosur didekat kasir. Seketika terbesit ide aneh dalam pikirannya.

Jingga memang sudah sering mengunjungi kafe ini, jadi jangan heran kalau beberapa pegawai sudah akrab dengannya. Salah satunya kasir kafe yang bernama Arunika, tapi Jingga lebih suka memanggilnya Mbak Arun.

"Mbak, aku pesen Caramel Machiato sama tambahan cheese cake."

Arun ikut menyebutkan pesanan Jingga. Iya, saking seringnya Jingga mengunjungi kafe ini, Arun sampai hafal pesanan satu pelanggannya itu.

"Duduk tempat biasa kan?"

Jingga mengangguk sambil menyerahkan beberapa lembar uang untuk membayar pesanannya.

"Mbak, ini lagi nyari pegawai baru?" Jingga bertanya penasaran ketika dia mengambil pesanannya di meja kasir. Jingga memang terbiasa melakukan itu walaupun di kafe ini pengunjung dilayani oleh waiter.

"Iya, cafe makin rame soalnya. Gara-gara kamu juga sih kayaknya."

Jingga mendelik mendengar ucapan Arun. Bagaimana bisa itu karena dirinya. Tapi kafe ini memang sangat cantik dan cocok untuk tempat nongkrong atau mengerjakan tugas karena suasananya yang tenang dan nyaman.

"Bercanda, emang mau cari pegawai karena owner-nya mau ikut turun tangan. Jadi buat antisipasi sebelum nantinya kafe semakin rame makanya cari pegawai tambahan," ujar Arun menjelaskan.

"I see, itu part time doang mbak?"

Mbak Arun mengangguk sambil tetap fokus memproses pembayaran Jingga dan tiba-tiba bertanya iseng, "Kamu berminat? Coba aja kalau mau," katanya.

Jingga hanya tersenyum seadanya, karena sejujurnya dia bingung harus bereaksi seperti apa setelah mendengar candaan Mbak Arun. Tapi dalam benaknya memang terbesit untuk mencoba mendaftar.

"Yang bener aja mbak, aku mana bisa kerja di kafe. Aku kan jarang interaksi sama orang lain."

"Kan siapa tahu kamu berminat gitu," ujar Mbak Arun sambil menyerahkan nampan bersisi pesanan Jingga.

Jingga hanya menggeleng dan tersenyum tipis. Mana mungkin dia menjadi pelayan kafe, sedangkan royalti yang dia dapatkan dari menulis sudah lebih dari cukup untuk kesehariannya selama ini.

"Eh, tapi mana mungkin kamu berminat. Kan kerjaan kamu yang sekarang aja udah bagus," ujar Arun dengan suara lirih yang masih bisa didengar Jingga.

Jingga hanya tersenyum dan berbalik untuk kembali ke tempat duduknya. Dia masih harus menyelesaikan naskahnya sebelum ditagih lagi oleh editor.

Lonceng kafe berbunyi, menandakan ada pengunjung yang memasuki kafe. Secara reflek Jingga menengok ke arah pintu dan tanpa sengaja bertemu pandang dengan seorang pemuda yang baru saja memasuki kafe.

Cakep banget tuh cowok, lumayan nih kalau bisa kenalan. Siapa tahu bisa jadi teman, batin Jingga sambil tersenyum sendiri.

"Eh Pak Riffa, selamat datang. Kenapa nggak kabarin saya Pak, kalau mau datang. Tahu gitu tadi saya bereskan ruangan atas."

"Kan udah saya bilang, jangan panggil Pak, saya belum setua itu. Lagi pula, saya seumuran sama Mbak Arun."

Samar-samar, Jingga bisa mendengar percakapan antara Arun dan lelaki yang tadi memasuki kafe. Dari percakapan itu, Jingga tahu kalau lelaki yang dia lihat adalah pemilik Kafe Serenity.

"Tapi tetap saja, Pak Riffa atasan saya."

"Ya sudahlah, terserah Mbak Arun saja. Padahal kalau sama Rei bisa kayak sama temennya, tapi sama saya jadi formal sekali." Setelah berucap seperti itu, lelaki yang bernama Riffa itu naik ke lantai atas.

Just for You [TERBIT]Where stories live. Discover now