7. Hukuman

14 6 1
                                    

Tepat jam delapan malam Kafe Serenity tutup. Satu persatu pegawai kafe pulang, termasuk Arun dan Arion. Keduanya langsung berpamitan setelah selesai membereskan pekerjaannya.

"Kita duluan ya, Jingga semangat bantuin Rei beresin dapur dan bar," kata Arun menyemangati Jingga.

"Boss jangan galak-galak sama Jingga. Kasihan dia, hari pertama udah kena amuk," kata Arion memberi saran pada Rei yang sebenarnya percuma. Karena Rei tidak akan mendengarkan.

"Sana pulang. Kalau kalian nggak buru-buru pulang, saya sama Jingga nggak akan bisa kerjain hukuman. Jadi makin malam kita pulangnya." Rei mengusir Arion dan Arunika agar cepat pulang dengan alasan agar dia bisa segera menyelesaikan hukuman dari Riffa. Padahal sebenarnya dia hanya tidak ingin Arion berbicara macam-macam.

Kini tinggal Jingga dan Rei yang tersisa di kafe. Keduanya bergegas melakukan pekerjaan tambahan yang diberikan Riffa sebagai hukuman. Dengan cekatan Jingga membereskan bagian dapur dan Rei mengurus wilayahnya.

"Butuh bantuan?" tawar Jingga ketika melihat Rei kesulitan memeras kain untuk mengelap meja bar, karena perbannya tidak boleh basah. Bisa-bisa Rei akan kena amuk Riffa ketika di rumah nantinya.

Rei tidak menjawab, dia hanya tetap diam dan membiarkan Jingga mengambil alih lap yang dia pegang dengan tangan kiri tadi. Rei sama sekali tidak melarang atau pun memerintah Jingga. Dia hanya mengamati Jingga yang telaten membersihkan area bagiannya. Entah sejak kapan, menatap Jingga menjadi kebiasaan Rei.

"Akhirnya selesai juga," seru Jingga merasa senang karena pekerjaannya hari ini berjalan lancar tanpa ada kesalahan.

"Eh, kenapa Mas?" tanya Jingga heran setelah menyadari kalau Rei menatapnya sejak tadi.

"Bukan apa-apa, sana beresin lapnya. Biar kamu bisa segera pulang. Nggak baik cewek pulang terlalu malam." Rei mengalihkan pandangannya kearah lain, dia sedikit malu karena kepergok  memandangi Jingga.

"Kalian belum pulang?" tanya Riffa tiba-tiba, ternyata Riffa kembali lagi ke kafe. Apa mungkin dia sengaja mau menunggu Jingga dan Rei.

"Baru juga beres ini hukuman. Mau istirahat dulu," ujar Rei sembari bersiap merebahkan diri disalah satu sofa kafe.

"Rei! Kamu tadi siang nggak ganti perban?" tanya Riffa melihat perban Rei yang sudah kotor dan sedikit basah karena air.

Rei menggeleng pelan, dia mana kepikiran mengganti perban disaat kerjaannya saja sangat padat. Hari ini memang sangat banyak pesanan yang masuk hingga membuat Rei dan Arion tidak memiliki waktu untuk beristirahat barang sebentar. Bahkan Riffa sampai ikut turun tangan mengurusi bagian bar karena Rei sedikit kewalahan. Padahal biasanya Riffa hanya akan fokus pada dessert dan menu utama kafe.

"Itu, tangannya Mas Rei kenapa?" tanya Jingga hati-hati, dia sebenarnya sudah penasaran sejak kemarin. Tapi Jingga tidak berani bertanya karena selain takut dia juga tidak ingin membuat keributan lagi nantinya.

Jingga tiba-tiba teringat kejadian kemarin ketika dia dan Rei berdebat. Sepertinya Jingga mengingat sesuatu,  dia sama sekali tidak terkena latte panas ketika tanpa sengaja menabrak Rei. Itu artinya luka Rei kemungkinan karena dia menolong Jingga, dengan menjadikan tangannya tameng agar Jingga tidak terkena latte itu.

Bodoh sekali kamu, Jingga. Bisa-bisanya nggak sadar bikin orang lain luka, batin Jingga merutuki kebodohannya sendiri.

"Bukan apa-apa, kamu nggak perlu tahu. Lagi pula, ini udah malam. Kamu nggak mau pulang, ini udah hampir jam sembilan malem." Rei mengingatkan Jingga sembari melirik jam dinding dan sepertinya berhasil. Karena kini fokus Jingga bukan lagi pada luka di tangan Rei, jadi Rei tidak perlu khawatir Jingga akan bertanya macam-macam lagi.

Riffa meggulurkan tangganya, bermaksud untuk mengganti perban Rei. Tapi Rei yang berniat untuk tidur memilih menepis tangan Riffa. Dia tidak ingin diganggu. Untuk sekarang Rei hanya ingin tidur walaupun cuma sebentar.

"Sebentar ya, Jingga. Saya obati Rei dulu, setelah itu saya antar kamu pulang," ucap Riffa sambil menarik tangan Rei dengan sedikit paksaan. Karena kalau tidak seperti itu, Rei akan tetap tertidur tanpa mengindahkan perintah Riffa.

"Nggak perlu, Pak. Saya naik ojek online saja," tolak Jingga secara halus, dia tidak enak hati merepotkan atasannya itu. Cukup kemarin dia merepotkan Riffa karena membuat keributan dengan Rei. Untuk selanjutnya Jingga tidak boleh lagi merepotkan Riffa.

"Saya bukan menawari, tapi saya memberitahu kamu. Jadi tidak ada penolakan karena saya tidak terima itu." Riffa berujar sambil dengan telaten mengganti perban di tangan Rei .

"Ta-tapi Pak, Mas Rei ditinggal?" Jingga berucap terbata karena gugup sebab Riffa tiba-tiba menggenggam tangannya dan menarik pelan agar dirinya berjalan dibelakang Riffa.

Kalau saja Jingga tidak bisa mengendalikan diri, sepertinya gadis itu sudah kegirangan karena digandeng Riffa. Karena mau mengelak seperti apa pun, nyatanya Jingga memang tertarik dengan atasannya itu. Bahkan sekarang tampak rona merah dipipi Jingga. Gadis itu benar-benar jatuh pada pesona Riffa hari ini.

"Nggak apa-apa, nanti saya balik kesini lagi buat jemput Rei dan mengunci pintu. Lagi pula, Rei masih tidur dan dia tidak semudah itu dibagunkan," ujar Riffa sembari mengembalikan kotak P3K ke tempatnya dengan tangan Jingga yang masih dalam genggaman. Riffa sama sekali tidak berniat melepaskan genggaman tangan itu.

Riffa baru melepaskan genggamannya setelah Jingga masuk mobil. Lelaki itu juga langsung duduk di kursi kemudi dan melajukan mobilnya menjauh dari kafe. Mengikuti arah yang diberitahukan Jingga untuk mengantar gadis itu pulang.

Sepanjang perjalanan pulang sampai rumahnya, Jingga sama sekali tidak berbicara sepatah kata pun. Dia terlalu gugup duduk di samping Riffa. Degup jantungnya terlalu cepat, bahkan mungkin Riffa akan mendengarnya bila lelaki itu mendekat pada Jingga.

Begitu sampai, Jingga langsung mengucapkan terimakasih dan tetap menundukkan kepalanya, menyembunyikan rona merah yang mulai terlihat di pipinya, "Terima kasih Pak, maaf merepotkan."

"Sama sekali tidak merepotkan, lagi pula kamu pulang malam juga karena hukuman yang saya berikan. Jadi sebagai atasan yang baik, saya hanya berusaha bertanggung jawab dengan pagawai saya," ujar Riffa yang sepertinya merasa tidak enak karena memberikan hukuman seperti ini pada Jingga.

"Sekali lagi terima kasih, Pak. Hati-hati pulangnya! Kalau sudah sampai kabari saya." Jingga langsung menutup mulutnya tatkala menyadari kalimat terakhir yang dia ucapkan, sungguh memalukan.

Dengan panik gadis itu meminta maaf pada Riffa, "Ma-maaf Pak, maksud saya bukan gitu. Jingga, jingga, kebiasaan ih mulutnya!" ucapnya sembari menunduk menyembunyikan wajahnya karena merasa malu.

Riffa hanya tersenyum dan langsung melajukan mobilnya menuju kafe. Karena Rei sudah menunggu sejak tadi. Mungkin lain kali Riffa akan membahas soal ucapan Jingga tadi bila ada waktu senggang saat di kafe.

"Jingga manis juga ternyata," gumam Riffa teringat dengan senyum manis Jingga ketika mengucapkan terimakasih. Apalagi saat panik karena salah berbicara tadi, sangat lucu.

==========

Kok kayaknya si kembar tertarik sama Jingga nih
Kira-kira Jingga milih siapa ya?

Rhain
25-11-2023

Just for You [TERBIT]Where stories live. Discover now