"Mama yakin kok, kalo itu bukan anak kamu, Lan." Resha mengusap rambut putranya dengan sayang.

Erlan tersenyum tipis, tekadnya semakin kuat untuk membenarkan semua masalah yang terjadi.

Di sana Arhan terus saja membahas soal pernikahannya sama Syela yang bahkan tidak ia dengarkan sekalipun.

"Erlan mau nunjukin sesuatu sama kalian semua." Erlan angkat biacara memotong ucapan Papanya, kemudian meminta sahabat sahabatnya untuk masuk ke ruangan yang sekarang di tempati sebagai tempat meeting.

"Permisi om, tan, semuanya."

Devan, Faldo, dan Mahen masuk membawa laptop dan proyektor, membuat semuanya bingung.

"Ada apa ini? Kalian berani sekali masuk tanpa se-izin saya!" tegur Arhan.

"Udah di izinin sama Erlan om, dia yang minta kami masuk, jadi sama aja kan? Rumah om rumah anak om juga," jawab Devan dengan entengnya.

"Ada apa ini Erlan!" Arhan beralih menatap putranya.

"Papa liat aja." Erlan menyadarkan punggungnya pada sofa sambil bersidekap dada, bersiap menerima kebenaran.

Menayangkan salah satu flashdisk yang terpasang di laptop ke layar putih besar hingga video itu terlihat oleh semua orang.

Syela membulatkan matanya tidak percaya, di dalam video itu ada dirinya bersama Shiena dan Diva, terlebih lagi laki laki yang tiba tiba menggodanya.

"Eitss! Lo mau ngapain!" Devan menahan Syela yang hendak mencabut paksa flashdisk dari laptop itu.

"Itu gak bener! Itu pasti editan kan?!" tuduhnya.

"Ya lo liat aja sendiri, siapa yang salah, siapa yang benar disini," balas Devan.

Melihat papa, tante Resha dan om Arhan yang begitu fokus melihat tayangan video cctv tersebut Syela jadi merasa takut, nyawanya terancam saat ini juga.

Prok! Prok! Prok!

Erlan bertepuk tangan dengan puas."Udah jelas kan? Siapa yang salah disini?"

Dan Ander tampak kecewa kepada Syela. "Syela! Apa benar seperti itu kejadiannya? Dan bukan Erlan yang salah! Tapi laki laki lain? Iya?!"

"A-aku gak tau, Pa! Udah jelas jelas Erlan kok yang ngelakuin itu! Papa gak bisa percaya gitu aja dong sama video gak jelas yang di tunjukin sama mereka! Itu pasti settingan! Percaya deh sama aku!"

"Tan! Om!" Syela menatap penuh kekhawatiran pada Resha dan Arhan. "Jangan percaya! Aku mohon! Itu pasti settingan! Erlan cuma mau lari dari tanggung jawab! Makanya bikin video kayak gitu!"

Resha yang sudah malas menanggapi pun menjawab. "Saya lebih percaya anak saya maling motor orang daripada percaya menghamili kamu, Syela!"

"Setelah melihat video ini saya jadi sadar, lebih baik saya kehilangan lima pulug persen keuntungan perusahaan daripada harus percaya sama orang yang sudah memfitnah anak saya!" ucap Arhan.

Syela menggeleng. "Enggak! Jangan kayak gini om! Tan! Aku harus tetap nikah sama Erlan kan? Iya kan? Erlan harus tanggung jawab atas anak ini! Aku gak mau besarin anak ini kalo bukan Erlan yang tanggung jawab! Pliiss!"

"Ya lo miikirlah anjir! Mana mau Erlan tanggung jawab kalo anak itu aja bukan anak dia!" tambah Devan.

"Papa benar benar kecewa sama kamu, Syela! Papa malu punya anak kayak kamu! Papa malu sama om Arhan dan tante Resha! Papa malu Syela!"

"No! Papa jangan kayak gini pah! Papa sendiri kan yang mau Syela nikah sama Erlan? Iya kan? Seharusnya Papa bisa meyankinkan semuanya Pa!"

"Iya Syela! Papa memang ingin melihat kamu sama Erlan nikah! Tapi tidak seperti ini caranya! Papa pikir anak itu memang anak Erlan! Makanya papa mewanti wanti sekali pernikahan ini terjadi! Tapi ternyata semuanya salah! Papa salah meng-iyakan keinginan kamu yang mau dekat lagi sama Erlan dan malah berakhir gini!"

Syela semakin di buat bingung harus berbuat apa, satu satunya harapan harus sirna, anak ini nyatanya bukan anak dari laki laki yang di idam idamkannya. "Mau gimana pun juga aku mau pernikahan ini tetap terjadi, Pa! Kalo enggak! Biar aku yang bunuh diri! Supaya Erlan sadar! Kalo cinta aku gak main main buat dia!"

Brak!

Erlan menggebrak meja."Lo apa apaan hah? Dengan lo bunuh diri lo mau bikin gue bersalah lagi? Iya!?"

Ikut tersulut emosi, dengan air mata yang mengalir Syela berani menghadapi Erlan. "IYA LAN! IYA! AKU MAU KAMU MERASA BERSALAH KALO AKU MATI! AKU GAK RELA KALO ANIN BISA HIDUP BAHAGIA SAMA KAMU! KALO PUN AKU MATI DAN KAMU DI PENJARA! AKU BISA PASTIKAN KALO ANIN GAK AKAN BISA BESARIN ANAKNYA BARENG KAMU!"

"Anak?" tanya Arhan.

Sial. Syela ceroboh, merutuki dirinya sendiri, seharusnya ia tidak bicara kalo Anin sedang hamil, bisa bisa semua berada di pihak Anin.

"Anin lagi hamil, Lan?" tanya Resha.

"Iya, Ma! Anin lagi hamil dan dia baru bilang. Selama ini Anin selalu menyembunyikan semuanya dari kita, Ma! Dan itu karena, Syela! Gara gara dia tau Syela hamil anak Erlan, Anin jadi gak mau terbuka sama kita!" jelasnya.

"Ya ampun Anin..... kasihan sekali kamu nak." Resha menyentuh dadanya merasa sakit.

"Jadi siapa ayah dari anak yang kamu kandung itu, Syela?" tanya Ander.

"Raksan om, dia yang selama ini suka istri saya, dia ngelakuin itu karena mau membuat rumah tangga saya hancur!"

Ander memijat kepalanya pusing."Saya bingung Lan, saya harus gimana?"

"Bawa anak kamu jauh jauh dari sini, Der! Saya sudah kecewa sama Syela! Saya ikhlas kalo harus kehilangan keuntungan perusahaan dari kamu! Saya rela Der! Saya cuma mau kebahagian anak dan mantu saya kembali kaya dulu lagi!"

"Om..... Aku mohon.... Aku masih mau disini... aku mau sama Erlan terus om...." Syela bersimpuh di kaki Arhan.

"Tidak Syela! Saya terlanjur kecewa sama kamu! Saya sudah salah menganggap kamu orang baik selama ini! Nyatanya kehadiran kamu berpengaruh buruk pada rumah tangga anak saya! Seharusnya kamu yang pergi dari hidup anak saya! Bukan Anin!"

Ander meminta Syela untuk berdiri. "Jangan kaya gini, kamu masih punya harga diri Syela!"

"Enggak, Pa! Aku mau bujuk om Arhan! Aku masih mau nikah sama Erlan!" Syela tetap pada pendiriannya.

"Sudah jelas bukan Erlan yang ngelakuin itu, Syela! Kamu harus sadar! Cari laki laki yang sudah tega berbuat tapi tidak bertanggungjawab itu! Akan Papa cari sampai dapat! Tapi kamu harus relain Erlan! Dia masih punya Anin! Erlan lebih layak jadi milik Anin! Bukan kamu!"

"ENGGAK PA! ENGGAK! AKU MAU NYA ERLAN PA! ERLAN HARUS JADI MILIK AKU ARGHHH!" Syela mengacak rambutnya prustasi seperti orang gila.

"Menurut gue sih ini jiwa nya udah kena," monolog Faldo.

"Biar gue telpon rumah sakit jiwa deh." Mahen membuka handphonenya, menelpon rumah sakit yang layak untuk Syela tempati.

ERLANGGA | ENDWhere stories live. Discover now