29. Belum Membaik

39.6K 1.2K 14
                                    

'Never mind forget it' - Anindiya Aletta

- 𝐇𝐚𝐩𝐩𝐲 𝐑𝐞𝐚𝐝𝐢𝐧𝐠 シ︎


"Kamu mau kemana sih!" Syela menahan tangannya. "Kamu tega ya ninggalin aku sendiri disini?"

Melihat situasi sekitar, dimana kerumunan menghadang mereka berdua, semua orang yang ada disana melempar pertanyaan pertanyaan tidak jelas perihal berita minggu lalu, sudah seperti wartawan saja.

"Kak Erlan gimana nih sekarang? Apa kalian beneran balikan?"

"Keliatan mesrah banget di foto itu sumpah! Sabi kali bagi tutor!"

"Lolololo gak bahaya tah?"

"Pasti sering nge-club bareng ya kak? Keren abiesssss!"

"Saya sudah mencobanya dan hasil nya luar biasa!"

"Kapan kapan boleh kali bagi bukti tunangan!"

"Ayo dong brooo cerita! Gimana bisa kalian gituan?"

Sedangkan Syela tersenyum puas mendapati komentar seperti itu, dimana rencana kali ini berhasil.

"Ribut bener lo pada kaya kaleng rombeng! Emak lo nohh nyariin," sahut Faldo menanggapi.

"Tau! Bukannya belajar yang bener buat ngebanggaain orang tua malah sibuk ngurusin hidup orang! Mending cabut aja sono!" usir Devan karena sudah muak dengan cibiran para human.

"Wajar mereka kayak gini, karena kapten kita kalo lagi setres bukannya masuk RSJ tapi malah berulah sama mantannya!" setelah berkata Mahen berlalu dari sana, sudah tidak sabar ingin bertemu dengan Lexa.

"Udah ah yuk cabut!" Devan dan Faldo pun ikut pergi dari sana.

Kemudian Erlan merasakan seseorang menepuk pundaknya. "Bro! Secepatnya lo temuin Anin! Dia pasti nunggu lo!"

Di taman belakang sekolah.

"Udah Nin, lo jangan tangisin dia terus! dia aja gak peduli sama lo!" Lexa mengusap punggung belakang sahabatnya yang bergetar.

Anin masih saja menangis, entah kenapa akhir akhir ini moodnya gampang berubah intens. Menangisi segala hal yang terjadi, Anin tidak peduli di cap perempuan menye menye, lemah, sok sedih.

"Gue harus gimana Sa?" lirih Anin.

"Lupain tu cowok! Jangan lo inget inget lagi! Kalo memang masih peduli pasti suami lo bakal balik dengan sendirinya, jadi lo jangan takut!" peringat Lexa.

Spontan Anin menggeleng. "Enggak Sa, gue gak bisa..."

"Siapa bilang lo gak bisa hah? Lo bisa Nin! Lo bisa kok tanpa dia, lo harus bisa berdiri di kaki lo sendiri! Tunjukin ke dia! kalo lo tanpa dia lo baik baik aja! Ngerti?" ucap Lexa.

Anin mengangguk, apa kata Lexa ada benarnya juga. Untuk apa menangisi pria pulu pulu seperti Erlan.

"Udah ya jangan sedih sedih lagi, gue tau lo bisa! Anggap aja semua masalah yang terjadi di rumah tangga kalian itu cuma angin yang berlalu, gak lama lagi pasti kalian baik baik aja Nin! Gue yakin itu!" Lexa memeluk Anin.

"Makasih Sa...." ucap Anin.

"Sama sama Nin, intinya lo jangan sungkan buat cerita sama gue, gue pasti dengerin semua keluh kesah lo kok."

Dari kejauhan Mahen menyaksikan interaksi Lexa dan Anin dimana layaknya seorang sahabat yang saling menguatkan, bibirnya terukir membentuk senyuman merasa bangga pada Lexa.

°°°°

Sepulang sekolah pukul 18.00 Anin baru saja menginjakkan kakinya di teras rumah, tubuhnya sudah sangat lelah, karena ia pulang dengan jalan kaki sekitar satu kilo dari sekolah.

"Awsss...." Anin memegangi perutnya yang terasa nyeri, dari pagi tadi belum ada makanan yang masuk kedalam perutnya.

Dari lantai dua Agres dapat melihat Anin yang baru memasuki area rumah, segera ia turun menghampiri sepupunya itu. Khawatir, itu yang di rasakan Agres, Agres sudah menganggap Anin sebagai adik kandungnya sendiri.

"Anin! Kenapa jam segini lo baru pulang?" Agres memapah Anin untuk duduk di kursi teras depan rumah.

"Gue ambilin lo teh sama makanan bentar." Agres kembali masuk kedalam untuk mengambil sesuatu.

Tak lama Agres kembali dan ikut duduk di sebrangnya. "Kenapa lo gak bilang kalo pagi tadi lo gak mau sarapan Nin? Lo kan bisa minta sesuatu sama gue."

"Apaan sih Res! Sok peduli banget lo!" ketus Anin.

"Terserah lo mau bilang gue sok peduli atau apa! Yang jelas gue khawatir sama lo! Kenapa bisa lo gak mau sarapan terus pulang sesore ini?"

Anin berdecak, menurutnya Agres ini terlalu posesif padanya. "Gue males sarapan karna masakan lo gak enak Res! Masa nasi goreng pake sayuran sama gak ada rasanya!"

"Ya ampun Nin..... Emang gitu konsepnya! Dimana mana nasi goreng tuh pake sayuran biar ada gizinya, sengaja gak gue kasih pedes biar gak amandel. Sebenernya lo hidup di zaman apa sih?"

"Ish! Hidup lo sama gue tuh beda ya Res! Gue gak terbiasa sama makanan rumah sakit yang gak ada rasanya itu!"

Agres menghela napasnya. "Yaudah iya gue minta maaf, lain kali gue masakin lo sesuai sama apa yang lo suka deh."

"Nah gitu dong! Makasih Agres sayang...." Agres sedikit terkejut saat Anin memeluk lehernya, meski hanya sekilas.

"Hm iya sama sama, sekarang lo makan dulu." Agres mengarahkan sendok di depan mulut Anin, lantas Anin membuka mulutnya.

"Sejwak kaphan lwo tau gue suka nasi padwang?" Anin berucap dengan mulut penuh.

"Sejak Bunda lo minta gue buat beliin lo nasi padang tengah malem! Emang gila ya lo malem malem minta naspad sama tante Jihan sampe kelimpungan cuma karena lo gak mau makan kalo gak makan nasi padang," ucap Agres.

Anin tertawa lebar. "Sumpah! Gue cuma ngisengin lo doang itu."

"Emang sialan lo! Gue sampe rela relain keluar pake kaos daleman doang buat penuhin keinginan lo ya Nin!"

"Hehe, sorry." Anin mengacungkan dua jarinya berbentik V.

Di luar pagar rumah tanpa mereka ketahui Erlan duduk di atas motornya dengan tatapan penuh emosi melihat Anin yang begitu dekat dengan laki-laki lain.

Siapa laki-laki yang bersama istrinya itu? Erlan menggepalkan tangannya kuat kuat sampai matanya memerah dan urat tangannya menonjol.

Saat hendak turun dari motor ingin menghampiri mereka berdua tiba tiba saja handphone nya bergetar yang berasal dari dalam saku celananya, ia pun merogohnya dan mengangkat telpon itu dari Mamanya.

"Iya Ma, ada apa?"

"Kamu dimana sih Lan? Cepet pulang! Ini Syela kepeleset di kamar mandi!" terdengar suara gelisah Resha di sebrang sana.

"Erlan mau temuin Anin dulu Ma, Syela biar orang rumah aja yang ngurusin "

"Enggak bisa Lan! Pokoknya cepet kamu pulang ke rumah! Mama gak mau Syela kenapa napa! Kamu mau Mama salahin?"

Erlan mengusap wajahnya kasar. "Iya! Sepuluh menit lagi Erlan sampe rumah!"

"Cepet! Mama tunggu!"

Setelah panggilan berakhir Erlan segera memutar balikan motornya tanpa menyalakan gas sampai jarak antara rumah Anin dan dirinya berjauhan.

Tanpa di sadari pun Anin sudah menyadari keberadaan sosok suaminya itu saat dia tengah menjawab panggilan telpon dari Resha, Anin yakini jika itu ada hubungannya dengan Syela, pasti semua nya gak jauh jauh dari pelakor.

"Syela terus, gue kapan kak?"

ERLANGGA | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang