14

1.7K 109 0
                                    

Lima tahun berlalu, semuanya masih berubah, tetapi masih ada rasa yang masih sama.

Mark tengah duduk di depan sebuah makam yang bertuliskan nama sang kekasih di sana. Dengan tangan kasarnya dia mengusap nisan itu. Bibirnya tak berhenti untuk tersenyum, tetapi matanya malah berkaca-kaca.

"Udah lima tahun kamu ninggalin aku ya, Sayang? Udah lima tahun juga aku gak bisa ngelakuin apa-apa buat hati aku."

"Kamu mati bersamaan dengan hati aku, Sayang. Aku gak bisa kayak gini. Rasanya kayak mau gila aja."

"Aku alihin semua pikiranku tentang kamu. Mulai dari aku yang workholic. Aku yang mabuk-mabukan. Aku bahkan hampir bunuh diri kalau aku gak ingat ucapan kamu yang minta aku hidup dengan baik dan layak."

"Gak bisa, Sayang. Gak bisa. Aku ... Aku gak bisa hidup dengan layak, Sayang."

Mark menggelengkan kepalanya sambil menangis terisak di makam sang kekasih. Andai Haechan-nya bisa dipegang dan digapai, sudah pasti detik itu juga Mark akan melakukannya, bahkan dia akan menciumnya berkali-kali hingga anak itu berteriak kesal seperti biasa.

"Sayang ... Aku gak kuat. Aku mau mati. Cuma kamu, Sayang. Cuma kamu yang bisa bikin aku sehat. Aku ... Hiks ... Aku kangen ... Aku ... Aku rindu, Sayang. Mau cuddle ... Mau cium ... Hiks! Aku kangen! Apapun yang pernah kamu buat sama aku, itu buat aku gagal buat lupain kamu, Sayang."

"Aku mau minta kamu buat kembalipun mustahil, Sayang. Kenapa kamu ninggalin aku, sih? Hum ... Kenapa?"

"Cantiknya Mark jahat ya? Ninggalinnya gak main-main sampai gak bisa digapai dan dipeluk."

Mark tertawa kecil, lalu menghapus air matanya dengan kasar.

"Sayang ... Rindu. Mark rindu Haechanie ... Rindu banget! Hiks!"

Mark ingin menjadi manusia hebat dan kuat walau dia telah kehilangan poros hidupnya. Tapi, bagaimana caranya kalau hatinya belum berdamai.

"Bang..."

Mark tak memperdulikan suara itu. Dia masih menangis sambil memeluk nisan Haechan.

Jeno berjongkok perlahan di samping Mark, lalu dirangkulnya sang kakak yang tengah menangis bak anak kecil.

"Jisung butuh Abang. Dia nangis sambil nyari Abang. Ayo balik!" ajak Jeno lembut dan bersemangat.

Mark menatap Jeno nanar, lalu menghapus air matanya dengan pelan.

"Jisung mau Ayah Mark katanya," ucap Jeno sambil terkekeh kecil.

Mark menghela napas, mengatur napasnya yang terasa sulit.

"Sayang ... Aku balik ya. Keponakan kamu lagi rindu aku katanya. Dia rindu, masa kamu nggak?" Mark bertanya sambil tersenyum pedih.

"Kutunggu di tidur aku, ya? Tolong datang, aku rindu," bisik Mark pelan.

Mark mencium nisan itu sekilas, lalu berjalan pergi tanpa perduli dengan Jeno.

Jeno menatap nisan Haechan dengan nanar.

"Efek lo besar banget buat Abang gue, Haechan..." lirih Jeno dengan kepala tertunduk.

"Andai lo masih hidup, bisa aja lo senang pas lihat Jaemin ngandung anak gue. Secara lo yang gencar banget jadi Mak comblang gue sama Jaemin. Tapi, lo udah meninggal. Tenang di sana ya, Chan," ucap Jeno lembut.

Jeno mengelus nisan Haechan.

Jeno melirik ke arah nisan teman satu sekolahnya dulu.

"Hai Hyuck. Apa kabar? Pasti udah senang, kan? Udah main di surga, kan sama si Haechan?" tanya Jeno lembut.

"Renjun sampai sekarang belum buka hati loh. Dia masih suka sama lo," ucap Jeno sambil terkekeh geli.

"Efek si kembar gak main-main ya? Meninggalnya udah lima tahun, tapi kerasa kayak baru meninggal kemarin..." lirih Jeno.

- 🤍🤍🤍 -

Replacement | MarkhyuckWhere stories live. Discover now