Bab 23. (D) Buku Harian Tegar

183 272 0
                                    


Jumat, 1 Juni 2018—Pukul 21.19 WIB—di Kamar.

Kini setelah pulang dari masjid sehabis salat sunah tarawih. Selama salat tarawih, kutitipkan Hafidz pada Zahra—sepupunya suamiku. Kebetulan hari ini dia sedang berhalangan untuk melakukan ibadah. Dan sebenarnya Zahra pernah menyarankan, ‘kenapa aku tidak memperkerjakan seorang baby sitter saja untuk mengasuh Hafidz selama aku tholabul ‘ilmi dan mengurus pekerjaan rumah serta bekerja mengurus perusahaan suamiku.’ Tetapi, aku enggan menitipkannya kepada orang yang tidak kukenal dan tidak dipercayai, paling aku bisa menitipkan Hafidz kepada mamahku atau ke ibu mertuaku, mereka bahkan sering menginap di rumah kami setiap hari, biar aku tidak kesepian. Namun, sekarang untuk sementara, Zahra yang menjaga Hafidz selama aku salat tarawih dan baru saja dia kembali lagi ke rumah ibu mertuaku untuk mengurus uaknya itu yang tengah sakit. Maka, kini aku harus sendiri menjaga Hafidz, karena hari ini mamahku sedang berhalangan untuk datang ke rumah kami. Oh, ya. Sedangkan tanteku—Bi Alis sekarang sudah memiliki 2 orang anak yang masih balita, sehingga harus fokus mengurus anak-anaknya, tidak bisa membantuku. Ya, begitu pun dengan tante-tanteku yang lain, terus kakakku serta sepupu-sepupuku selalu sibuk dengan urusannya. Dan juga sahabat-sahabatku belakangan ini tidak bisa menginap lagi di rumah kami, karena mereka juga sibuk dengan urusannya.

Oh, ya. Tadi siang sebelum aku berangkat tholabul ‘ilmi, aku berziarah ke makam suamiku dahulu. Bagiku tak ada yang lebih penting selain selalu mendoakannya, itulah bentuk perhatian dan kasih sayangku padanya. Ya, menjalani Ramadan tanpanya memang membuat hatiku menggigil, terasa hampa. Terkadang aku suka senyum-senyum sendiri ketika ingat peristiwa indah pada Ramadan kemarin saat aku bersama Tegar beserta ibunya dan juga keluargaku melaksanakan ibadah umrah. Begitu sangat bahagianya aku, rasanya ingin kuputar kembali momen indah dan manis itu, bagiku hal itu adalah surga duniaku yang ingin kunikmati lagi sekarang dan memang itu tak bisa ditukar dengan apa pun di dunia. Ah, tapi aku sadar, itu hanyalah sejarah yang tak mungkin terjadi lagi di masa kini dan masa depan, cuma bisa dikenang. Ya, memang ini terlalu indah dilupakan, namun terlalu sedih dikenangkan. Memang mengingat masa-masa yang membahagiakan itu rasanya teramat sakit, kalau mengingatnya ketika dalam kondisi yang tidak seperti dulu. Hemmm, tapi meski tidak seperti dulu, setidaknya sekarang aku tidak terlalu kesepian, karena ada sang buah hati mungil yang mendampingi dan membelai hati bundanya. Alhamdulillah, Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang, Dia tidak membiarkanku hidup sendiri.

Sekarang aku sedang memandangnya yang lagi tidur, lalu aku mengusap kepalanya. Memang Hafidz ini mirip dengan ayahnya. Bagiku, Hafidz bagaikan misbah yang memberikan aura pelangi dalam cakrawala kehidupanku yang kemarin sempat meredup.

Aku mengusap rambutnya sambil membacakan selawat, setelah itu aku bilang, “Alhamdulillah, Maa Syaa Allah, Hafidz yang saleh dan ganteng, kamu panjang umur ya, Nak. Baarakallaahu Fiika, Nak. Sayang, Temani Bunda sampai tua. Terus kamu selalu doakan Bunda dan ayahmu, ya.” Lalu aku mencium keningnya, bulu matanya pun bergetar pelan.

“Nak ... kalau tidak ada kamu, Bunda pasti sangat kesepian, Sayang. Apalagi Bunda bertekad ingin terus sendiri. Syukurlah ada kamu, jadi Bunda tidak jenuh menunggu masa habis di dunia untuk kelak bisa menyusul ayahmu ke surga.” Sambil kuusap terus kepala mungilnya, lalu kucium keningnya lagi.

Aku termenung kembali. Rasanya aku ingin menulis di buku deary. Kemudian aku menulis :

Menggenggammu di dunia walau hanya sekejap, namun itu bisa menebalkan kesetiaanku tak akan tipis terkikis waktu. Terima kasih banyak, Sayang. Terima kasih untuk 2 tahun lebih yang terindah. Namun, waktu yang sangat singkat ini sebenarnya bisa mengabadikan cinta kita.

Kang Kuat Sayang ...
Cinta kita begitu pun memori tentang kisah kita juga terekam dalam tulang sulbiku, itu kekal hingga hari kiamat.

Cahaya untuk Tegar (EDISI REVISI 2023) TAMAT.Where stories live. Discover now