Bab 27

5.1K 246 4
                                    

Tolong Maafkan Ayah 27

Seperti apapun penjelasan Hilda, tidak masuk akal bagiku. Aku jadi mainan di antara dua saudara ini. Mereka pikir, aku adalah mahkluk tak berperasaan begitu?

"Aku tunggu kamu lima menit di luar Hilda. Cepat pergi, sebelum Melisa bangun," pintaku, sambil, melangkah keluar kamar.

Aku ke dapur. Minum satu gelas air hangat, di pagi hari, membuat tubuh terasa fresh. Beranjak ke kulkas. Aku mengambil bahan-bahan untuk membuat nasi goreng.

"Hilda? Ngapain kamu di sini, jam segini?" aku dengar Talita bertanya. Ah. Urusan kalian itu.

"Aku? Aku tadi dari kamar Mas Surya. Emangnya kenapa, Mbak?"

"Ngapain?"

"Yah, Mbak mikir aja sendiri, kalo jam segini aku keluar dari kamar, aku habis ngapain," santai, Hilda menjawab Talita.

Aku penasaran, hanya mendengar suara mereka. Dengan pelan aku berjalan mendekat. Bersandar di dinding, sambil memainkan penutup botol kecap di tanganku.

Hilda berdiri berhadapan dengan Talita. Rambutnya masih awut-awutan. Tidak ada niat dia merapikannya. Untung saja, kamar Melisa ada di depan. Dekat ruang tamu. Mudah-mudahan saja, dia tidak terbangun.

"Apaan sih kamu Hilda. Kita kan udah sepakat, kalo gak bakalan nerusin rencana awal. Kenapa kamu kegatelan gitu? Kamu semalam tidur di ruang tamu?" kesal Talita. Dia nampak marah.

"B aja Mbak. Aku anggap pembatalan rencana itu, hanya sepihak. Aku gak setuju. Sorry. Aku udah kepincut sama suami Mbak." senyum Hilda, mengejek Talita.

Nah lho. Senjata makan tuan sekarang. Aku menikmati adegan di depanku. Ular raksasa betina, vs beruang lapar. Talita tidak terima, pelayannya ini, direbut orang lain.

Asik juga, jika aku menggunakan Hilda untuk sedikit memberi pelajaran kepada Talita.

Talita maju mendekati Hilda. Tangannya mencengkram kasar, lengan Hilda.

"Jangan main-main sama aku Hilda. Aku masih Talita yang dulu. Tidak ada yang bisa mengambil apapun dariku. Jika itu milikku, tak akan aku lepaskan."

Bukannya takut, Hilda malah terkekeh, sambil meringis pelan.

"Mbak juga gak tau dengan pasti perangai aku. Jika aku menginginkan sesuatu, maka, aku pastikan, aku akan mendapatkannya. Dengan cara apapun."

"Dapatkan apa yang kamu mau selain suamiku. Akan aku bocorkan kepalamu, mengeluarkan isinya, dan aku berikan pada anjing liar, kalo kamu masih nekat Hilda."

Hilda kembali terkekeh. Dengan kasar, Talita menyeret Hilda ke depan. Suara bedebum pintu ditutup, membuatku tersenyum jahat. Adegan berakhir. Ayo masak lagi Surya.

Langkah kaki Talita cepat menghampiriku.

"Kamu tidur sama Hilda, Mas?" tanyanya.

Aku bergeming.

"Mas!" teriakannya membahana di dalam dapur.

Dengan santai, aku memasukkan bumbu ke wajan. Mengaduk-aduk. Tercium harum tumisan. Cklek. Kompor mati.

Aku menarik nafas, menatap Talita yang bersedekap di sampingku.

"Apa maumu? Aku akan pergi bekerja. Anakku juga butuh sarapan."

"Mas. Kamu jangan keterlaluan. Hilda itu sepupu aku. Kamu juga berbuat maksiat di dalam rumah, yang ada istri dan anakmu? Kamu masih ada hati, gak sih?" suaranya serak. Dia pasti menahan tangis. Dan aku bahagia.

"Aku hanya mengikuti rencanamu dan Hilda. Bukankah, kau menumbalkan kesetiaanku untuk uang? Aku sudah tau Talita."

Mata cantik Talita menatapku dengan tatapan sendu. Atau, mungkin sedang menyiapkan kalimat pembelaan lagi.

Tolong Maafkan AyahWhere stories live. Discover now