Bab 21

5.4K 257 0
                                    

Tolong Maafkan Ayah 21

POV Arga

Malam pertemuan para pebisnis, teman bunda, diadakan di rumah kami. Orang kaya lama mah begitu. Sederhana. Bukan hotel berbintang tapi rumah salah satu rekannya. Kek arisan emak-emak aja.

Pak Surya, seorang pengusaha yang bekerja sama dengan kami, meneleponku. Dia ada di depan pagar rumah. Katanya ingin bertamu.

Kupersilahkan saja dia masuk. Aku pergi memanggil bunda. Yang kemudian membuat aku terkejut adalah, dia berkata kepada bunda, Kak Aluna adalah anaknya dengan bunda. Berarti, aku juga anaknya?

Bunda memang sudah menceritakan kepadaku tentang ayah kami. Bagaimana bunda menyembunyikan kehamilannya, dan kemudian, melahirkan aku di kampung nenek.

Dulu, aku pikir, jika aku bertemu ayahku, akan kusumpal mulutnya dengan uang. Bila perlu aku tendang, aku gebukin. Aku akan marah semarah-marahnya, dan aku akan pelintir tangannya, sambil menyuruh dia minta ampun sama bunda.

Aku meracuni pikiranku, bahwa pria itu harus menerima perlakuan yang tidak baik dariku. Aku merespon semua cerita bunda tentang ayahku, dengan amarah dan dendam.

Saat mendengar cerita sebenarnya, aku berusia 17 tahun. Sebelum ada di usia itu, yang aku tau, ayahku sudah meninggal dunia. Kak Luna dan Kak Acha yang meyakinkan aku.

Bunda bilang padaku seperti ini.

"Nak. Kamu adalah seorang laki-laki. Banyak tanggung jawab yang akan kamu pikul, setelah dewasa nanti. Kamu harus jadi laki-laki yang tangguh, baik hati, dan kuat menghadapi situasi rumit seperti apapun. Karena itu, Bunda gak mau cerita apa-apa, saat kamu masih kecil. Kamu dan Bunda harus fokus, untuk menciptakan dasar hati yang baik bagimu.

Sekarang, kamu sudah dewasa. Sudah masanya kamu ditempa dengan kesulitan dan pembelajaran akan kehidupan. Bunda tidak memberi kamu kesempatan, untuk menjadi orang yang pendendam.

Dendam dan amarah, hanya akan merusak jiwa dan pengertianmu akan Tuhan. Hidup akan sulit, dan kesehatan akan terganggu.

Setelah ini, jika kamu mau, beranggapanlah seperti dulu. Anggaplah pria itu sudah meninggal. Namun, jika kamu bertemu dengannya, janganlah jadi seperti dia. Jika kamu bertindak kasar, apa bedanya kamu sama dia?

Jadilah Arga yang Bunda kenal. Arga yang baik, sopan dan cerdas. Pelajaran yang bagus bagi orang seperti dia adalah, menyadarkan kita akan posisinya dalam hati dan hidup kita. Dia bukan siapa-siapa!"

Benar kata bunda. Sejak lahir, dia memang sudah tidak ada dalam hidupku.  Demikian juga dengan kehidupan bunda, dan kedua kakakku.

Aku akan kembali ke pengaturan awal hatiku. Hidup seperti sebelumnya. Bukan hanya menganggap dia tak ada. Memang dia sudah tidak ada dari awal kehidupanku.

Aku bersyukur memilki bunda yang menjadi ayah juga untukku. Kelembutan dan ketegasan bunda, berhasil mendidik kami menjadi anak-anak, yang dibilang orang, sukses.

Sesekali, aku melihat bunda bersujud sangat lama di sajadahnya, pada sepertiga malam. Menengadahkan tangan, dengan berderai air mata. Kudengar, nama kami disebut satu persatu.

Satu hal yang aku pelajari dari bunda, bunda hanya menangis saat berhadapan dengan Penciptanya. Dia menumpahkan segala resah, gundah, sedih dan lelahnya di tempat yang tepat. Di Tangan Yang Maha Agung.

Yah. Jika seseorang selalu bersujud di kaki Tuhannya, dia pasti akan mampu berdiri menghadapi apapun. Berdiri dengan tegar, dan tidak mudah dijatuhkan.

Saat bunda menghadapi situasi sulit dalam pekerjaannya, bunda tidak pernah risau. Beliau selalu tenang. Saat menghadapi kerugian dalam usahanyapun, bunda tidak pernah menangis atau menyalahkan siapa-siapa.

Tolong Maafkan AyahWhere stories live. Discover now