Kronologi

21 4 0
                                    

Teuhai~ apa kabar? Seperti biasa sebelum baca di-vote dulu ya. Spam komen juga boleh banget hehe😆😆





















So...













Happy reading~

Asa sudah muak dihindari terus oleh Saras. Ketika mereka sampai di depan kamar hotel masing-masing, sebelumnya mereka memberi salam sapa kepada Mark dan Somi yang kebetulan kamar mereka di sebrang kamar Saras, jika Vernon, ia sudah kembali ke Amrik karena ada urusan mendadak.

Melihat Mark dan Somi masuk kamar, Asa lekas menghampiri Saras yang akan masuk ke kamarnya.

Ia menarik tangan Saras, membuat sang empu terkejut.

"Kita harus ngobrol." Tegas Asa menatap penuh mata Saras yang sayu.

Laki-laki itu membawa Saras ke kamar hotelnya.

Mereka duduk di sofa ruang utama, berhadap-hadapan.

"Ras. Sumpah apa yang terjadi malam itu?" Tanya Asa sedikit frustasi.

Saras diam, menundukan kepalanya.

"Ras! Jawab pertanyaan gue!" Sentak Asa.

"Rass... gue mohon. Mungkin gue salah, tapi gue harus tahu apa kesalahan gue?" Suara nada Asa menurun.

Saras mengangkat kepalanya, menatap Asa penuh amarah. "Lo lupa atau memang mau lupain malam itu?" Tanya Saras dingin.

"Gue gak tau... gue paham ke arah sana, tapi gue butuh kronologinya."

"Lo mabuk!" Saras diam sejenak, menarik nafas dan menahan tangis, "lo tiba-tiba ke kamar gue, gue bingung. Akhirnya gue bawa lo lagi ke kamar lo. Tapi... saat gue mau keluar dari kamar lo... hiks...
Lo... lo tahan gue. Lo bilang, jangan pergi. Akhirnya karena gue bodoh, gue nurut. Seharusnya gue tau diri. Kalo lo gak mungkin suka balik ke gue."

Asa mengerutkan dahinya, "maksud lo?"

"Lo emang gak peduli sekitar. Gue naksir sama lo, tapi gue tahu kok lo gak suka sama gue."

"Sumpah, Ras. Gue gak tahu, kalo lo—"

"Iya harusnya lo gak pernah tahu! Tapi sejak malam itu, lo paksa gue untuk bercinta! Mengeluarkan kata-kata yang bikin gue luluh!" Sembari menangis dan meluapkan amarah, Asa mencoba untuk diam, mendengar semua penjelasan Saras.

"Gue pikir hiks... gue pikir... gue pikir lo mau buka hati untuk gue. Gue pikir... lo juga ada rasa sama gue. Makanya gue terlena dan tenggelam dalam permainan lo!"

"Shit!" Umpat Asa frustasi.

"Ras. Lo waktu itu sadar, kenapa lo gak berhentiin gue?!"

"Sekarang lo salahin gue?" Tanya Saras dingin, dengan jejak-jejak air mata di pipinya.

"Bukan itu maksud gue. Waktu itu, kondisinya gue lagi di bawah kesadaran. Lo yang sadar—"

"Gimana mau gue berhentiin, lo yang paksa gue! Gue coba untuk gak lanjut, tapi tiba-tiba lo cium bibir gue! Lo tauu, lo udah rampas keperawanan gue!!" Teriak Saras frustasi juga.

Wanita itu kembali menangis, kini semakin kencang.

Asa diam, ia bingung harus apa. Dirinya yang salah. Kenapa ia harus ke kamar Saras.

"Bodohnya gue yang terlena sama kata-kata bulshit lo! Ujung-ujungnya, nama dia yang lo sebut. Bukan nama gue."

Asa melihat kembali wajah Saras, "maksudnya??"

"Lo gak inget?"

"Gue di bawah pengaruh alkohol, Ras!"

"Lo sebut nama, Gee. Cewek yang ketemu sama lo di galeri kemarin. Gue tau, pasti dia perempuan yang sebagai objek lukisan Miracle Eleven, kan?"

"Lo lagi bayangin bercinta sama dia, Sa!! Bukan sama gue!" Bentak Saras semakin kacau.

"Rass... sorry, sorry..." hanya kata-kata itu yang keluar dari mulut Asa. Ia merasa bersalah.

Saat mereka sedang menenangkan emosional masing-masing, tiba-tiba saja Saras merasa mual.

"Huekk!!" Saras menahan isi perutnya yang sudah di mulut dengan tangannya.

Wanita itu lekas lari ke kamar mandi untuk mengeluarkan semua cairan tersebut.

Asa yang melihatnya lekas menghampiri Saras.

"Ras... lo kenapa?!" Panik Asa.

Setelah mengeluarkan cairan itu, Saras menatap Asa melalui cermin wastafel kamar mandi, sedangkan, Asa juga bisa melihat wajah Saras yang semakin pucat.

"I have bad feeling." Ucap Saras pelan yang masih terdengar oleh Asa.

"Ayo kita ke rumah sakit!" Jawab Asa yang mengerti maksud Saras.

🤍🤍🤍

Mereka sama-sama diam duduk bersebelahan di kursi panjang, setelah keluar dari ruangan dokter kandungan. Iya, dokter kandungan.

Setelah mengetahui hasilnya, mereka belum mengeluarkan sepatah kata pun.

Beberapa menit mereka diam, akhirnya Saras membuka suara, "gugurin aja." Ucap Saras dengan mata kosong, menatap lurus.

Asa lekas menengok ke arah Saras dengan wajah terkejut. "Lo gila??!"

"Iya, gue gila."

"Gak! Gak akan gue gugurin bayi itu!"

"Apa-apaan? Ini tubuh gue. Hak gue mau apain tubuh gue!" Balas Saras penuh emosi.

"Ras! Dosa! Itu sama aja pembunuhan."

Saras tersenyum remeh, "dosa? Apa yang telah kita perbuat aja udah dosa, Sa. Gak usah bahas dosa di masalah kita."

Asa bungkam.

"Sekarang lo diam? Ck. Gue tetep akan gugurin kandungan ini." Tegas Saras.

"Gue gak setuju!"

"Gue gak butuh persetujuan dari lo."

"Tapi gue ayah biologisnya!"

"Gue yang kandung."

"Gue larang itu!"

"Terus lo mau apa?? Lo mau tanggung jawab?!" Saras menatap tajam mata Asa.

"Iya, gue akan tanggung jawab!" Tegas Asa menatap mata Saras untuk meyakinkan.











—————

Part ini sedikit dulu yaa. Biar dapat feel-nya alias gak kentang gituu hahaha

Asmaraloka || Hamada Asahi (Treasure)Where stories live. Discover now