Bab 5: Mr. Popular

Start from the beginning
                                    

Jennie kira semuanya sudah berakhir.

Sayang sekali tebakannya meleset.

Tak berselang lama, seorang gadis datang lagi dan melakukan hal yang sama dengan yang gadis tadi lakukan, dan berakhir sama seperti gadis tadi.

Kejadian tersebut terus berulamg hingga tumpukan buku di sebelah Daniel menghilang, menyisakan sebuah buku yang daritadi dibaca oleh Daniel.

Gila ....

Jennie terperangah, rasanya dia seperti tidak bisa berkata-kata lagi.

Terutama karena Jennie mengamati Daniel dari waktu yang sangat awal, dirinya menyadari satu fakta yang membuat dirinya terheran-heran.

ITU KAN SEMUA CEWE YANG TADI NGASIH BUKU KE DANIEL, WOY?

Apakah ini definisi dari kita untuk kita?

Jennie pengen banget ketawa, tapi lokasinya lagi gak pas.

Sabar, Jen, nanti aja ketawanya di kamar, batin Jennie sambil menahan hasrat untuk tertawa terbahak-bahak di perpustakaan.

"Buset, baru jam segini udah laris aja, El," kata Raven yang entah dari kapan sudah terbangun dari tidurnya.

"Hmm," jawab Daniel tanpa melirik Raven.

"Lebih dikit kah yang ngasih?" tanya Raven penasaran.

"Dua belas," jawab Daniel.

Hah?

"Lah, berkurang tiga. Udah nyerah kali ya, mereka?" ucap Raven sambil terkekeh.

Oh ....

Eh? Artinya, biasanya lima belas cewek, dong?

Demi?!

"Bagus," jawab Daniel cuek.

"Oy, Jen," panggil Raven.

Jennie tersentak kaget, untunglah Jennie daritadi menutupi wajahnya dengan buku.

Jennie menarik napas dalam-dalam, sebelum akhirnya menurunkan bukunya.

"Ya, kenapa?" tanya Jennie dengan ekspresi dan nada bicara yang selalu dirinya gunakan untuk berbicara dengan teman biasa—tidak terlalu ramah, tidak terlalu dingin, hanya sopan.

"Udahan kali," kata Raven sambil menaik-turunkan alisnya, dan tersenyum nakal.

Diem lo, dasar Gagak.

"Udahan apa, ya, Ven?" tanya Jennie, pura-pura tidak mengerti.

Lah? Jadi, gue salah nebak? pikir Raven.

"Oh, enggak. Maksud gue, udahan baca bukunya, mending lo pulang, udah mau ujan." jawab Raven sambil nyengir.

Untung aja, yang lihatnya itu Jennie, bukan cewe lain. Kalau gak, kayaknya Raven harus ngangkut manusia ke ruang kesehatan.

"Hmm ... makasih? Tapi gue gak akan kena hujan, soalnya kan gue dijemput pake mobil ...." jawab Jennie sambil tersenyum canggung—lebih tepatnya pura-pura canggung.

Lawak lo, ngarang alasan yang pinter dikit, dong.

Telinga Raven memerah karena merasa malu, harga dirinya sedikit tergores.

Sialan, gue lupa dia Avallo, batin Raven.

Daniel terkekeh pelan.

Suara kekehan Daniel terdengar sangat ringan dan lembut, bahkan hampir tidak terdengar. Seolah-olah dia bersuara dengan tenang tanpa usaha, hampir seperti angin sejuk yang melintas.

Ringan dan singkat banget, tapi jujur aja, itu aja udah bikin jantung Jennie jadi gak karuan.

Sihir!

Sumpah, tadi sebenernya mantra sihir berkedok ketawa, kan?!

Merasa bahwa terlalu lama di sini akan membuat jantungnya tidak aman, Jennie memutuskan untuk pulang.

Jennie mengembalikan buku yang daritadi dirinya gunakan sebagai partner-in-crime, kembali ke raknya.

"Gue duluan, ya," ucap Jennie sambil langsung berjalan keluar tanpa menunggu ucapannya dijawab.

Di koridor sekolah yang cukup sepi, Jennie merenungi semua tindakan anehnya hari ini, responnya yang tidak biasa, bahkan hingga pikirannya, yang dirinya rasa mulai menyimpang dari kata waras.

Jennie menepuk-nepuk jidatnya pelan.

Bodoh, bodoh, bodoh!

Malu-maluin!

Jennie duduk di dalam mobil sambil merenung.

Hah ... gue bingung ....

"Nona," panggil sopir Jennie.

"Ah, ya, Pak?" ujar Jennie.

"Itu ... kita sudah sampai di mansion, Nona," jawab sopir Jennie.

"Eh?" Jennie melihat ke arah luar jendela mobilnya.

Lanskap taman yang luar biasa memasuki pandangannya.

Terdapat berbagai macam jenis tanaman indah, patung-patung yang dipahat dengan detail, air mancur, dan jalan setapak yang mengarah ke berbagai sudut taman.

"Oh, iya, terima kasih ya, Pak," ujar Jennie sambil turun dari mobil.

"Iya, Nona."

Jennie berjalan masuk menuju ke kedalaman mansion.

Mansion ini menjadi perpaduan harmonis antara arsitektur yang megah dan lingkungan alam yang menawan.

Sungguh mencerminkan kemewahan, kekayaan, status yang memikat, dan gaya hidup yang bergengsi.

Jennie yang merasa agak lelah, tidak repot-repot menaiki tangga seperti biasanya untuk sedikit berolahraga. Dia langsung memasuki lift dan menekan nomor 9.

Iya, gak salah baca, kok. Kamar Jennie emang ada di lantai 9 mansion. Lebih tepatnya, seluruh lantai 9 ini adalah wilayah eksklusif milik Jennie.

Ting!

Lift terbuka, dan Jennie berjalan cukup lama di koridor, sebelum akhirnya memasuki kamarnya yang luas.

When Princess Falls In Love [Hiatus]Where stories live. Discover now