Bab 1: Hidup di Antara Kemewahan

41 5 0
                                    

Hari dimulai dengan cahaya lembut matahari yang masuk ke dalam kamar Jennie melalui tirai sutera mewah. Dia bangun dari tempat tidur king-size-nya dan merenung sejenak tentang hidupnya yang penuh kemewahan.

Dari kecil hingga sekarang, Jennie selalu mengenal kenyamanan dan kemewahan. Bangunan besar rumahnya mencerminkan kekayaan keluarganya.

Tumbuh di sebuah rumah besar yang dihiasi perabotan mewah dan dikelilingi taman hijau subur, dia tidak pernah dan tidak perlu meminta apa pun.

Setelah mandi dan berdandan dengan pakaian sekolah yang elegan, Jennie meluncur turun ke ruang makan untuk sarapan.

Ayahnya, William Keith Avallo, seorang pengusaha terkenal, sedang membaca surat kabar bisnisnya.

"Selamat pagi, Daddy," sapa Jennie dengan suara lembut.

"Selamat pagi, honey," jawab ayahnya sambil tersenyum.

Meskipun jarang terlibat dalam percakapan yang mendalam, William dan Jennie memiliki ikatan yang kuat sebagai ayah dan anak.

Jennie telah menyelesaikan sarapannya, kemudian melihat jam tangannya—yang terlihat mewah namun tetap mempertahankan aura elegannya itu.

Pukul setengah delapan, yang artinya Jennie harus segera berangkat untuk menghindari keterlambatan akibat macet, dan sampai di sekolah sebelum pukul setengah sembilan pagi.

"Dad, Jennie berangkat dulu, ya."

"Okay, honey."

Jennie kemudian berangkat ke sekolah dengan sopir pribadinya. SMA Saint Lucia's, sekolah eksklusif yang dibangun dengan kemewahan ini adalah tempatnya belajar.

Jennie merasa bersyukur dan terberkati untuk itu.

Jennie tahu bahwa kehidupannya di sekolah ini sangat berbeda dari kebanyakan remaja. Kualitas dan fasilitas pendidikan yang dia terima telah melampaui kata layak. Ini adalah salah satu bentuk hak-hak istimewa yang dia dapatkan dari identitas putri keluarga Avallo.

Keluarga Avallo, salah satu keluarga terkaya di negara itu, telah memberinya setiap kesempatan yang bisa dibeli dengan uang.  Namun di tengah kemewahan dan kemegahan, entah bagaimana Jennie tetap merasakan kehampaan.

Manusia ... emang gak pernah tahu untuk merasa cukup, ya?

Jennie terkekeh pelan.

Gue sekarang mungkin lagi jadi tipe manusia itu.

Ketika Jennie masuk ke dalam gedung sekolah yang indah itu, Jennie disambut dengan senyum hangat dari teman-temannya yang juga berasal dari kalangan elit.

"Pagi, Jennie!"

"Pagi juga."

Mereka adalah teman-teman yang selalu baik padanya, tetapi entah bagaimana, Jennie kadang-kadang merasakan kepalsuan yang muncul di antara mereka.

Kelas sesi pertama telah berakhir, dan sekarang adalah jam istirahat. Selama jam istirahat, Jennie dan teman-temannya memutuskan untuk makan siang di restoran sekolah yang mewah.

Haha, ya, benar, di dalam sekolah ini ada restoran.

Mereka duduk di meja yang dikelilingi oleh jendela-jendela besar. Mereka memandang ke taman yang terawat dengan pohon-pohon besar yang meliuk-liuk.

Restoran ini menawarkan makanan gourmet dan suasana yang nyaman. Harga makanan di tempat ini sangat tinggi bagi kalangan menengah ke bawah. Apalagi hanya untuk dijadikan makanan rutin di jam istirahat sekolah.

Tapi ingat, sembilan puluh sembilan persen murid SMA Saint Lucia's bukan orang biasa.

Menurut mereka, harga makanan di restoran gourmet sekolah ini lebih terjangkau dibandingkan dengan harga di restoran gourmet yang sering mereka kunjungi.

When Princess Falls In Love [Hiatus]Where stories live. Discover now