Bab 2: Di Balik Pintu

23 4 0
                                    

Jennie tersandar di meja belajarnya yang kokoh, mata sejernih kristalnya terpaku pada buku teks yang tebal. Ruang belajar pribadinya di dalam mansion megah itu selalu nyaman dan dihiasi dengan berbagai furnitur mewah.

Baginya, belajar adalah rutinitas harian yang tak terelakkan. Meski begitu, kegembiraan dalam belajar yang pernah dimiliki Jennie telah lama memudar.

Jennie dikelilingi oleh kemewahan sepanjang hidupnya, tetapi dalam dunianya yang glamour, itu benar-benar tak seindah yang orang-orang pikirkan.

Memang benar, dibandingkan kakak-kakaknya, Jennie tidak pernah dipaksa untuk melakukan apapun. Namun, tekanan yang tak disengaja dari rasa tanggung jawab untuk menjaga martabat keluarganya, seringkali membuatnya merasa terperangkap.

Jennie merenung sejenak, matanya melintas pada foto-foto keluarganya yang tersusun rapi di meja belajarnya.

Foto-foto itu adalah kenangan bahagia di mana dia tertawa dengan ayah, ibu, dan kakak laki-lakinya di pantai pribadi milik keluarganya.

Sebuah kontras yang tak ternilai dibandingkan dengan rutinitas sehari-hari keluarga Jennie sekarang, yang penuh kepentingan dan perayaan sosial di kalangan elit.

Jennie selesai dengan pekerjaannya, menutup buku teks dan menghela napas panjang.

Hari ini, dia harus menghadiri pesta amal yang digelar keluarganya, acara yang katanya diperlukan untuk memelihara citra sempurna keluarga mereka di masyarakat.

Jennie bangun dari meja belajarnya dan menghampiri jendela kamarnya yang besar, yang menghadap ke taman yang hijau, luas, dan indah.

Menatap ke arah luar, Jennie merenungkan mengenai hal apa sebenarnya yang ingin dia lakukan dengan hidupnya.

Apa sih, arti sebenarnya dari semua ini?

Suara ketukan terdengar dari luar pintu ruangan belajar Jennie.

"Nona Jennie, sekarang sudah waktunya untuk bersiap-siap," terdengar suara lembut dari pintu, yang mengingatkannya pada pelayan pribadinya, Ellie.

Jennie mengangguk meskipun Ellie tidak bisa melihatnya.

Jennie keluar dari ruangan belajarnya dan pergi ke kamarnya yang luas dan penuh barang mewah. Dia memutuskan untuk menghadiri pesta tersebut dengan berpakaian rapi dan riasan yang sesuai.

Sambil bersiap-siap, di dalam hatinya, pertanyaan-pertanyaan tentang identitasnya dan apa yang dia inginkan dalam hidupnya tetap tidak berhenti berkecamuk.

Pertanyaan itulah yang mengakibatkan rasa gatal yang berkelanjutan di dalam hatinya.

Jennie mengenakan gaun malam yang indah dan merapikan rambutnya dengan cepat sebelum keluar dari kamarnya.

Jennie tahu betul bahwa penampilannya di acara ini seperti semacam pertunjukan. Setidaknya, Jennie merasa bahwa dirinya harus memainkan perannya dengan baik.

Jennie menghela napas panjang karena dia merasa sedikit frustrasi dengan keadaan ini.

Meskipun kadang-kadang terasa seperti topeng, tetapi itulah yang diharapkan darinya.

Iya, kan?

Jennie mengikuti pelayannya yang lain—Sarah, melalui koridor-koridor megah mansion itu.

Di dinding-dinding koridor, tergantung lukisan-lukisan karya seniman ternama dan foto-foto keluarga Avallo, yang mencerminkan kesuksesan dan kebahagiaan.

Jennie terkekeh pelan, dirinya tidak bisa mengingat kapan terakhir kali dia merasa begitu bahagia seperti di foto-foto itu.

Ah, udah kayak museum aja ....

When Princess Falls In Love [Hiatus]Where stories live. Discover now