Still : 4

90 5 1
                                    

Aku belajar sampai tidak menyadari kalau ini sudah pukul dua belas malam, karena kehausan aku turun ke bawah untuk melepas dahagaku.

Sesaat aku turun, ternyata ayahku berada di ruang tengah sedang sibuk dengan laptopnya.

Menyadari keberadaanku, Ia menoleh kearahku "Belum tidur?"

"Belum pap, baru selesai belajar." Ucapku, lalu melangkah melewati ruang tengah menuju ke dapur. Air minum kutenggak sampai dua gelas, saking hausnya.

Ayahku menyusul ke dapur, melakukan hal yang sama denganku sepertinya Ia juga kehausan.

"Pap aku mau ngomong." Kataku dengan nada serius.

"Mau ngomong apa emang?" Balasnya kembali, menarik kursi untuk Ia duduki.

"Kalau misalnya aku punya pacar gimana menurut Papa?"

Ayahku tidak langsung menjawab pertanyaanku, tak lama Ia membuka suara. "Kalau Papa sih asalkan kamu bisa fokus dengan sekolah kamu tidak lalai karena hanya berpacaran, it's okay."

Ada rasa lega ketika mendengar pernyataan ayahku, awalnya aku sedikit takut kalau Ia melarang.

"Nggak kok, Sakura bakal tidak seperti itu. Aku tahu prioritasku." Terdengar jahat, tapi aku tahu mana prioritas yang aku utamakan. Meski Sasuke juga prioritasku yang baru.

Ayahku mengelus puncak kepalaku dengan pelan, "Baguslah, lalu siapa orang yang mencuri hati anakku?"

Kekehan kecil kukeluarkan, "Papa tahu Sasuke?"

"Teman SMP-mu itu?"

Aku mengangguk, "Iya, Uchiha Sasuke. Tadi aku habis makan malam dirumahnya, terus ketemu Ayah Sasuke. Nggak ngobrol banyak, tapi tadi dia bilang dia mengenal Ayah."

"Uchiha? Berarti Sasuke anaknya Uchiha Fugaku?"

Sekali lagi kuanggukkan kepalaku, "Iya pap, dunia ini sempit yah, ternyata papa dulu satu sekolah sama ayah Sasuke."

"Iya satu sekolah, tapi tidak akrab. Kau tahu dia bisa dibilang hanya berbaur dengan orang seperti dia, orang-orang pintar."

"Memangnya Papa dulu tidak pintar?" Kali ini aku yang bertanya, sedikit penasaran bagaimana ayahku di masa sekolahnya.

"Papa jujur saja, papa itu siswa yang slengean dan tidak pintar. Untung anakku pintar seperti ibunya." Ujarnya dengan jenaka.

"Pap ini ada-ada aja deh." Cibirku.

Aku sering sekali diberitahu kalau perangaiku lebih mirip ibuku, tetapi fisikku lebih condong ke ayahku. Ibuku meninggal ketika aku masih kecil, dikarenakan kecelakaan kecil yang fatal.

Saat itu terjadi, aku hanya berdua dirumah dengannya. Ibuku lalu tak sengaja terpeleset dan terjatuh dengan keadaan terbaring juga kepalanya terbentur mengenai lantai. Awalnya dia masih baik-baik saja bangkit dari lantai meskipun tergopoh-gopoh, tak lama ibuku izin kepadaku untuk berbaring sejenak di sofa ruang tamu karena Ia masih merasa pusing. Namun yang tak kuketahui ialah, ibuku tertidur dan tidak bangun lagi setelah itu.

It was a nightmare for me and my dad. Terutama buatku, karena aku selalu berpikir kalau aku bersalah tidak bisa mencegah kematian ibuku. Seandainya aku langsung menelpon ayahku atau tidak membiarkan ibuku untuk kembali berbaring, mungkin ibuku masih bisa terselamatkan. Namun ayah selalu mengatakan kalau kejadian itu sudah jalan takdirnya.

Sepeninggal ibuku, aku pun jadi sering dititipkan kepada saudara ayahku Bibi Tsunade untuk mengurusku. Meskipun begitu kadang aku sering ditinggal karena bibi adalah seorang dokter klinik mau tak mau Ia harus meninggalkanku jikalau ia harus bertugas.

Kemudian datanglah Sasori dan keluarganya, aku jadi lebih nyaman dititipkan di rumah Sasori meskipun orang asing. Keluarga dan kakaknya baik padaku, aku juga tidak sendirian lagi karena ada teman main.

"Kura, Papa tidak menyangka anak semata wayang sudah memiliki pacar sekarang."

Same Pap, same. Aku juga tidak menyangkanya, batinku dalam hati.

"Kirain kamu bakal pacaran sama Sasori tetangga sebelah dulu, sayangnya pindah ya. Akhirnya Papa ingat Sasori itu siapa, awalnya kaget Sasori siapa yang mengirimi kamu surat, ternyata si mantan tetangga."

Ayahku berjalan lebih dulu, "Bagus itu nak saling surat menyurat, agar jalinan pertemanan kalian tidak terputus." Ujarnya lalu naik keatas terlebih dahulu.

Jujur aku ingin membalas suratnya, sudah ada beberapa carik kertas terbuang sebab aku tidak menyukai apa yang kutulis. Lalu akhirnya menjadi buntu tidak tahu ingin menuliskan apa disurat itu. Terlintas juga dipikiranku, surat-menyurat tanpa sepengetahuan pacarmu sudah termasuk cheating tidak sih?


XOXO


✍🏻 Hi, new chp is here. Okay di ch awal aku jadiin tsunade guru sekolah mereka but then after reread it all started with a love letter ternyata tsunade aku sebut jadi bibi sakura, so i changed it into shizune wkwk. Sorry yah, maklum udah lupa lupa sama karya sendiri

P.S I ( Still ) Love YouWhere stories live. Discover now