bab 2

49 8 0
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.




Aira berjalan malas memasuki rumahnya, mengabaikan keramaian dan tatapan aneh orang-orang yang berada dalam rumahnya.
Gadis itu terus berjalan dengan menulikan pendengarannya.
Penampilan mereka amat kontras dengan penampilan dirinya.

Stelan tuxedo dan gaun yang mereka kenakan menjadi penanda bahwa saat ini tengah berlangsung acara yang penting.

Berbeda dengan dirinya yang hanya mengenakan gaun biasa, bahkan baju itu sudah dua hari melekat pada tubuhnya.

Mata sayu milik Aira tertuju pada seorang pria yang berdiri di samping wanita yang tak lain adalah kakaknya sendiri itu.

Dapat Aira lihat, dari mata itu terdapat sedikit rasa bersalah.
Tapi hal itu tak berpengaruh apapun pada dirinya.
Hatinya terlanjur hancur, bahkan nyawanya pun hampir hilang.

Entah pantas atau tidak lelaki yang menolongnya ia sebut sebagai malaikat, karena pada kenyataannya hal itu membuat ia harus kembali menguatkan hatinya untuk menghadapi semua kenyataan yang lagi-lagi membuat ia terasa tertikam berkali-kali.

"Aira." Suara sang ibu, membuat ia kembali tersadar dan menyudahi kontak matanya dengan lelaki itu.

Sang ibu kemudian membawa tubuh ringkih Aira untuk masuk kedalam kamarnya yang berada di lantai atas.

"Kau dari mana?" Tangan wanita yang telah melahirkannya itu sedikit menekan tubuh Aira agar masuk kedalam kamarnya.

"Jawab Aira!" Suara sang ibu yang menekan pada setiap katanya.

"Apa kau ingin membuat malu keluarga kita hah? Kau tak pulang selama dua hari, dan sekarang kau datang dalam keadaan seperti ini. Apa yang akan mereka pikirkan tentang kita park Aira?"

Wajah Aira mendongak sembari mengigit bibir bawahnya, berusaha menahan tangis.

"Apa ibu pernah berpikir tentang perasaan ku?" Kata itu keluar dari bibir mungil yang mulai bergetar.

"Kenapa ibu peduli pada mereka, sedangkan kau tak pernah peduli pada perasaan ku." Ucap Aira dengan nada yang meninggi.
Karena emosinya yang semakin meledak-ledak.

"Aira jaga bicaramu!" Ucap wanita paruh baya itu sembari mengacungkan jari telunjuknya tepat di depan wajah sang putri.

"Kenapa ibu takut aku menghancurkan pesta ini? Tapi ibu tanpa rasa bersalah menghancurkan kehidupan ku." Aira kian marah, saat mengingat kembali bagaimana sang ibu ikut berperan dalam kehancurannya saat ini.

Wanita paruh baya itu nampak menghela nafas mencoba untuk menetralkan emosinya. Saat ini bukan waktu yang tepat untuk berdebat.

"Kita bicarakan lagi nanti, sekarang bersihkan badanmu." Ucap wanita paruh baya itu sembari beranjak dari kamar putri bungsunya.

Sementara itu, Aira kembali menumpahkan segala tangisnya kembali.
Lengkap sudah penderitaannya saat ini.

Ingin rasanya ia menjerit sekencang-kencangnya, ia marah pada keadaan yang terus menyeretnya pada tangis.
Dan ia benci dengan keadaannya saat ini.

Love Me Again (Park Jimin)Where stories live. Discover now