Bagian 8

2K 95 8
                                    

Bagian 8
Pertengkaran

***

Tania memandangi wajah Satria sepanjang malam. Ia tidak bisa tidur, pikirannya terus tertuju pada mantan suaminya. Laki-laki yang pernah teramat sangat ia cintai dulunya. Ia rela melakukan segala hal untuk Fawwaz, meski tak pernah sekali pun lelaki itu menghargainya.

“Aku butuh waktu.” Selalu begitu jawabnya.

Waktu yang entah sampai kapan, karena dia sendiri tak pernah membuka diri. Tania kembali tersedu-sedu karena kenangan pahit yang diberikan Fawwaz kini datang lagi, seperti tengah menari-nari.

Sakit tapi juga … rindu.

Aroma Fawwaz masih sama seperti dulu, pasti karena parfum lelaki itu tak perna ganti. Dulu, Tania suka sekali mencium kemeja bekas dipakai Fawwaz. Sebelum mencuci, ia menghirup dalam-dalam aroma tubuh Fawwaz melalui pakaian bekas pakainya.

“Pakaianku nggak usah dicuci. Aku bisa laundry sendiri,” kata Fawwaz saat tahu Tania mencuci pakaian kotornya.

Tania menggeleng, lalu mengetik di ponselnya lalu mengirimkan pada Fawwaz. Tania menatap Fawwaz, meminta lelaki itu membuka pesan darinya.

“Aku tahu kamu butuh waktu, Abang. Tapi izinkan aku melakukan tugasku sebagai istri.”

Fawwaz menutup ponsel setelah membaca pesan tersebut, lalu kembali memakai sepatu. Lelaki itu berdiri, dan pamit berangkat kerja. Sebelum keluar dari pintu, Fawwaz mengatakan. “Jangan terlalu berharap aku bisa membalas apa yang kamu lakukan.”

Tania tertegun. Lagi dan lagi hatinya terluka mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Fawwaz. Namun, ia tetap berusaha tegar, dan bertekad akan terus bersabar. Sampai setidaknya Fawwaz mau menerima dirinya sebagai istri.

Hari itu, Fero datang ke apartemen Fawwaz tanpa memberitahu. Tentu saja kedatangan Fero membuat Tania terkejut. Ia takut jika kakak iparnya itu tahu tentang Fawwaz yang menyuruhnya tidur di kamar berbeda.

“Kakak ke sini tuh mau ngasih tau kamu, kalau Kakak bakal buka cabang di sini. Temen kakak rukonya lagi disewain. Nah, nnati kakak percayakan sama kamu yang jaga dan ngurus cabang di sini. Biar kamu juga ada kerjaan.”

Tania tersenyum dan mengangguk. Sebelum menikah, ia memang sudah sering bekerja ikut Fero menjaga toko pakaian. Kini toko itu sudah mulai berkembang dan membuka cabang. Tania senang akan dipercaya untuk memegang salah satu cabangnya.

“Oh ya, Kakak nginep di sini ya semalam. Ada kamar kosong kan?”

Tania menelan ludah, gelagapan bingung harus mencegah saat Fero beranjak dari sofa menuju kamarnya. Tania ingin mengirimkan pesan pada Fawwaz, tapi ponselnya ada di kamar. Sekeras apa pun ia berusaha mencegah, pada akhirnya Fero mengetahuinya juga.

“Kalian tidur pisah kamar?” Fero menatap tajam Tania setelah membuka pintu kamar.

Tania hanya menunduk tak tahu mesti menjawab apa.

“Jangan bilang kalau sejak pertama pindah ke sini, Fawwaz menyuruhmu tidur di kamar berbeda?”

Kedua mata Tania merebak, ia tak bisa menahannya karena hatinya yang sesak. Ia butuh tempat bercerita, bahwa selaa tiga bulan menikah, Fawwaz tak pernah sekali pun menyentuhnya. Jangankan menyentuh, bicara saja jika ada perlu saja, secukupnya. Selebihnya, hari-hari Tania hanya sepi dan sunyi. Harapanlah yang membuatnya masih sanggup bertahan.

Fero marah besar, tapi dia memeluk Tania dan menenangkan. Kepada Fero lah akhirnya Tania bercerita semuanya. Maka malam itu saat Fawwaz pulang, terjadi keributan besar.

"Kerja apa pulang jam sebelas lebih begini?” tanya Fero yang duduk di sofa.

Fawwaz yang baru saja membuka pintu itu terkejut. Ia menutup pintu pelan lalu menjawab bahwa ia lembur.

APA KABAR MANTAN SUAMIKUWhere stories live. Discover now