Bagian 2

2.7K 146 9
                                    

APA KABAR MANTAN SUAMI
Bagian 2
Demam Tinggi

***

“Bunda … Bunda ….”

Tania membuka mata seketika dengan napas tersendat-sendat. Keringat dingin membasahi dahinya apalagi kipas angin memang tidak dinyalakan.

“Bunda mimpi buruk, ya?”

Tania menoleh dan mendapati putranya yang bernama Satria Arsenio tengah menatap penuh kekhawatiran. Ia lalu duduk dan tersenyum setelah mengusap wajah.

“Bunda lupa berdoa ya pasti sampai mimpi buruk begitu?” Satria kembali berkata sembari membantu mengusap keringat di leher Tania.

Tania tersenyum dan mengangguk lalu memeluk Satria. Seorang putra berusia tujuh tahun yang menjadi obat dari segala sakitnya. Bahkan saat ia mengalami mimpi buruk seperti sekarang, ada putra kecilnya yang bisa dipeluk agar ia kembali tenang.

Rasa syukur selalu ia panjatkan pada Tuhan karena telah memberinya kesempatan untuk hidup. Jika dulu dirinya mati tertabrak bus, mungkin saat ini ia tak akan merasakan bahagianya memiliki seorang putra yang sangat tampan dan cerdas.

Dulu, saat dirinya selangkah lagi akan menuju jalanan dimana bus akan melintas, tiba-tiba saja ada pengendara motor yang menyalip dan menyenggol bus. Di depan matanya sendiri ia melihat pengendara motor itu terseret sejauh lima meter. Entah apa yang terjadi selanjutnya karena seketika matanya pening dan ia merasa mual melihat darah berceceran di jalan.

Tania tersadar saat mencium aroma minyak kayu putih begitu menyengat. Ia membuka mata dan melihat ada banyak orang di hadapannya. Semua orang terlihat menghela napas lega dan bersyukur. Kemudian ada yang memberinya teh hangat dan ia meminumnya sampai tandas.

“Dah itu, Tong. Gua mau gawe lagi. Urus sendiri ya, coba beliin nasi bungkus siapa tau dia lapar.” Seorang wanita berbadan gemuk menepuk remaja tanggung di sebelahnya. Orang-orang yang lainnya pun satu persatu pergi.

“Mbak, mau saya beliin nasi bungkus?” tanya remaja tanggung itu.

Tania menggeleng dan bangun dari kursi kayu.

“Oh, mbak mau langsung pulang?”

Gerakan kaki Tania terhenti. Ia ingat sekarang bahwa sudah tidak punya siapa-siapa dan tidak punya apa-apa. Seketika ia mengutuk semesta mengapa membiarkannya hidup. Mengapa bukan dirinya saja yang terseret di jalanan dengan darah berceceran?!

“Apa mau saya anter pulang, Mbak? Saya hafal lho daerah sini.”

Tania menggeleng lalu beranjak dari kursi dan keluar dari depan ruko yang tutup tersebut.

“Mbak! Nanti kalau pingsan lagi gimana?”

Tania tak peduli dengan seruan remaja tanggung itu dan memilih terus melangkah.

“Seenggaknya ucapin makasih kek!”

Seketika langkah tania terhenti dan menoleh. Remaja tanggung itu terlihat gelagapan tapi tetap maju dan berkata, “Nemu orang baik di kota besar ini susah, Mbak. Seenggaknya kalo udah ditolongin itu ucapin makasih. Saya yang umurnya di bawah Mbak aja ngerti caranya bilang maaf, tolong, dan makasih.”

Tania terdiam, dan tentunya ia merasa bersalah. Dirinya pun tahu caranya mengucapkan maaf, tolong, dan terima kasih. Hanya saja saat ini pikirannya sedang kacau dan tidak ingin diganggu siapa pun.

Remaja tanggung itu berdecak dan memilih melangkah pergi. Tania mengejar dan meraih tangan remaja itu.

“Kenapa, Mbak?”

Tania mencari bolpoin dan buku yang selalu dibawanya dan ia letakkan di tas.

“Mbak saya harus kerja. Jangan buang-buang waktu saya. Mending mbak langsung ngomong aja deh mau apa biar cepet.”

APA KABAR MANTAN SUAMIKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang