lebih baik

37 8 0
                                    

Seketika Kirana menghindar saat tangan lancang Evan ingin mengusap kerudungnya. Meski keduanya tidak bersentuhan namun Kirana lebih membatasi diri karena Evan bukanlah mahromnya. Bukan munafik tetapi dia lebih menjaga diri saja dari fitnah -fitnah tidak berdasar.
Melihat reaksi Kirana Evan segera sadar apa yang dia lakukan itu salah dan dengan cepatnya Evan menarik kembali tangannya yang terulur, mengulas senyum paksanya sambil mengangguk meminta maaf atas perbuatan lancangnya. “Maaf.”
Kirana mengangguk dan sedikit memundurkan tubuhnya agar tidak terlalu dekat dengan tempat Evan berdiri. “Tidak masalah bang.”
Evan kembali menunjukkan rasa canggungnya, awalnya dia bingung mau berbicara apalagi namun saat Kirana membuka pintu mobilnya dia sadar jika wanita itu ingin segera pergi dari halaman parkir rumah sakit ini. “Ayo aku antar pulang.”
Dengan cepat Kirana menggeleng dan berkata. “Makasih bang, aku naik taxy saja soalnya mau sekalian kerumah nenek.” Tolaknya dengan ramah sambil menenteng kembali tas kerjanya.
Bukan kuasa Evan untuk memaksanya, sebagai lelaki baik dia hanya bisa menerima kekecewaan didalam hatinya tanpa mau meluapkannya. “Ya udah kalau begitu aku ant—“
Lagi-lagi Kirana menolak dengan cara mengibaskan kedua tangannya sambil mengulas senyum manisnya. “Tidak usah bang. Itu ada taxy yang sudah mangakal dipinggiran trotoar.” Tunjuknya kearah mobil berplat warna kuning itu.
Evan mengangguk dan lagi-lagi dia hanya mampu menekan rasa kekecewaannya yang ditutupi dengan senyum ramah. “Baiklah.”
Kirana segera melangkahkan kakinya kearah taxy terparkir tentunya setelah dia berpamitan kepada teman kerjanya itu. “Kemuning Hell pak.”
Pria paruh baya yang sudah siap dibalik kemudinya itu mengangguk. Sebenarnya Kirana hanya beralasan saja ingin berkunjung kerumah neneknya karena menurutnya tidak etis jika wanita bersuami diantar pulang pria lain yang hanya sekedar teman kantor. Kirana menghindari gunjingan yang tidak-tidak meski pada kenyataannya tidak banyak orang yang tau tentang status pernikahan-nya.
Taxy mulai mengantarnya kearah jalan menuju apatemen mewah yang berada dipusat kota. Jarak antara rumah sakit dan lingkungan apartemen tidak terlalu jauh mungkin hanya membutuhkan waktu lima belas menit jika jalannya lurus tetapi karena terlalu banyak jalan satu arah yang taxy itu lewati jadi waktu yang mereka butuhkan untuk sampai ketempat tujuan menjadi dua kali lipat waktu yang dipercepat. Tiga puluh menit lamanya Kirana berada didalam taxy yang dia tumpangi. Tidak banyak bicara dan pertanyaan, perjalanan yang memang seharusnya tidak terlalu banyak bacot karena tidak semua penumpang nyaman dengan sikap sang supir.
“Terimakasih pak.” Kirana segera keluar dari dalam taxy setelah membayar tagihannya. Setelah pengendara taxy itu menghilang dari hadapannya barulah Kirana melangkahkan kakinya kearah lobi apartemen.
Satpam yang selalu menyapanya dan juga resepsionis yang selalu ramah kepadanya membuat Kirana tidak secanggung dulu lagi, mungkin karena Kirana yang sekarang lebih mengerti tentang peraturan apartemen mewah yang semuanya serba ketat. Mulai dari penunjukan idcarf kepemilikan gedung sampai identitas yang selalu harus dia tunjukkan kepada petugas yang berjaga.
“Semoga hari mbak Kirana menyenangkan.” Tukas pak satpam yang membantunya menekan tombol evelator.
Kirana hanya mengangguk dan mengulas senyum ramahnya sebelum pintu evelator tertutup rapat.
Tepat saat deting evelator berbunyi dan juga pintu evelator terbuka Kirana melihat sosok yang sangat dia kenal siapa lagi kalau bukan wanita pujaan hati suaminya. Wanita itu tersenyum mengejek kearah Kirana,wanita yang dijuluki sebagai sang peri hanya omong kosong belaka. Dia sangat pandai menyembunyikan wajah menyebalkannya didepan public. Amazing bukan?
“Ah. Aku pikir kamu tidak akan kembali.” Oceh wanita itu tanpa rasa sungkan.
“Maaf, disinilah rumah saya. Jadi sudah seharusnya yang menumpang sadar diri.” Jawab Kirana sambil melangkah melewati pintu evelator tanpa memperdulikan tatapan menyebalkan Zera.
**
Tepat saat dirinya baru saja menyelesaikan masakannya, Kirana lagi-lagi mendapati suaminya tengah bercengkrama dengan wanita pilihan hatinya ‘Zera’. Ini bukanlah pertarungan antara istri sah dengan wanita pujaan lain, situasinya saat ini lebih kearah pertarungan batin Kirana. Ya benar! Kirana harusnya tidak masalah jika wanita itu terus ada diantara mereka. Sekarang yang perlu Kirana fokuskan adalah nasib calon bayinya dan juga karirnya.
Kirana sudah mulai mempersiapkan strategi jika nanti Suga mengusirnya dan tidak mengakui anaknya. Kirana harus semakin giat bekerja dan juga menabung dan untuk jatah bulanannya, Kirana juga harus mulai terbiasa menggunakannya. Tidak ada kata ‘sungkan’ lagi untuk saat ini karena uang yang diberikan kepadanya memang murni milik dirinya sepenuhnya.
“Semangat.” Gumamnya sambil mulai merestart dirinya sendiri agar kembali kepengaturan awal sebelum menikah. Cuek dan masa bodoh dengan sekitar termasuk—mengabaikan Suga Martinez sang bintang papan atas. Menyingkirkan perasaan sukanya menggantinya dengan perasaan segan. Seperti halnya bawahan kepada atasan kerjanya.
“Apa kamu yang memasak semua ini?” Suga tiba-tiba saja menunjuk makanan yang tersaji diatas meja makan.
Kirana mengangguk. “Silahkan Nikmati hidangannya.”
“Ah, ok.”
“Bukankah kamu mau mengajakku makan diluar?” Elak Zera.
“Terlalu beresiko jika kamu keluar saat ini.” Suga menarik stols yang ada tepat disampingnya. “Nikmati saja yang ada.” Tanpa menghiraukan decih kekesalan Zera. Suga meraih piring kosongnya lalu mulai mengisi nasi beserta lauk pauknya. “Em. Ini sangat enak kamu harus mencobanya Zera.” Puji Suga.
Tentu saja pujian Suga semakin membuat Zera kesal.
“Duduk dan makanlah.” Titah Suga yang tidak mampu Zera tolak. Dengan sedikit perasaan kesal wanita itu pada ahirnya menuruti perintah Suga dan mulai melahapnya.
Enak! Tetapi sayang Zera kurang suka makanan berbumbu lekat seperti ini. Mau tidak mau dia memilah daging dan santannya, hanya mencicipinya lalu meletakkan kembali sendok makannya.
“Apa kamu tidak suka?” Tanya Kirana.
Zera menggeleng. “Ini enak.” Ujarnya sambil sedikit mengulas senyum karena perasaan tidak enaknya. Ya meski Zera kurang begitu suka dengan Kirana tetapi dia harus tahu juga posisinya saat ini. Seperti kata Suga Martinez, wanita yang ada dihadapannya ini hanyalah istri kontraknya tetapi Zera harus tetap menghargainya karena dia wanita yang sudah dia pilih untuk menjadi pendamping hidupnya. Zera harus mengakui jika Kirana sangatlah cantik dengan balutan kerudung yang membungkus rambut panjangnya dan juga baju longgar yang menutupi boddy indahnya.
“Lalu kenapa—”
“Aku ada projek baru jadi harus tetap menjaga porsi makanku.”
“Oh.” Kirana mengangguk lalu kembali melahap makan malamnya.
“Maaf!”
Tiba-tiba saja Zeea mengucap kata maaf, membuat Kirana mendongak menatapnya heran. “Mbak Zera bicara sama aku?”
Zera mengangguk. “Iya. Maafkan aku atas kejadian tadi didepan evelator.”
Kirana mengangguk dan mengulas senyum tulusnya. “Tidak masalah mbak.”
“Sukurlah. Ah iya!” Zera menyenggol lengan Suga yang masih fokus pada makanannya. “Besok aku udah balik ke apartemen ku sendiri.”
Suga mengangguk tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
“Mas.”
“Em.” Suga meneguk kembali supnya.
“Papa datang sama mama katanya malam ini. Mereka sekedar mampir.”
Seketika Suga memicingkan matanya mendengar ucapan Kirana. “Kenapa kamu baru ngomong sekara—”
“Memangnya kenapa?” Elianor Martin tiba-tiba saja berdiri tepat dibelakang Suga sambil menyilangkan kedua tangannya. “Oh pantas saja kamu panik.” Tegas Elianor sembari menatap tajam Zera yang duduk sambil menundukkan kepalanya.





Scandal Tuan MudaTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon