syok

39 6 0
                                    

“Ada apa?” Tanya Kirana dengan wajah bingungnya.
Evan berulang kali menghela nafas, setelah menepikan mobilnya Evan masih belum mengeluarkan suaranya sepatah katapun.
“Bang Evan.” Kirana menggoyang tubuh Evan agar mau menatapnya.
“Katanya kamu enggak suka sama suami kamu.” Ucapnya dengan nada memelas.
Kirana mengeryitkan keningnya. “Memang kapan saya pernah bilang enggak suka?”
Evan berkali-kali memukul stir mobilnya membuat Kirana beringsut mundur perlahan, namun sialnya tubuhnya masih tertahan sabuk pengaman yang membelitnya.
“Bastian bilang kamu enggak suka sama suami kamu lalu kenapa sekarang kamu bisa hamil?”
Kirana mengusap tengkuknya berulang kali, bahkan dia sendiripun tidak tahu kenapa bisa kecolongan dan masalah berhubungan badan—bukankah wajar suami istri melakukannya? Mau heran tetapi melihat wajah kecewa Evan seperti-nya pria itu kecewa dengan dirinya dan jangan-jangan dia menyukainya diam-diam.
“Bastian suka ngasal!” Jawab Kirana ahirnya.
Bahu Evan seketika merosot, wajah kecewanya masih belum sirnah dari mimik wajahnya. “Jadi suami kamu benar Suga Martinez?”
Kirana mengigit bibir bawahnya, dia sudah terikat perjanjian tidak boleh membocorkan rahasia mereka berdua.
“Jangan berbohong lagi.”
Kirana mengangguk samar. “Jangan sampai ada yang tahu ya bang.”
Evan mengangguk. “Lalu bagaimana sekarang?”
Kirana mengherdikkan bahunya. “Tidak ada cara lain kecuali—“
“Mengugurkan?”
Kirana hanya diam karena dia sendiripun tidak tahu apa yang harus dia lakukan?
“Apa kamu yakin mau mengugurkannya Dek? Dosa besar jika kamu lakukan itu.”
Kirana mulai menitikkan air matanya, sambil mengalihkan pandangannya keluar jendela Kirana kembali berucap. “Aku bingung bang apa yang harus aku lakukan, Bahkan pria itu tidak mau menerimanya.”
Evan menghela nafas panjang. “Apa kamu sudah siap menerima resikonya dek?”
Kirana mengangguk.
“Aku ada kenalan dokter yang bisa membantumu.”
“bantu aku bang.”
Evan menyelakan mesin mobilnya kembali namun sebelum dia kembali melajukan mobilnya Evan kembali memastikan. “Kamu yakin?”
Kirana mengangguk pasti. “Tidak ada jalan lain.”
Evan tidak bisa berkata apa-apa lagi, sahabatnya ini memang bodoh menurutnya tetapi saat melihat Kirana yang begitu tertekan mau tidak mau Evan membantunya.
Dilakukannya mobil SUV warna hitam miliknya, membela jalanan ibu kota menuju rumah sakit harapan bunda dimana teman dekat-nya bekerja. Berharap Sandres membantunya kali ini. Evan pernah mendengar Sandres membantu orang yang tidak menginginkan bayi untuk mengugurkannya dengan alasan sudah terlalu banyak anak.
Tepat setengah jam lamanya Evan melajukan mobilnya hingga mereka sampai dirumah sakit yang mereka tuju. Evan segera memasuki area parkir rumah sakit lalu melirik kesamping mencari spot tepat untuk memarkirkan mobilnya. Setelah dia rasa aman, Evan segera mematikan mesin mobilnya dan segera melangkah keluar dari dalam mobilnya tidak lupa mengajak serta Kirana untuk segera menemui sahabatnya.
“Kamu beneran udah siapkan?” Evan kembali meyakinkan Kirana. “Kamu tau ini dosa kan dek?”
Kirana mengangguk ragu. “Dari awal niatku menikah juga udah dosa bang.”
Evan hanya mampu mengherdikkan bahunya lalu kembali melanjutkan langkahnya kearah lobi rumah sakit dan bertanya kepada salah satu petugas resepsionis rumah sakit.
“Apa dokter Sandres masih berada di ruangannya?” Tanya Evan.
“Masih ada bapak. Kemungkinan beberapa menit lagi akan keluar ruangan karena sudah waktunya pulang bapak. Mungkin ada yang bisa kami bantu?” Jawab staf resepsionis.
Sesui prosedur rumah sakit jika ingin bertemu secara langsung dokter yang bertugas Evan harus mendaftar terlebih dahulu atau mengontak langsung dokter yang bersangkutan dan itupun harus diluar jam kerja. Setelah petugas memberi informasi kepada Evan diapun memilih untuk menunggu sahabatnya selesai sift kerjanya.
“Tinggal beberapa menit lagi, kamu enggak apa-apa kan nunggu?” Tanya Evan kepada Kirana yang sedari tadi berdiri disampingnya.
Kirana mengangguk dan segera membalikkan badannya menuju kursi tunggu yang berjejer tepat disamping pintu masuk rumah sakit, mengabaikan Evan yang masih berbincang dengan salah satu resepsionis rumah sakit ‘HARAPAN BUNDA’
Perlahan Kirana mendudukkan dirinya menatap kearah luar sambil sesekali dia tersenyum melihat bocah yang merengek dipangkuan ibunya. Bocah yang menggemaskan dan lucu, tidak hanya itu dia juga melihat beberapa ibu baru dengan senyum mengembang menggendong buah hatinya sambil bersenandung ria seolah tengah mengajari bayi yang baru lahir itu bernyanyi.
Ada sedikit rasa perih yang menyelimuti hatinya, dia ingin seperti itu tetapi dia juga tidak ingin direpotkan. Kirana masih ingin bebas dan juga masih ingin mencapai semua impiannya.
Perlahan tangannya mengusap perut ratanya, matanya mulai berkabut dan dia kembali berfikir untuk mengugurkan calon buah hatinya. “Jahat banget ya bunda dek?” Gumamnya lirih hingga satu sentuhan lembut mengalihkan perhatiannya.
“Wawa-wa.” bocah laki-laki berusia kisaran tujuh bulan tanpa sengaja menyentuh lengannya. Bocah laki-laki yang tengah duduk dipangkuan ibunya seolah memberinya peringatan keras jika kelak anak yang ada didalam kandungannya juga akan sama menggemaskannya seperti bocah laki-laki itu.
“Maafkan anak saya mbak.” Ujar sang ibu yang tengah menggendong anak laki-laki itu meminta maaf kepadanya.
Kirana mengulas senyumnya sambil mengangguk.
“Ayo sayang, semuanya sudah beres.” Laki-laki paruh baya yang berdiri didepan ibu bocah laki-laki itu mengajak istrinya untuk meninggalkan rumah sakit, sepertinya urusan mereka sudah selesai.
“Mari mbak. Kami permisi dulu.” Ucap Wanita muda itu sambil beranjak dari duduknya.
Kirana kembali mengulas senyumnya namun anak laki-laki yang tadi menyentuh lengannya terus menatapnya dengan mata bulat berbinar-nya. Mereka berdua berjalan beriringan sambil terlihat bercerita sedangkan sang bocah laki-laki terus menengokkan kepalanya kearah Kirana seolah memberi isyarat kepadanya.
“Tidak.” Gumam Kirana sambil beranjak dari duduknya. “Aku tidak boleh setega itu. Ini anakku dan dia juga berhak hidup meski mereka tidak menginginkannya aku akan tetap mempertahankannya.” Serunya dalam hati sembari melangkah keluar dari dalam rumah sakit. Meninggalkan Evan begitu saja. Keputusannya sudah bulat sekarang, Kirana tidak akan mengugurkan anaknya. Bagaimanapun caranya Kirana akan tetap mempertahannya karena bayi dalam kandungannya sama sekali tidak berdosa dan dia layak untuk dilahirkan kedunia.
Jika ditanya siapa yang salah? Yang salah adalah dirinya sendiri yang terlalu ceroboh. Harusnya dia bisa menjaga diri agar tidak terjadi seperti ini.
Evan yang tidak melihat Kirana ditempat duduknya semula seketika itu juga panik dan segera berlari keluar mencari keberadaan sahabatnya. Evan tidak ingin melihat Kirana berbuat nekad, wanita itu tengah tertekan. Evan takut jika tiba-tiba saja Kirana berbuat yang tidak-tidak.
“Kirana.” Teriak Evan saat berada diarea luar gedung rumah sakit.
“Bang. Aku disini.” Sahut Kirana sambil melambaikan tangannya.
Evan mendengus kesal saat melihat wanita yang dia pikirkan ternyata tengah menikmati ice potong yang ada dipinggiran trotoar. “Bikin panik saja kamu.” Kesal Evan sambil menjitak pelan kening Kirana.
Wanita itu hanya mengulas senyumnya sambil terus menyesap ice creame jadul kesukaan anak-anak SD itu.
“Kamu jadi gugu—“ Evan menghentikan ucapannya saat melihat sekelilingnya banyak orang berlalu lalang.
“Dia enggak berdosa bang. Kayaknya Aku ingin bocil tetap hidup deh.”
Tentu saja mendengar ucapan Kirana membuat hati Evan menghangat, dia sebenarnya juga tidak tega melihat Kirana kesakitan dan terluka batin. Bisa Evan pastikan jika dia benar-benar menggugurkan bayinya hanya penyesalan yang akan dia terima.
“Aku ikut senang.” Ujarnya sambil mengusap lembut kerudung yang membungkus kepala Kirana.





Scandal Tuan MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang