tidak berprasaan

32 8 1
                                    

Zera dan Martin seketika membekap mulutnya saat melihat darah segar yang tiba-tiba membasahi celana kerja Kirana, dengan sigap Martin mengangkat tubuh menantunya keluar dari dalam ruang kerjanya sedangkan Zera memilih untuk tetap diam didalam menunngu situasi cukup kondusif untuk keluar jika dia memaksa ikut bersama Martin takutnya banyak orang yang tau tentang keberadaannya.
“Kiran sadarlah.” Martin terus memanggil nama Kirana sambil terus memopongnya keluar dari dalam lift menuju parkir mobilnya. Tepat saat dirinya keluar dari lobi satpam menghampirinya.
“Mari saya bantu Pak.”
Martin menyerahkan tubuh Kirana dan dengan cepat dia berlari kearah parkir mobilnya. “Tunggu disini.”
“Baik.”
Alasan Martin tidak memanggil ambulan karena dia berfikir akan terlalu lama dia menunggu, ini kesalahannya dan dia harus bertanggung jawab atas kejadian yang menimpa Kirana.
Saat menarik tangan Kirana dia tidak bermaksud menarik tangannya terlalu kencang hingga tubuh Kirana tergolek kelantai dan mengenai pojok meja tepat diperutnya setelah itu darah keluar begitu saja, sungguh Martin takut terjadi apa-apa dan sejujurnya dia dengan istrinya Anna sudah sangat menyayangi menantunya, selain dia tidak terlalu banyak tingkah Kirana juga bukan tipikal wanita materialistis yang memikirkan materi saja.
Meski jujur awalnya Martin juga mengira jika Kirana sama saja dengan wanita pada umumnya, tergiur karena harta dan kekuasaan namun saat dirinya mengajukan untuk tidak memberi tahu kepublik tentang statusnya dengan anaknya Kirana mengiyakan dan dia juga merasa nyaman-nyaman saja tanpa ada tuntutan sedikitpun kepada keluarga Martin.

Sesampainya dirumah sakit Martin segera mompong Kirana keluar dari dalam mobilnya lalu melangkah tergesa kearah IGD. “Tolong menantu saya.”
“Baik, bapak silangkan tunggu disana.” Salah satu perawat membawa brankar lalu memindahkan Kirana dari gendongan Martin kebrankar.
Martin mulai bergerak gelisah, dia tidak tau harus berbuat apalagi dia takut jika Suga tau yang sebenarnya tentang hubungannya dengan Zera, sudah bisa Martin pastikan pria itu akan mengamuk.
“Astaga!” Martin memijit keningnya berkali-kali. “Bagaimana ini?” Martin terus melihat kearah ponselnya, dia bingung harus berbuat apa sekarang saat melihat ponselnya terus berdering.
Martin perlahan menghembuskan nafasnya pelan dan segera mengangkat panggilan telfonnya. “Ya?”
“Kamu dimana sayang? Kenapa kamu lama sekali, bukannya kamu sudah berjanji mau pulang agak awal?”
Mendengar suara kesal Anna, Martin semakin gugup. “Astaga! Maaf aku lupa mengabarimu haney. Aku berada dirumah sakit, bisakah kau menghampiriku sekarang? Mintalah sopir mengantarmu aku akan mengirim alamat rumah sakitnya sekarang.”
Tanpa menunggu jawaban dari istrinya Martin segera mematikan panggilan telfonnya dan segera mengirim alamat rumah sakit tempat Kirana dirawat.
**
Satu jam berlalu Kirana masih belum juga menunjukkan tanda-tanda siuman, kini Kirana sudah dipindahkan keruang rawat inap setelah hampir setengah jam lebih Kirana ditangani di IGD oleh dokter penjaga, namun alangkah terkejutnya Anna dan Martin saat mengetahui jika Kirana telah keguguran.
Martin merasa sangat bersalah apalagi dirinyalah yang mengakibatkan menantunya kehilangan calon cucunya.
Anna yang melihat suaminya termenung sambil memandang iba kearah Kirana hanya bisa mengusap punggung suaminya berkali-kali.
“Yakinlah jika dia akan selamat.”
Martin mengangguk, dia masih belum berani menceritakan apa yang sebenarnya terjadi kepada Kirana, dia juga masih berfikir cara membuat alasan untuk mengelabui istri dan juga anaknya.
“Sebaiknya kita hubungi Martinez pa.”
Martin mengangguk dan segera meraih ponselnya didalam saku celananya, setelah mengirim pesan singkat kepada Suga, Martin kembali memasukkan ponselnya kedalam sakunya dan kembali fokus kepada Kirana yang masih berbaring lemah.
“Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa Kirana menjadi seperti ini pa?”
“Kiran terjatuh saat aku menariknya tanpa sengaja.” Jelas Martin pelan. Oke mungkin dengan sedikit mengalihkan realitanya, dirinya akan lebih aman meski entah nanti akan seperti apa jika Kirana sudah siuman. Fikirnya sambil kembali mengarang cerita.
“Menarik?” Anna mengeryitkan keningnya.
“Ya.” Martin menghela nafas panjang seperti membayangkan kejadian yang terjadi meski pada kenyataannya dia hanya memikirkan dirinya sendiri. “Kirana hampir terpeleset jadi aku berusaha menariknya mam dan aku fikir tarikanku tidak terlalu kencang tetapi nyatanya aku malah mencelakainya.” Jelas Martin sambil menunduk, sebenarnya dia menunduk hanya menyembunyikan wajah paniknya. Sungguh menyebalkan bukan? Bahkan disaat seperti ini Martin masih memikirkan kabar Zera, keadaan wanita itu dan bagaimana dia bisa keluar dari dalam kantornya?
“Astaga papa. Sudahlah jangan terlalu sedih, bukankah kejadian ini bukan keinginanmu?” Anna memeluk tubuh suaminya dari samping.
Martin mengangguk dan tidak selang lama dari itu pintu ruang kamar rawat VVIP terbuka, dengan raut wajah panik Suga Martinez berlari kearah ranjang.
“Ada apa dengan dia Dad?”
“Maafkan Daddy.”
Suga tidak menghiraukan ucapan sang ayah, dia meraih tangan Kirana lalu menggenggamnya erat dan berbisik. “Maafkan aku, aku masih belum bisa sepenuhnya menginginkanmu tetapi aku juga tidak ingin kehilangan dirimu jadi aku mohon sadarlah.”
Sedetik kemudian jemari Kirana mulai bergerak, perlahan mata indah itu terbuka, sayup-sayup dia melihat atap langit-langit berdominan putih dan bau obat-obatan yang menyeruak dalam Indra penciumannya.
“Mas?” Panggil Kirana dengan suara lirih.
Suga mengangguk. “Ya?”
Mendengar suara Kirana, Martin dan juga Anna segera mendekat kearah anak dan menantunya.
“Kirana.”
Seketika wajah Kirana berubah seperti orang yang tengah ketakutan. Melihat raut wajah istrinya Suga menggenggam tangan Kirana lembut dan mengusapnya. “Kenapa Kiran?”
Kirana menggeleng dan dia memilih mengalihkan pandangannya kearah samping dimana hanya pemandangan tembok yang dia lihat.
“Maafkan papa sayang.” Anna mulai mengusap telapak tangan Kirana yang terbebas dari selang infus.
Ingin rasanya Kirana marah dan berteriak namun dia masih sadar jika ada dua hati yang harus dia jaga meski hatinya sendiri sudah hancur seiringnya bayi yang ada didalam perutnya. Sebenarnya Kirana sudah tersadar beberapa menit lalu tetapi dia lebih memilih untuk tetap memejam hingga Suga datang menemuinya. Dia juga sempat mendengar perbincangan ayah mertuanya dan juga ibu mertuanya.
“Apa yang sebenarnya terjadi pa?” Suga masih memperhatikan raut wajah Kirana.
“Kirana mengalami keguguran.” Jelas Martinez. “Dan daddylah penyebabnya.”
“keguguran?” Suga mengalihkan pandangannya kearah kedua orang tuanya. “Kirana hamil?”
Martin mengangguk.
“Benarkah?” Suga masih dalam expresi wajah tidak percaya.
“Iya, usia kandungan Kirana menginjak usia tiga Minggu.” Jelas Anna.
Suga menatap Kirana dengan tatapan masih tidak percaya. “Kenapa kau tidak mengatannya kepadaku?”
Kirana menarik tangan yang digenggam oleh Suga. “Jika aku bercerita apa kau mau mengakuinya?” ketusnya.
“Setidaknya aku masih bisa melihat raut wajah bahagiamu.”
Ingin rasanya Kirana merobek mulut Suga yang tidak berperasaan itu. Apa tadi? Melihat kebahagiaanmu? Lalu apakah dia tidak bahagia mendengar kehamilan istrinya?
Menjijikkan! Kalian semua menjijikkan. Ingin rasanya Kirana meneriakkan itu sekencang-kencangnya, akan tetapi dirinya terlalu lemah sekarang dan sebaiknya dia menutup seluruh wajahnya demi menghindari wajah suami yang amat sangat menyebalkan itu.





Scandal Tuan Mudaजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें