merinding

61 7 0
                                    

Hampir satu jam lamanya Kirana berada diruang direktur, Evan dan juga Bastian masih setia menunggu wanita itu dikantin kantor. Perasaan cemas kembali menggelayuti Bastian, dia sangat tahu watak direktur-nya tempat dirinya bekerja. Selain susah untuk menunjukkan senyumnya dia juga sosok yang tegas dan juga genit. Sebelum Kirana dan juga dirinya bekerja ditempat ini, ibu Bastian dahulunya adalah mantan asisten rumah tangga keluarga Martin Alatas yang pernah jadi ekperimen perselingkuhan tuan besar. Asal tahu saja jika ibu Bastian adalah mantan kembang desa, sebelum negara api menyerang tetentunya.
Andai saja Bastian bisa memilih siapa yang pantas menjadi bapaknya mungkin Bastian tidak akan memilih bapaknya yang sekarang untuk jadi bapak kandungnya. Selain gendut dia juga tidak punya duit alias kere, hanya saja sisi lembut dan penyabar-nya yang membuat ibu Bastian tergoda dengan sosok berhati malaikat berwujud Dugong itu.
Ah jika diceritakan masalah keluarga Bastian pasti akan panjang ceritanya, seperti novel karangan Rahma Wati yang penuh kejutan mungkin? Heheh.
Melihat Bastian yang terus melirik jam dinding dan juga pintu masuk kantin Evan merasa penasaran, sebenarnya apa yang dicemaskan oleh sahabat rekan kerjanya ini? Karena rasa penasarannya yang semakin tinggi Evan sengaja menyenggol lengan Bastian untuk mencari jawaban atas rasa penasaran-nya.
“Apaan sih!” Kesal Bastian sambil memberi tatapan tajam kearah Evan.
“Kamu kenapa?” Tanyanya santai sambil menyesap kembali kopi dalam cupnya.
Bastian menghela nafas, ingin rasanya dia bercerita namun janjinya kepada Kirana tidak mungkin dia ingkari dan pada ahirnya Bastian hanya bisa meluapkan kecemasannya melalui makanan yang ada didepannya. ‘bodo deh ini makanan siapa’ gumamnya sambil terus melahap pastry Kirana yang belum sempat terjamah.
Tidak kunjung mendapat jawaban dari Bastian. Evan memilih untuk menggeser stools yang ada dibelakangnya menggunakan sebelah kakinya lalu membiarkan begitu saja Bastian yang masih terduduk disampingnya. Dia cemas dan dia juga tidak tahu harus berbuat apa? Sebagai rekan seprofesi Kirana dia hanya mampu merampalkan doa agar sahabatnya tidak terkena masalah akibat usul tidak berotaknya itu.
“Evan.”
Seketika Evan terdiam saat dirinya melihat Kirana dengan wajah cerah berada tepat didepan pintu masuk kantin. Andai saja dirinya kekasih atau orang paling dekat dengan wanita itu mungkin Evan akan menghampirinya dan memeluknya erat sambil bertanya ‘Are you oke?’ lebay nggak sih? Meski pada kenyataannya memang seperti itulah pemikirannya detik ini. “Kamu enggak apa-apa kan dek?” Dan sepertinya hanya itu yang bisa keluar dari bibirnya. Pengecut!
Kirana menggeleng. “Memang aku kenapa mas?”
“Kan kamu tahu kalau---“ Detik itu pula bibir Evan terkatup saat orang yang akan dia bicarakan lewat tepat dibelakang Kirana diikuti Suga Martinez. Pria yang sangat terkenal akan sifat arogannya, meski terkenal katanya! Itu katanya dan maaf saja Evan bukan salah satu dari penggemarnya.
“Apa?” Kernyit Kirana tanpa tahu jika suami dan mertua-nya baru saja melintas dibelakangnya.
Setelah menghilangnya sosok yang sangat disegani itu Evan kembali membuka mulutnya dan berkata. “Kamu kan tau jika boss Martin orangnya kayak apa. Takut-nya kamu di—“
“Apa-apain?” Sambung Kirana sambil melanjutkan langkahnya masuk kedalam kantin dan diikuti kembali oleh Evan.
Niat ingin kembali keruangan menguap begitu saja berganti dengan rasa penasaran yang cukup tinggi dibalik senyum sumringah Kirana.
“Tenang saja mas, Boss Martin mana mau sama aku.” Lanjutnya sambil memukul punggung Bastian. “Tadi Babe Cuma tanya hasil proposal-nya, kebetulan orang yang kita tunjuk ada disitu makanya sedikit lama aku didalam.”
Babe adalah sebutan untuk Direktur utama gedung pertelevisian tempat mereka bekerja. Katanya sih biar tidak terlalu ketara jika mereka menggosipkan atasan.
“Oh.” Evan mengangguk mengerti meski rasanya dia masih janggal dengan jawaban Kirana. Begitu mudahkan proposal yang mereka ajukan diAcc? Padahal dia tahu jika Martin Alatas cukup perhitungan dalam mengeluarkan dana apalagi mengundang sosok artis papan atas dia akan memikirkan seribu kali jika buget yang dia keluarkan melebihi batas ketentuannya.
Selain genit Martin Alatas juga terkenal akan ketelitian-nya dalam mengAcc dana yang keluar, bukannya pelit hanya saja dia terlalu banyak perhitungan dan anehnya perusahaan pertelevisian yang dia pegang malah berkembang pesat. Amazing bukan? Bukan hanya satu stasiun televisi swasta yang dia miliki. Ada beberapa selain M-Tv ada beberapa gedung lagi yang berada dibawah kendalinya.
Sedangkan Bastian kembali melahap pastry milik Kirana tanpa banyak bertanya. Nanti! Nanti dia akan bertanya banyak dan itu hanya ada dirinya beserta Kirana yang terpenting bagi Bastian adalah Kirana sudah berhasil keluar dari kandang harimau buas. “Gue cabut ya nek. Banyak pekerjaan yang belum gue selesaikan.”
Kirana mengangguk sambil mendengus kesal karena pesanan rotinya sudah habis dilahap sahabatnya tanpa seijinnya.
“Mau aku pesanin lagi dek?”
Kirana kembali mengalihkan pandangannya dari piring kosong kearah Evan sambil menggeleng. “Enggak usah mas. Sebaiknya kita kembali saja.” Ditariknya rantang yang ada diatas meja. “Ayo kembali keruangan.” Ajaknya sambil melenggang pergi meninggalkan Evan begitu saja.
Evan mengangguk dan memilih untuk mengikuti langkah Kirana kembali keruang kerja mereka.
**
Lelah? Tentu saja. Sambil memijit pundaknya sendiri, Kirana menekan tombol evelator. Tanpa menyadari jika pria yang sudah menikahinya tiga tahun lalu tengah berdiri dibelakangnya sambil memperhatikan gerak tangannya yang terus menerus menekan pundaknya sambil sesekali menghela nafas dalam.
Saat pintu evelator terbuka Kirana menghentakkan kakinya melewati pintu evelator yang terbuka, saat dirinya berbalik dan menekan nomer lantai unit apartemen-nya. Kirana sedikit tercengang, bukan karena keterkejutannya melihat sosok Suga Martinez namun saat dia melihat smirk mengerikan yang berhasil dia tangkap melalui Indra penglihatannya sebelum pintu evelator benar-benar tertutup rapat. Diliriknya jam yang melingkar ditangannya lalu kepalanya mendongak menatap langit-langit evelator.
“Aish! Pantas saja bulu kudukku berdiri.” Gumamnya kesal saat mengetahui fakta jika waktu tengah menunjukkan pukul enam yang artinya pergantian jam sore kemalam.hari. Konon neneknya pernah bilang jika pergantian sore kemalam adalah waktu keluarnya lelembut atau bisa disebut juga hantu. Meski Kirana kurang begitu yakin namun ucapan neneknya mampu mendoktrin otaknya sampai sekarang dan kebetulan juga Kirana memang sangat jarang keluar waktu jam sore menjelang malam.
Hantu! Itulah yang ada diotaknya saat ini. Lingkungan apartemen yang sepi dan juga sepi menambah beban pikiran Kirana. Berulang kali dia merampalkan doa, berulang kali juga dia dikejutkan dengan kerdipan lampu evelator yang tiba-tiba meredup.
“Kirana kamu kenapa sih?” Gumamnya sambil menepuk-nepuk dadanya perlahan. “Ini gara-gara Bastian yang ngajakin nonton film horor ini.” Ocehnya sambil terus menatap angka yang bergerak diatas pintu evelator.
Ting...
Deting evelator membuat Kirana menghembuskan nafas lega dengan cepat pula dia melangkah keluar namun baru saja beberapa langkah Kirana kembali dikagetkan dengan sosok Suga Martinez yang sudah berdiri didepan pintu apartemen-nya.
“Kenapa kamu malah bengong hah? Lapar ini.” Oceh pria itu yang berhasil membuat bulu kuduk Kirana meremang seketika.
Artinya sosok yang berada didepan pintu apartemen-nya benar-benar suaminya lalu siapa yang tadi berada didepan pintu evelator-nya.
Melihat Kirana yang masih terbengong Suga segera menarik tangan wanita itu lalu membawanya masuk kedalam unitnya dan menutup pintunya dengan sebelah kakinya.
“Aku lapar Ana.”
Ana?—





Scandal Tuan MudaWhere stories live. Discover now