wanita lain dalam satu atap

53 8 1
                                    

Bukan! Ini bukan kali pertama Kirana mendengar rumor dating suaminya? Bahkan dia sudah sangat akan hal itu namun entah kenapa kabar dating kali ini membuatnya terusik, Kirana terus berusaha mengalihkan pemikirannya dia ingin fokus pada pekerjaannya namun nyatanya dia malah lebih kepikiran dari biasanya apalagi semua infotainment menyiarkan kabar dating Martinez.
Sambil menahan kesal Kirana mengambil remot tv yang terletak tepat disebelah Irma dan maaf dia juga salah satu teman kantor yang sangat memuja Suga Martinez, dengan cepat Kirana mematikan layar televisi yang tertempel pada dinding begitu saja mengabaikan ocehan kesal sahabatnya.
“Hey! Kirana.” Kesal Irma yang berbeda kubukel itu.
Dengan santainya Kirana kembali meletakkan remot tv-nya lalu melangkah meninggalkan Irma yang masih mengoceh dibelakangnya. “Ganggu kesenangan orang saja.”
Kirana menarik stool-nya lalu kembali menatap layar komputernya sambil berkata. “Kalau menganggu konsentrasi orang itu enggak baik Irma.”
Irma kembali mendengus kesal. “Segitu bencinya sama Suga Martinez, nanti kalau jodoh nyahok kan lu.”
“Aku menyesal Ir sumpah!” Gumamnya dalam hati sedangkan Evan hanya bisa mengulas senyum simpulnya. Mengintip Kirana dari pembatas kubikelnya.
“Belum tau saja dia ya dek?”
Seketika Evan mendapat tatapan tajam dari Kirana. “Kerja nggak bang? Kalau enggak aku matikan ini komputer ya.”
Evan mengangguk sambil terkekeh ringan. “Ingat hutang penjelassan ya dedek emes.”
“Kirana nggak janji ya.” Jawabnya sambil kembali mengonsentrasikan otaknya untuk bekerja.
Sudah hampir berjam-jam lamanya Kirana memfokuskan otaknya, banyak dateline yang harus dia revisi ulang dan banyak lagi hal yang harus dia lakukan bahkan sangking padatnya jadwal hari ini Kirana sampai lupa jika dia harus mengabari neneknya tentang ketidak bisa hadirannya hari ini.
Diliriknya kembali jam dinding. “Udah siang saja.” Gumamnya sambil mematikan layar komputernya, semenjak kejadian tadi teman-temannya tidak ada lagi yang berani berisik, Kirana yang terkenal akan kelembutannya bisa semarah itu jika tidak suka. Amazing bukan?
Seperti biasa, setelah mematikan layar komputernya Kirana meraih tasbih digital yang biasa menemaninya dikala istirahat kerja dan kebetulan hari Kamis ini dia berpuasa. Puasa untuk menyabut hutang Ramdhan tahun ini agar tidak terlalu berat Kirana biasa menggantinya dengan puasa Senin Kamis karena biasanya bukan hanya dirinya yang melakukan puasa itu tetapi juga beberapa rekan kerjanya juga masih ada yang melakukan hal yang sama dengannya.
“Dek enggak istirahat?”
Kirana mengalihkan pandangannya dari layar komputer yang sudah padam kearah Evan. Pria itu berdiri tepat disebelah kubikelnya sambil melipat kedua tangannya didepan dada menunggu jawab dari teman sekaligus wanita yang masih mengisi ruang hatinya itu.
Dengan senyum tulus mengembang Kirana menggeleng. “Bang Evan duluan saja.” Lalu kembali menatap layar komputernya kembali, layar komputer yang masih padam tanpa ada cahaya.
***
Sepulangnya dari tempat kerja, Kirana memutuskan untuk berendam didalam bathtub ditemani dengan lilin aroma terapi. Sepertinya tubuhnya membutuhkan asupan aroma terapi yang menenangkan selain merilekskan tubuhnya otaknya juga butuh penyejukan.
Hampir setengah jam lamanya dia berendam dan kini dia merasakan pikirannya lebih fress, dengan cepat dia meraih handuk kimononya lalu mengenakannya begitu saja mengikatnya asal dan setelah itu menyibak handuk kecil yang ada gantungan kamar mandi setelah itu menggosok kepalanya sambil menjejakkan kakinya keluar dari dalam bathtub. Kirana berfiki jika malam ini dia bebas dari gangguan Suga Martinez maka dari itu otaknya kembali merancang kegiatannya setelah ini didalam apartemen yang sepi namun nyatanya?
“Astaga!”
Betapa terkejutnya dirinya saat mendapati pria bertubuh jangkung berkulit putih pucat itu tengah berdiri didepan pintu kamar mandinya sambil menyilangkan kedua tangannya tepat didepan dada. Menatapnya dengan tatapan menyebalkan, sungguh tatapan itu seolah ingin melahapnya hidup-hidup. Bukan Kirana namanya jika beringsut mundur ditatap oleh pria yang sudah menjadi suaminya itu.
“Kirain enggak pulang mas!” Ujarnya sambil berlalu begitu saja tanpa menghiraukan tatapan kesal Suga Martinez dan tentu saja mengabaikan tengkuknya yang meremang saat tangan Martinez terulur ingin meraih tali kimono yang membelit tubuhnya.
Namun saat Kirana ingin menghindar pria itu malah menarik sebelah tangannya dan sontak tubuh Kirana terpental menubruk dada bidang milik suaminya. “Bisakah kau pergi dari apartemen ini sekarang? Hanya sementara tidak untuk selamanya. Kumohon!”
“Heh?” Seketika wajah terkejut Kirana membuat Martinez mengeryitkan keningnya.
“Apa perkataanku ada yang salah?”
Dengan satu tarikkan paksa tangan Martinez yang menggenggamnya terlepas. “Tidak! Hanya saja untuk apa aku pergi mas?” Tanyanya sambil mengusap pergelangan tangannya yang sedikit nampak memerah.
“Aku membutuhkan prifasi dengan kekasihku.“
Kirana membalikkan badannya menatap tajam Suaminya, dengan sedikit tarikan nafas dalam dia berusaha mengulas senyumnya meski jujur didalam lubuk hatinya dia muak, kesal dan juga sebal kepada pria yang dihadapannya ini. Kirana membenci dirinya sendiri yang mulai menaruh harapan kepada pria berwajah tampan ini.
“Apa perduliku?” Sentak Kirana. Wanita yang biasa menunduk ini kini berani mengangkat wajahnya, seperti pesan neneknya waktu itu Kirana harus tumbuh lebih kuat dari ibunya. Jangan sampai dia lemah dalam menghadapi pria meski itu suaminya. Ada kalanya dia harus menurut dan ada kalanya dia harus memberontak, tentunya karena keinginannya untuk mengukuhkan rumah tangga yang seperti-nya akan sulit untuk bertahan.
Lalu salahkah dia memilih untuk tetap bertahan kali ini? Sebagai istri sah? Sebagai wanita yang dulunya memilihnya hanya karena materi? Tetapi bukankah itu hal wajar sebagai wanita memilih materi. Mungkin inilah yang selama ini neneknya takutkan. Wanita berusia tujuh puluh tahun itu dulu memang sempat melarangnya karena dia takut cucunya akan terluka dan nyatanya memang ya! Dia sudah masuk terlalu dalam dan kemungkinan besar hatinya terluka semakin terpampang jelas dipelupuk matanya.
“Oh ayolah! Apa kamu sudah siap melihat kemesraan kami?” Ejek Martinez. “Aku tau aku tampan tetapi maaf aku bukan—“
Plak!
Satu tamparan berhasil mendarat dipipjsang bintang itu.
“Kamu!” Tatapan membunuh Martinez tidak serta Merta membuat Kirana mundur.
“Maaf Kamu tidak sesepesial itu mas! Jika kamu ingin berduaan ya silahkan saja aku tidak perduli.” Bohongnya. Sebenarnya yang terjadi adalah sebaliknya. Apakah dia mampu melihat Suaminya bermesraan? Astaga! Bodohnya dia. Kenapa harus menggunakan hati saat Martinez sesering itu mengingatkan dia untuk menjaga hatinya karena hubungan yang mereka jalani hanya hubungan simbiosis mutualisme. Menyebalkan bukan?
“Bagus.” Cibik Martinez menangfapi ucapan istrinya. Istri yang dia nikahi karena keterpaksaan dan juga hanya hubungan sebatas simbiosis mutualisme.
Suga Martinez terus mengumpat dalam diam sambil sesekali menoleh kearah Kirana yang melenggang menuju wolk in closed. “Tidak ada pilihan lain kecuali menampung dua wanita dalam satu apartemen.”
Oh my God? Kenapa dirinya marah? Bukankah dirinya harus nya menyukai itu? Dua wanita yang ada dalam hidupnya rukun.
Kirana yang mendengarnya hanya bisa tersenyum miris melihat pantulan dirinya didepan cermin. “Mengenaskan sekali kamu Kirana.” Gumamnya penuh kesedihan.
Satu atap dengan wanita pujaan lain suaminya bukanlah hal yang mudah. Meski awalnya Kirana tidak menyukai Martinez namun sebenarnya saat pertama kali Martinez menaklukan dirinya diatas ranjang disaat itulah perasaan menyebalkan itu tumbuh.
“Tidak semudah yang aku banyangkan. Sepertinya akan lebih banyak lagi luka yang akan aku dapatkan setelah ini.”
Sebenarnya Kirana bukan tipikal wanita pembangkang tetapi entah kenapa saat dirinya terusik jiwa pembangkangnya akan menyeruak begitu saja dari dalam dirinya.




Scandal Tuan MudaWhere stories live. Discover now