tergoda

153 8 0
                                    

Kirana mengigit bibir bawahnya saat menyadari apa yang dia lakukan semalam bersama Suga Martinez. Dibalik bed caver dia melirik tubuh polosnya, helaan nafas penyesalan berhasil lolos dari sudut bibirnya. Tetapi saat dia menyadari cincin yang melingkar dijari manis suaminya, Kirana sadar jika harusnya inilah ibadah yang dia lakukan sebagai bentuk menyempurnakan dirinya sebagai seorang istri yang sesungguhnya.
Meski tidak ada perjanjian hitam diatas putih sebelum menikah, harusnya Kirana sadar akan posisinya sebagai seorang istri. Menikah adalah sebagian dari pada keimanannya hukumnya wajib bagi wanita jika tidak mampu mencari nafkah untuk dirinya sendiri , jika Kirana tidak menjalankan tugasnya sebagai layaknya seorang istri apakah rumah tangga yang dia jalani masih bisa dianggap sebagai pernikahan?
Bukannya Kirana tidak mampu menafkahi dirinya sendiri tetapi pada saat itu, tidak ada jalan lain selain menjalani pernikahan dalam bentuk kesepakatan dalam mufakat karena depkolektor yang selalu membayangi setiap hari. Menerornya setiap detik dan memberondongnya dengan acaman setiap menitnya.
Bayangan suami Soleha yang mampu membimbingnya untuk lebih baik dalam menjalani dunia dan ahiratnya musnah begitu saja saat dirinya memutuskan untuk menikah dengan pria pecinta club' malam. Pria bebas yang tidak ingin diatur kehidupannya, pria tampan yang mengumbar kesenangannya didunia dan lupa akan ahiratnya.
Astaga! Sejauh itukah dia menilai suaminya sendiri dengan sebelah mata? Sepertinya Suga Martinez tidak seburuk itu. Pria itu sering ketahuan diam-diam membela dirinya didepan ibu kandungnya dan juga sering menanyakan tentang keadaannya kepada orang terdekat Kirana tanpa sepengetahuannya. Bentuk kasih sayang yang sama sekali tidak pernah dia tunjukkan dengan wajah cueknya.
Harusnya dia banyak berterimakasih kepada Suga Martinez yang sudah mau menerimanya sebagai wanita terpilih yang menjadi pendampingnya, banyak kandidat yang ditolaknya saat orang tuanya menjodohkannya dan dengan bodohnya dia malah menerimanya sebagai pasangan yang katanya pernikahan dalam bentuk hubungan simbiosis mutualisme. Pernikahan yang saling menguntungkan satu sama lain. Kirana terbebas dari belitan hutangnya dan Suga Matinez terbebas dari perjodohan yang selalu membuatnya tidak nyaman.
"Pagi." Satu sapaan yang keluar dari bibir pria yang menikahinya tiga tahun lalu dan ini kali pertama sapaan manis keluar dari bibir merahnya.
Pagi? Sapaan selamat pagi kau bilang manis? Astaga Kirana, apakah kamu terlalu bodoh atau terlalu berharap lebih?
Pria yang berprofesi sebagai produser film, produser lagu, pemilik rumah produksi dan juga sebagai penyanyi pria solois terlaris saat ini tengah berbaring manja disampingnya. Bolehkah Kirana berteriak kegirangan, tidak ada yang tau fansnya diluar sana jika pria yang mereka elu-elukan tengah memeluknya erat.
"Astaga ini jam berapa?" Suga terperanjat dari tidurnya, mengabaikan tubuh polosnya keluar dari dalam balutan bed cover lalu meraih baju yang berserakan dilantai dan berlari kearah kamar mandi.
Kirana merasa ucapan mesra pria itu hanya terlintas semalam saja, buaya yang menginginkan mangsa dan setelah itu membuangnya begitu saja jika sudah mendapat apa yang dia inginkan. Menyebalkan! Kirana merasa terabaikan setelah kesuciannya direnggut untuk pertama kalinya.
Hah! Apakah dia yang terlalu baper semalam atau memang dia yang menginginkannya hingga mampu menutupi akal sehatnya saat rayuan maut itu menggema indah ditelinganya.
Kirana beranjak dari ranjang tanpa melepas tangannya yang mengapit bed caver ditubuhnya, meraih satu persatu pakaiannya yang berserak akibat terlalu dalam mendalami perannya semalam. Memalukan! Kesalnya.
Beruntung saat dirinya sudah selesai mengenakan pakaian lengkapnya, Suga keluar dari dalam kamar mandi.
"Mau sarapan dirumah apa diluar?" Kirana berusaha mengeluarkan suaranya untuk menawarinya sarapan. Kecanggungan yang membingungkan bukan?
Kurang baik apa coba dia sebagai istri?
Tanpa menjawab pertanyaan Kirana, Martinez berlalu begitu saja dari hadapan Kirana, meraih kasar ponselnya yang diatas meja lalu melangkah keluar dari dalam kamarnya tanpa sepatah katapun.
"Heh!" Kirana menunduk lesu diatas ranjang laknat yang ada dibelakanya, ingin rasanya dia mengumpati dirinya sendiri tetapi ya sudahlah! Tuhan menganjurkan bibirnya untuk tetap beristighfar layaknya seorang muslim yang taat. Bukankah begitu?
"Jam lima pagi." Gumamnya sambil melangkah kearah kamar mandi. "Masih ada waktu untuk sholat subuh bukan?" ocehnya tanpa memperdulikan suaminya yang keluar tergesa.
Hanya butuh lima belas menit Kirana menyelesaikan mandi wajibnya dan butuh lima menit untuk menjalankan kewajibannya sebagai seorang muslim dan setelah itu dia memutuskan untuk keluar dari dalam kamarnya sebelum menyiapkan baju kerjanya dan juga tas kerja yang dia perlukan.
Langkahnya terhenti saat melihat Suga melangkah kearah pantri, meraih roti tawar dalam kotak roti yang ada diatas meja, mengoles selai diatas roti lalu melahapnya tanpa menoleh kearahnya.
Kirana berdehem sejenak untuk menetralkan kegugupannya. Baru kali pertama dia merasakan kegugupan yang luar biasa seperti ini. Apakah ini karena kejadian semalam yang masih terlintas jelas diotaknya ataukah memang dianya yang mulai menaruh rasa berlebih hingga membuatnya gugup meski hanya melihatnya saja? Entahlah.
"Kerja sepagi ini?" Kirana berusaha mencairkan suasana meski pada kenyataannya masih kaku seperti sebelumnya.
"Hem." Hanya itu yang keluar dari mulut pria yang tengah menjejalkan roti selai kedalam mulutnya itu.
Sabar-sabar Kirana, ini ujian. Bukankah sudah sering kamu diabaikan lalu kenapa kamu malah sakit hati sekarang? Bukankah itu terlalu telat untuk merasakan sakit hati? Ingat perkatanyanya kala itu. Hubungannya hanya sebatas pernikahan---
"Simbiosis mutualisme."
Sontak tangannya menutup pintu kabinet dengan sekali hentakan. "Apanya?" Kirana mencoba kembali bertanya. Harusnya dia sudah tau maksud ucapan pria itu bukan? Heh! Memang terlalu bodoh saja dirinya untuk segera memahami ucapan pria tampan bertindik itu.
Suga mengalihkan pandangannya kearah Kirana. Pandangan mata birunya sesaat membuat Kirana terpana. Entah dia menggunakan kontak lens atau tidak, tatapan itu masih tetap sama. Membuat Kirana mati kutu seketika. Amazing!
"Aku hanya mengingatkan jika hubungan kita tidak lebih dari pernikahan simbiosis mutualisme, hubungan yang harusnya sudah kita tau ujungnya adalah-"
"Perpisahan!" Sesak menjalar didalam dadanya, bibir mengigit dalam, genangan air mata tertahan dipelupuk dan umpatan menyebalkan menggema didalam hatinya. Kirana berusaha menekan kekecewaannya agar tidak menghasilkan butiran bening yang lolos dari pelupuk matanya, membuang pandangannya kelain arah lalu menghembuskan nafas singkat dan kembali menatap Suga Matinez dengan kondisi yang nampak baik-baik saja. "Benar bukan? Lalu kenapa semalam kamu menolaknya?"
Herdikan bahunya nampak santai menanggapi tentang kekhilafannya semalam. "Mungkin masih dalam pengaruh alkohol." Dengan entengnya Martinez menjawab.
Jika membunuh dihalalkan, bolehkah Kirana menargetkan suaminya yang akan dia bunuh untuk pertama kali? Astaga.
Sambil mengigit bibir bawahnya dalam Kirana kembali berkata. "Bagaimana? Bagaimana rasanya merebut sesuatu yang berharga dari dalam diriku?"
"Bukan hanya kamu! Jangan menganggap dirimu lebih baik dari wanita yang pernah aku temui, kau dan mereka sama saja hanya uang yang bisa menaklukkan." Cibiran Suga membuat Kirana ingin menampar wajah menyebalkan itu tetapi sebisa mungkin Kirana Larasati menelan mentah-mentah cemoohan berbalut sindiran atau malah mungkin itu merupakan tamparan keras yang memang menyadarkan niat awalnya menikah bukan?
Kirana mengangguk. "Kamu benar. Harusnya aku sadar jika seorang Suga Martinez tidak akan semudah itu luluh bukan?"
"Apa kamu mengharap balasan hati?" Cibiran kembali terdengar. "Astaga! Yang namanya hati tidak akan memperdulikan materi."
Kirana meletakkan cangkir yang berisi kopi didepan Suga. "Dan seperti aku adalah golongan wanita yang tidak munafik Tuan muda. Uang memang bukan segalanya tetapi tanpa uang kita tidak bisa apa-apa."
Martinez hanya menanggapi dengan anggukan lalu berusaha menutupi rasa kesalnya dengan secangkir kopi yang Kirana siapkan untuknya. Harusnya dia tidak menaruh harapan lebih kepada Kirana, mungkin memang benar jika semua orang akan berlomba-lomba mendapatkan uang untuk hidup yang lebih baik tetapi jika perasaan cintanya masih diukur dengan uang jangan harap seorang Suga Martinez akan mengakui perasaannya. Bayangan masa lalunya membuatnya mati rasa akan namanya cinta.
"Bodohnya aku." Gerutunya dalam hati.
"Aku harap hubungan kita tidak seperti dulu." Kirana semakin berani. "Aku akan menganggapmu suami jika dirumah." Tatapannya beralih dari cincin pernikahan kearah mata tajam Martinez. "Jika diluar kau boleh menganggap ku orang asing." Kirana menepuk pundak pria itu untuk pertama kalinya. "Baiklah, jangan lupa ditutup pintunya kalau keluar, aku mau lanjut tidur dulu. Masih terlalu pagi untuk berangkat kerja."
"Tunggu." Martinez meraih lengan Kirana saat wanita itu akan melangkah pergi meninggalkan-nya.
"Ya?"
"Apa kau membutuhkan uang?"
Kirana menggeleng. "Bukankah kamu sudah memberi uang belanja bulanan kemarin?"
"Tidak! Bukan itu, mungkin kamu membutuhkan untuk mengirim uang nenekmu?"
Kirana menggeleng, dia memilih untuk melepas tangan Martinez. "Nenek sudah mendapat gajiku lima puluh persen jadi tidak usah menghawatirkan itu dan lagi nanti mungkin aku akan pulang agak terlambat karena kantor mengadakan acara tahunan hari ini."
"Oh." Matinez mengangguk mengiyakan. "Daddy hadir?"
"Tentu." Jawab Kirana sambil melangkah meninggalkan suaminya. Sebenarnya dia menghindari bertatapan terlalu lama dengan Suga Matinez, pesona pria itu bisa membuatnya hilang akal sehatnya. Pesona bintangnya terlalu besar, tidak heran jika para fansnya begitu mengelu-elukan dirinya.
Bahaya besar jika sudah menyangkut perasaan, Kirana terlalu lemah untuk saat ini. Yang dia fikirkan hanyalah penyesalan karena kesuciannya dia berikan begitu saja kepada pria yang belum bisa dikatakan pria paling bertanggung jawab atas dirinya.
Terkutuklah kau Kirana!







Scandal Tuan MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang