menahan diri

44 5 0
                                    

Kirana menatap pantulan dirinya didepan cermin. Helaan nafas kembali mengusik Indra pendengarannya apalagi saat dirinya mendengat Suga Martinez yang terkenal akan sifat dinginnya bisa begitu hangat saat berbincang dengan wanita yang Kirana ketahui bernama Zera. Begitu spesialkah dia? Astaga! Hanya memikirkannya saja sudah mampu membuat kepala Kirana terasa beruap dan panas seperti tengah terbakar api cemburu.
Hah? Cemburu? Oh ayolah. Sadarkan dirimu Kirana, Suga Martinez hanya pria yang membantumu keluar dari masalah keluarga.
Dicubitnya pipi sebelah kanannya, berharap jika apa yang dia rasakan hanya mimpi siang bolong yang tidak berarti. Oh my God! Ingin rasanya Kirana mengutuk dirinya sendiri.
Kirana melirik kalender yang tergantung dinding sebelah dia berdiri tanggal yang harusnya sudah memasuki fase rutin bulanan bagi seorang wanita namun nyatanya dia belum juga mendapatkannya hingga seminggu lebih sudah. “Tidak mungkin.” Gumamnya menggeleng cepat.
Kirana kembali memandang tubuhnya melalui pantulan cermin, menatap perut ratanya yang terbalut piama bercorak pulkadot. Sambil memutar-mutar badannya Kirana terus menerus meneliti setiap jengkal perubahan bodynya dan terus bergumam tanpa henti mencoba meyakinkan dirinya sendiri. “Kalau orang hamil kata nenek pinggangnya bakal rata kelihatannya tapi ini enggak kok.” Tampiknya.
“Ah mungkin hanya faktor kecapean saja.” Ujarnya lagi sambil berlalu meninggalkan wolk in closed -nya.
“Mas.” Alangkah terkejutnya dia saat melihat suaminya tengah duduk dipinggiran ranjang sambil menatap ponselnya.
“Selain keluarga kamu dan sahabat karib kamu siapa lagi yang mengetahui hubungan pernikahan kita?” Tanya Martinez tiba-tiba.
Kirana mengherdikkan bahunya sambil kembali melangkahkan kakinya melewati pembatas pintu antara kamar dan wolk in closed. “Seperti-nya tidak ada.”
Suga Martinez nampak mengangguk sambil kembali menutup ponselnya, memasukkannya kembali diatas kabinet. “Dateline hari ini mengabarkan berita tentang pernikahan.”
“Lalu?” Tanya Kirana yang mulai menyibak selimutnya dan segera berbaring diatas ranjang empuknya lalu kembali menutup tubuhnya menggunakan selimut tebalnya menyisakan wajah yang menatap lawan bicaranya.
“Pernikahan yang aku lakukan secara diam-diam. Bukan hanya itu, sepertinya fans juga sudah mulai mencari-cari bukti.”
“Oh.” Jawab Kirana yang mulai memejamkan matanya.
“Hanya oh?”
“Terus aku harus bereaksi seperti apa mas?” Gumamnnya lagi tanpa membuka kelopak matanya yang tertutup.
“Kamu enggak takut diserang fans aku?”
Kirana menggeleng. “Apa gunanya agensimu mas?”
Martinez nampak mengangguk.
“Mas.” Kirana kembali mengeluarkan suaranya, mengurungkan niatnya untuk terpejam. Sumpah demi apapun, telatnya tamu bulanan membuat otaknya tidak henti-hentinya berfikir negatif.
“Ya?”
“Andai aku hamil apa kamu—“
Gerakan tangan Martinez terhenti seketika dengan wajah pucat pasi Martinez menjawab. “Tidak.”
Hati wanita mana yang tidak terluka jika pria yang sah menjadi suaminya tidak menginginkan anak darinya, apakah dia terlalu buruk untuk menjadi ibu. “Apa alasannya.”
Sambil mengigit bibir dalamnya Martinez membalikkan badannya. “Hubungan ini hanya sebatas kesalahan dan aku—“
Kirana mengangguk seolah mengerti apa yang suaminya inginkan. “Oke jangan kamu teruskan. Aku tahu jika hubungan ini hanya hubungan simbiosis mutualisme –“
“Jika kamu paham harusnya kamu tahu caranya menjaga diri.”
Ingin rasanya Kirana melempar wajah menyebalkan itu menggunakan fas bunga yang ada disebelahnya namun dia tahu posisinya saat ini. Wanita yang tidak harus menuntut apapun, suka tidak suka mau tidak mau karena uang yang dia dapat dari pernikahan ini tidak sedikit dan dialah yang menyanggupinya jadi jika Suga Martinez menolaknya itu sudah wajar baginya karena dirinyalah yang menjerumuskan diri untuk menjadi wanita berstatus istri sah namun tidak diperbolehkan terlalu banyak menuntut.
“Aku tidur dulu.” Kirana membalikkan badannya membelakangi suaminya yang masih sibuk membuka kemejanya. “Matikan lampunya jika sudah selesai.”
“Ya.” Jawab Martinez tanpa menoleh sedikitpun kearah Kirana.
**
Tepat jam lima pagi Kirana terbangun karena suara alarm yang biasa membangunkannya dari tidur. Namun saat membuka matanya alangkah terkejutnya dia saat dirinya tidak menemui sosok suaminya tertidur disebelahnya.
“Apa semalam dia tidur diluar?“ Kirana menghela nafas dalam lalu menyibak selimutnya dan segera beranjak dari atas ranjang menuju kamar mandi tidak lupa diraihnya test pack yang sengaja dia letakkan dikabinet kamar mandi.
Dengan dada yang berdesir dan perasaan cemas yang menyelimuti dirinya Kirana mencoba test pack dan hasilnya membuat Kirana tercengang.
“Tidak mungkin.” Serunya dengan wajah tercekat, mata memerah dan dada berdesir hebat. “Kami hanya melakukannya beberapa kali tetapi kenapa—“ Sembari mengigit bibir bawahnya Kirana menatap kosong kearah cermin. Bayangan kemarahan Martinez membuatnya sedikit takut lalu bagaimana jika dirinya memang hamil? Bagaimana nanti kedepannya?
“Aku akan mencobanya nanti.” Gumamnya sambil menyembunyikan kembali test packnya.
Beberapa menit kemudian Kirana sudah keluar dengan pakaian rapi ala kantoran. Jas yang senada dengan celananya membalut tubuhnya dengan indah, tidak terlalu ketat dan juga tidak terlalu longgar. Sambil membenarkan kerudungnya Kirana keluar dari dalam kamarnya menuju pantri disana sudah ada Zera dan Suaminya. Seperti biasa keduanya asik mengobrol tanpa ada rasa beban atau sungkan sedikitpun terhadapnya, Kirana hanya mencoba mengabaikan meski rasanya benar-benar diluar kendalinya.
“Aku sudah menyiapkan roti panggang.” Suga meraih Stool yang ada tepat disebelahnya lalu menepuknya. “Duduklah dan nikmati sarapanmu.”
Tanpa banyak berkomentar Kirana menurut, dia masih sama berlagak acuh dengan keberadaan Zera meski sejujurnya dia tidak nyaman.
“Seharusnya kau bangun lebih awal.” Zera mulai menyentilnya dengan ucapan yang menurut Kirana menyebalkan. Sebagai sesama wanita harusnya dia peka dengan apa yang dirinya rasakan namun nyatanya? Ah sudahlah.
“Apa kau tuli?”
Kirana menghentikan gerakan tangannya, meletakkan kembali roti panggang yang baru saja dia gigit ujungnya. “Mas aku sudah kenyang. Terimakasih dengan sarapannya.”
Didorongnya Stool menggunakan sebelah kakinya, sebelum melangkah pergi Kirana mencium punggung tangan suaminya seperti biasa meski hatinya berteriak tidak terima. Bodoh! Bukankah harusnya Kirana sudah mengetahui akan konsekwensinya.
“Jika Daddy tanya tentang Zera aku mohon jangan katakan dia berada dirumah ini.”
Tanpa menoleh kearah suaminya Kirana hanya mengangguk samar lalu kembali melanjutkan langkahnya.
“Istrimu sungguh tidak tahu etika saat orang lain berbicara.” Gerutu Zera.
“Tidak usah mengomentari-nya.” Jawab Suga sambil menjejalkan makanan kedalam mulutnya.
Zera tersenyum sinis. “Ah. Aku sangat tidak menyangka jika kamu akan membelanya.”
“Bukan membela tetapi anggap saja dia tidak ada karena akupun sama melakukan hal tersebut.”
Zera mengangguk. “Aku harap perasaanmu tidak berubah.”
Suga mengangguk dan kembali melanjutkan sarapannya sedangkan Kirana hanya tersenyum sinis mendengar perbincangan mereka. Sambil menekan tombol sisi kanan pintu evelator lalu melangkah saat pintu itu terbuka mengabaikan pria jangkung yang berdiri berdampingan bersamanya.
“Kirana.” Ujar pria itu sambil melirik kearah name tag yang tergantung dileher Kirana.
Kirana hanya mengangguk sambil tersenyum ramah, pria yang sudah entah berapa tahun menjadi tetangga apartemennya ini baru kali pertama menyapanya karena memang lingkungan tempatnya tinggal sangat menjaga kenyamanan penghuni lain. Tidak ada tegur sapa dan juga tidak ada senyum ramah yang menghiasi mimik wajah penghuninya. Seperti nya mereka memang sengaja menjaga jarak agar tidak terlalu akrab satu sama lain, mungkin juga untuk menjaga prifasi masing-masing. Tetapi jujur Kirana lebih nyaman seperti ini jadi tidak ada yang namanya cctv berkedok tetangga lagi, ya seperti dikampungnya dulu.


Scandal Tuan MudaWhere stories live. Discover now