memungkiri

35 5 0
                                    

Melihat reaksi anaknya begitu terlihat sangat tidak yakin dengan kehamilan istrinya Anna segera menghampiri Suga dan mengusap punggungnya dengan lembut sambil berbisik. “Kamu kenapa sayang?”
Suga melirik kearah ibunya sambil menggeleng tidak yakin. “Apa kau yakin dengan kehamilanmu itu Kirana?”
Bagai tertimpa batu berton-ton tepat diatas kepalanya, rasa berat itu semakin menjadi tatkala suaminya menanyakan hal yang tidak bermutu seperti itu bahkan dia dengan sanagt tega menatap Kirana dengan tatapan menyelidik, seolah wanita itu membohonginya tentang kehamilannya. “Jika kau meragukanku tidak masalah mas, bukankah dia juga sudah tidak ada lagi didalam perutku.”
Diraihnya selang infus yang tertancap ditangan kirinya lalu menariknya hingga terlepas dan darah mulai mengucur akibat tarikan tangannya, namun Kirana sudah tidak lagi memperdulikan hal itu dengan tubuh lemasnya Kirana turun dari brankar, menyeret tubuh lemasnya menjauh dari keluarga toxic yang tidak mengenal perasaan itu.
“Kiran kau belum pulih sepenuhnya.” Teriak Martin sambil melangkah mengejar menantunya. “Bagaimana kau bisa sekejam itu Martinez kepada istrimu.” Kesal Martin sambil melangkah meninggalkan istrinya begitu saja.
Kirana masih belum tau mau kemana? Sedangkan tas dan juga cardlock apartemennya berada didalam tas yang entah ada dimana?
“Kiran, ayo papa antar pulang.” Martin pada ahirnya menemukan Kirana yang tengah terduduk dimeja tunggu tepat didepan rumah sakit.
Kirana hanya diam tanpa suara, wajah pucatnya memandang kearah kejauhan, tidak lama dari Martin, Anna dan juga Suga menghampiri mereka sambil menenteng tas kerjanya.
“Kiran, aku hanya bertanya kepadamu tidak ada maksud apa-apa.” Suga melihat sekeliling karena dia takut ada seseorang yang mengenali wajahnya.
Kirana tidak menjawab sama sekali, dengan tubuh lemasnya dia menarik paksa tas kerjanya lalu melangkah kearah ayah mertuanya sambil berkata lirih. “Antarakan saya keapartemen pa.”
Martin mengangguk dan segera membantu Kirana berjalan kearah basemen rumah sakit. “Kau yakin ingin pulang keapartemen, jika kau mau papa bisa sewakan kamu kamar hotel atau unit yang lain.”
Kirana menggleng lemas sambil memposisikan duduknya dengan nyaman dikursi penumpang sebelah kemudi. “Kirana masih istri sah Suga pa, jadi tidak baik jika pergi dari rumah sebelum talak keluar dari bibi suami Kiran.”
Martin memilih untuk mengiyakan saja, yang terpenting sekarang adalah Kirana pulang dengan selamat, Martin mulai melajukan mobilnya kearah jalanan menuju rumah sakit.
“Maaf.”
“Untuk apa pa?” Tanya Kirana dengan mata terpejam.
“untuk semua yang kau alami sayang.” Jelas Martin dengan penuh penyesalan.
Kirana menghela nafas panjang sambil menahan rasa sakit yang sebentar-sebentar muncul didalam perutnya. “Sudah tugas Kiran pa, bukankah ini semua sekenario yang harus Kirana jalani sebegai istri bayaran?”
“Kamu istri sahnya sayang, bukan istri bayaran.”
Kirana tersenyum miris. “Kiran menikah bukan karena perasaan cinta satu sama lain pa, jadi wajar jika Suga tidak mempunyai perasaan iba terhadap Kiran dan lagi pernikahan Kiran adalah pernikahan berbayar yang sudah dibayar dimuka tanpa bisa berkata menyerah atau mundur.” Kirana masih terlihat meringis menahan sakit. “ Sebaiknya papa meminta maaflah kepada Suga dan juga mama.”
“Nanti. Nanti papa akan lakukan tapi tidak untuk sekarang Kiran.”
Kirana kembali menghela nafas. “Terserah papa, sekarang papa harus bertanggung jawab terhadap calon cucu papa.”
“Bagaimana caranya sayang? Papa akan berusaha asal kau tidak lagi menghukum papa.”
“entah.” Kirana menghedikkan bahunya.
**
Sudah hampir seminggu lebih Kirana mendiami suaminya setelah kepulangannya dari rumah sakit, mungkin dengan bersikap asing seperti dulu, Kirana bisa menjaga hatinya sendiri. Bukankah sebelumnya dia juga makukan hal seperti ini? Jadi seharusnya tidak masalah bukan?
Setelah membereskan sisa memasaknya, Kirana segera menatanya diatas meja makan. Setelah dia rasa beres, kini waktunya Kirana untuk memberihkan dirinya dan berangkat bekerja seperti sedia kala, tidak ada sapaan ramah kali ini yang ada hanya hidup berdua tapi tidak saling menyapa, rasanya masih sesakit itu saat tuduhan main belakang disematkan kepadanya. Jika memang tidak mengakuinya sebaiknya dia tidak menuduh, entah sampai kapan Kirana dapat bertahan. Lelah memang tetapi Kirana harus tetap bertahan sampai talak keluar dari bibir suaminya yang tidak lain adalah sang mega bintang Suga Martinez.
“Kau yakin tidak ingin sarapan denganku lagi?”
Kirana hanya menggeleng tanpa menjawab pertanyaan suaminya.
“Sampai kapan kau akan menghindariku Kiran?” Suga menghela nafas lelah menghadapi sikap istrinya.
Kirana mengalihkan pandangannya dari cermin kearah Suga yang tengah berdiri didepan pintu kamarnya sambil menyilangkan kedua tangannya. “Seperti ini lebih baik.” Jawabnya ketus.
“Baiklah jika kau lebih nyaman seperti ini.” Suga lebih memilih untuk beralih dari pintu kamar Kirana dan memilih untuk melahap makanan yang ada diatas meja makan.
Setelah merapikan kerudung dan riasannya Kirana memilih untuk segera melangkah keluar dari dalam kamarnya, meski dia tidak bertegur sapa lagi dengan suaminya akan tetapi kiana tetap menghormati Suga sebagai kepala keluarga.
“Aku berangkat dulu mas.” Setelah menyalami Suga, Kirana segera melangkah pergi meninggalkan Suga yang masih termangu memandangi sosok istrinya yang melangkah kearah pintu apartemennya.
**
Cerita baru dengan topik yang baru, Martin kembali diterpa gossip yang kurang sedap. Seperti biasa sang penguasa ketahuan menjalin hubungan dengan wanita cantik dari devisi keuangan. Kirana hanya mampu mengehela nafas heran, entah apa kurangnya ibu mertuanya, sudah cantik, kaya pintar dan juga bijaksana. Kelihatannya tetapi pada kenyatannya Anna adalah sosok yang cerewet dimata keluarga, dengan begini Kirana tahu apa yang membuat Martin mencari pelampiasan diluaran, itu karena sikap perfectsionis sang ibu mertualah yang membuat ayah mertuanya mencari pelampiasan wanita dari kalangan biasa untuk menjadi pemuas keinginannya.
“Kiran.”
Kirana mengalihkan pandangannya dari layar monitornya kearah Erma dan teman-temannya yang tengah duduk memutar mengelilingi meja bundar yang ada diruang kerja mereka. Meja yang biasa digunakan untuk meeting mendadadk satu devisi.
“Ya?”
“Lo beneran kagak ingin tau perkembangan terbaru bos besar?”
Kirana menggeleng tidak semangat.
“Ih kagak seru lo.” Cibik Erma.
Evan datang dengan menenteng beberapa cup kopi dan juga beberapa kotak cemilan berat seperti, donat fla, pasty dan juga lumpia rogut. “Sudah jangan terlalu banyak bergosip, ayo makan ini dulu.”
“Wah bang Evan baik banget, tumben?” Erma mengeryitkan keningnya karena dia tau bagaimana perhitungannya Evan jika menyangkut dengan uang.
“Pak Martin yang belikan tadi.” Jawab Evan sambil menahan tawa. Kirana yang mendengar itu hanya mampu tersenyum geli melihat para sahabatnya tersendak kopi yang mereka minum.
“Yang bener bang.” Erma masih tidak percaya dengan ucapan Evan. “Jangan becanda ih.”
“Yey!” Evan mendengus kesal dibalik deg kerjannya. “Memang kok, dia tadi telfon gue disuruh keruangannya.”
“Eh. Ada acara apaan memangnya?” Tanya Rika dengan wajah penasarannya.
“Iya kagak biasanya dia.” Celetuk Erma menimpali ketidak percayaan Rika.
“Katanya suruh banyak bekerja, jangan bergosip saja.” Evan menunjuk cctv yang ada dipojok ruangan mereka. “Sekarang ruangan ini berhubungan langsung dengan boss besar.”
Byur!
Seketika itu pula rekan kerja Kirana yang suka bergosip menyemburkan kopi yang ada didalam mulutnya begitu saja.
“ya tuhan! Matilah kita.”
Evan dan Kirana hanya bisa terpingkal melihat wajah panik rekan kerjanya.






Scandal Tuan MudaWhere stories live. Discover now