47. Mari Sedikit Berbincang

204 20 9
                                    

-----•••-----

"Semuanya udah komplit ya Mbak? Seragammu kemarin udah di kecilin kan?"

"Mas Arya minta heels di sepatumu di bawah lima centi aja. Biar kamu nyaman pas upacara nanti,"

Dalam hati Deandra berontak, itu alasan Arya saja supaya tidak melebihi tinggi laki-laki itu. Karena nanti menggunakan adat Solo Putri dan cunduk mentul pasti akan melebihi kepala Arya jika Deandra mengenakan sepatu lebih dari lima senti. Baiklah, tidak papa. Tapi tunggu dulu, tinggi lakki-laki itu kan hampir mencapai dua meter kurang sepuluh centi.

Masalahnya sampai sekarang laki-laki itu juga belum acc dengan Solo Putri yang akan di kenakan.

Permintaan Arya tidak ada rambut yang terlihat selama acara. Bagus sih maksudnya, tapi Deandra dan keluarga ingin menggunakan Jawa Pakem. Benar-benar semua prosesi manten Solo di laksanakan. Bisa saja menggunakan paes hijab, tetapi agaknya keluarga kurang sreg dengan model seperti itu.

Dan sekarang calon ibu mertua akan inspeksi kebaya yang akan di kenakan untuk Pedang Pora. Kebaya yang di desain sendiri oleh buliknya dan di payet oleh Utinya. Semua di buat khusus untuk cucu perempuan satu satunya.

"Bagus banget, tapi payetnya nggak mau di tambah mbak?" Melihat kebaya yang baginya terlalu sepi, kebaya panjang berwarna hijau terpasang apik di manekin.

"Mau di tambahi payetnya ndak mau, kalah rame sama tamunya nanti ndhuk." Utinya bertutur pelan, sedari tadi perempuan yang sudah senja itu duduk di sofa sanggar milik putranya dan memperhatikan kebaya indah untuk sang cucu perempuan.

Rita mengangguk, "di tambahi aja nggak papa ya Bu,"

Memang jika di lihat kebaya itu terlihat sederhana. Tapi dari awal Deandra sendiri yang meminta agar kebaya terkesan nyaman. Tanpa harus bertaburan pernak pernik di atas broklatnya yang sudah ramai. Walaupun pada akhirnya dia mengalah dengan usulan para sesepuh, daripada kualat kan?

Selepas mencoba sekali lagi kebaya yang akan di pakai, Rita kembali menggiringnya ke kendaraan. Kali ini ke sekitaran Jurug, atau Pucangsawit untuk mencari tanaman hias.

"Pilih yang kamu suka ya Ren, biar di tanam sama Mas Arya nanti."

Di tanam di mana? Pikirnya sedikit bingung, "di tanam di mana Ma?" Tanya gadis itu pada akhirnya.

Perempuan itu terkekeh pelan, "rumah dinas kalian nanti. Biar sejuk dan nyaman kalau kamu sudah tinggal di sana. Kamu nggak mau kan rumahmu gersang?"

Mengangguk, gadis itu memilih sebuah tanaman Tabebuya berbunga kuning.

"Bougainville boleh nggak ma? Di tanam di depan biar rimbun bunga pas kemarau." Membayangkan Bougainville yang berbunga lebat saat musim panas membuat matanya sejuk. Sebab di rumah kakungnya juga ada sebuah Bougainville lebat di angkringan, membuat tempat berkumpul itu menjadi berwarna.

Rita membalikkan badannya dari pot-pot mawar, "hmmm, tapi kamu tau nggak mitosnya bunga Bougainville?"

Jelas gadis itu menggeleng karena di botani ia mempelajari tumbuhan tidak dengan mitosnya.

"Katanya Bougainville nggak bagus di tanam di rumah tangga. Bisa bikin renggang." Suara perempuan dari belakang Deandra menjawab pertanyaan Rita.

GambuhWhere stories live. Discover now