Petangpuluh Siji

161 21 14
                                    

Belakangan Solo menjadi lebih macet dari tahun tahun sebelumnya. Di mulai dengan bertambahnya volume kendaraan pribadi, jalanan yang kurang tertata hingga proyek infrastruktur yang bebarengan satu sama lain. Membuat jalanan padat dengan para orang yang akan beraktivitas. Mulanya hanya itu, namun sekarang di tambah lagi dengan naiknya pamor Solo menjadi destinasi wisata.

Menurut kacamata dari wali kota karbitan-----sebut dirinya sendiri alias wali kita Solo. Beliau berhasil menarik wisatawan dengan sorotan yang di miliki. Mulai dari penataan kembali tata kota hingga renovasi objek wisata yang sudah ada. Contohnya seperti Taman Satwataru Jurug yang kini sudah bertransformasi menjadi Solo Safari yang di ambil alih oleh Taman Safari Indonesia. Jalur pendestrian Ngarsopuro yang tiap Minggu ketiga di adakan Solo Art Market. Taman Pracima Tuin di komplek Puro Mangkunegaran hingga jalanan yang di sebut dengan Malioboro nya Solo, Singosaren.Dan yang baru-baru ini, sebuah masjid besar hadiah dari Saudi untuk Presiden yang berdiri megah di tanah Begawan.

Selain tempat itu masih banyak lagi pesona Solo yang tidak bisa untuk tidak di masukkan rekomendasi. Di setiap event juga balai kota Surakarta selalu berganti hiasan di terasnya. Yang biasanya akan penuh dengan lampion tiap tahun baru Cina. Maka sekarang hiasan hiasan itu akan berganti seiring dengan perayaan lainnya. Menambah erat toleransi yang di miliki kota Solo.

Di balik pesatnya perkembangan pariwisata pasti ada banyak sektor yang terangkat. Salah satunya sektor kuliner, terkhusus HIK alias angkringan yang makin hari makin menjamur di setiap sudut jalanan. Mulai dari HIK kecil di sudut jalanan kampung hingga modifikasi kafe yang bertajuk angkringan. Namun rasa paling otentik masih jatuh pada HIK yang berdiri di pinggir jalan dengan bangku panjang mengelilingi gerobak yang berisi jajanan dan di hiasi dengan kucing kampung di bawah kaki.

Seperti malam ini di sebuah HIK di Laweyan,

"Muacet e wiss ra umum Mas, opo meneh ning Joglo kono. Mbok nganti semaput yen pas panas ngatang-atang." Ucap salah satu pelanggan bapak bapak dengan kaki kanannya di angkat ke kursi dan meminum kopi hitamnya.

"La piye, wong saiki Solo yo wis apike koyo ngene. Kabeh do balapan dolan rene. Sampean mang niliki pisan pisan ning Balapan Dhe, wong do rebutan numpak sepur."

Diantara orang ramai yang berbincang tentang kota Solo, ada dua koloni cepak yang sedang mengangkat sendoknya menyantap nasi. Dengan iringan lagu keroncong Bengawan Solo yang mengalun merdu di telinga.

"Raimu elek men Dip," ucapnya setelah menandaskan satu kepal nasi kucing dengan dua tempe mendoan.

Yang di tanya hanya menghela napasnya kasar dan menengguk es teh dari gelas dengan cap teh Gardoe, "mbuh lah Mas, calon ku ternyata udah di jodohin sama orang tua ne. Aku kok ora mikir teko kono yo, rasane ning ati kok abot banget."

Laki-laki di samping Dipta yang malam ini mengenakan kaos putih polos dengan celana jens selutut itu mengerutkan dahinya.

"Sing anak e Jenderal kuwi?" Tanya laki-laki itu pada Dipta yang di anggukki cepat lalu mengepulkan asap rokok. Man and her cigarette. Membuat laki-laki yang menjadi teman Dipta malam ini mengernyitkan dahinya.

"Ngrokok terus po?"

Dipta mengepulkan asap rokok nya lalu menggeleng, "ini yang pertama setelah lulus lho Mas. Tapi ngrokok ket aku SMP lah, bar kenal Deandra dadi arang nyekel rokok."

"Tapi Deandra mu kuwi reti ora?"

Dipta terkekeh, "gak lah, aku ki sejak kenal Deandra tak akoni rodok mari nakal ku Mas. Bawa pengaruh positif ke aku, makanya aku nggak rela kalau dia nggak sama aku. Pitung tahun lho Mas, ket jaman SMA kelas satu. Mosok iyo kandas ning tengah dalan."

GambuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang