003 : Hello Lagi!

3.8K 589 266
                                    

"Ini cuma alasan lu aja, kan, kabur di acaranya Isabel?" tuduh Marvin, sahabat yang juga atasannya di kantor

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.


"Ini cuma alasan lu aja, kan, kabur di acaranya Isabel?" tuduh Marvin, sahabat yang juga atasannya di kantor.

Danish tersenyum, "Bukannya sekarang kamu ada meeting sama klien dari Lampung, ya? Ngapain masih di sini? Udah, pergi aja sana."

"Nggak usah ngalihin pembicaraan, deh. Makin kentara aja kalau tuduhan gue tadi bener." Marvin sudah lama berteman dengan pria ini, tentu saja hal mudah buatnya menebak sikap Danish yang tak biasa. "Jujur deh, lu masih cinta, kan, sama Isabel?"

Kini pria itu menghela napas panjang, pembicaraan dengan tema memuakkan adalah membahas mantan yang kini sudah menjadi istri orang. Namun, mengingat Marvin satu-satunya manusia yang peduli padanya, Danish masih mempertahankan senyuman.

Pria itu mengangguk.

Giliran Marvin sekarang yang menghela napas panjang, "Jelas, sih, gue kalau jadi lu juga nggak gampang ngelupain cewek kayak Isabel. Tapi, mau gimana lagi, kalian nggak berjodoh."

Nada Marvin yang pada awalnya terkesan menyudutkan, berganti menjadi nada iba. Membuat Danish tertawa kecil, ia tahu kalau Marvin memang orangnya seperti itu. Mudah emosi, mudah iba. Jadi, sekali pun kalimat dan nada Marvin tidak enak masuk telinga, Danish tahu temannya itu adalah pria yang baik.

"Kamu nanti ke sini lagi, kan, Vin?"

"Ya, iyalah. Gue rela nolak ajakan pacar gue kencan demi lu, tahu. Siapa lagi yang peduli sama lu, kecuali bos lu satu ini."

"Bawain laptop juga, ya. Aku harus ngerjain laporan mingguan, biar nggak numpuk entar akhir bulan. Pusing kalau udah numpuk."

"Istirahat aja lu, Bego. Lu masih punya asisten manager, biar nanti gue minta dia yang handle." Marvin bangun dari kursinya, "Lu minta dibawain apa aja?"

"Baju ganti, kaos-kaos tipis aja sama celana training. Alat mandi, buku biar nggak bosen."

"Oke. Gue pulang dulu." Marvin berjalan ke arah pintu, "Oh, ya, Nish. Masih nggak mau mempertimbangkan tawaran nyokap buat ngenalin lu sama anak kenalannya?"

"Kamu tahu sendiri jawabannya."

"Emak gue lebih peduli jodoh lu tahu, dibanding jodoh gue anaknya sendiri. Ini aja udah spam gue nanya kabar lu. Seenggaknya lu mau nemuin aja bentar, biar nyokap seneng."

Bukan pertama kali, mamanya Marvin membujuk Danish untuk berkenalan dengan anak kenalananya. Dari model, PNS, selebgram sampai anak Kyai. Semua ditolak halus oleh Danish. Kala itu ia masih belum siap melepas nama Isabel yang sudah menancap kuat di hatinya.

Sekarang sepertinya sudah tidak punya alasan lain untuk menolak. Lagipula, Isabel sudah bahagia dengan pasangannya. Sudah waktunya Danish move on. Percuma wajah gantengnya jadi sia-sia kalau masih mencintai istri orang.

"Hm?"

Danish mengangguk, "Entar aku pikirin lagi."

"Good. Gue balik, ya."

Hello, JodohDonde viven las historias. Descúbrelo ahora