21 : Apa Gue Pelakunya?

8 3 0
                                    

"Semuanya jadi semakin menarik," gumam pria paruh baya yang kini duduk di meja kerjanya. Senyum menang terpancar dari wajahnya saat mendengar berita pencarian Senja menjadi topik utama setiap berita hari ini. Dia merasa bebannya sedikit terangkat setelah gadis itu benar-benar ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan putranya. Sekarang dia hanya perlu memastikan Senja menerima hukuman agar kasus Tirta benar-benar selesai sebelum dirinya dilantik sebagai walikota Bandung.

Pramono menyandarkan tubuhnya dengan nyaman di kursi kebesarannya. Dia memejamkan mata sebab hatinya merasa lebih tenang. Senja adalah penghalang terakhir yang perlu dia singkirkan. Apalagi, gadis itu punya kecerdasan yang cukup untuk mengetahui siapa pelakunya.

Suara ketukan membuat Pramono kembali menegakkan duduknya. Seorang pria yang sekaligus merupakan ajudannya itu meletakkan sesuatu di mejanya hingga Pramono mengerutkan dahi.

"Ini iklan yang ada di koran," ujar Halim sembari menunjukkan bagaimana Senja mulai diburu sekarang. Seperti yang dia harapkan, Pramono tersenyum saat tahu Senja takkan bisa lolos dengan mudah.

"Saya gak nyangka pembunuh anak saya dia," ujar Pramono. "Kalo tau dari awal, saya udah laporin dia. Apa dia kerja di sini biar gak ditangkep ya?"

Mendengar ucapan itu tentu saja membuat Halim sedikit geram. Andai dia sudah mengantongi bukti, dia akan langsung melaporkan Pramono. Namun, meski menyelidikinya, dia hanya dapat alibi-alibi tanpa bukti yang nyata. Polisi tentu takkan menerima laporannya dan bisa saja malah dirinya yang dipenjara atas pencemaran nama baik.

Sementara Halim menjalani hidupnya seperti biasa, Senja yang saat ini menjadi buronan hanya bisa pasrah. Dia hanya berdiam di unit milik Halim sembari menunggu kabar dari Ghea atau pria itu. Dia memang bisa saja kembali ke tahun 2023. Namun, tak menutup kemungkinan dirinya akan berpapasan dengan polisi yang sejak kemarin terus berkeliaran di kawasan apartemen itu.

"Gue masih harus nyari buku diari gue," gumam Senja. Dia tak mungkin ke unit tempat dirinya tinggal karena itu malah akan membuatnya lebih mudah tertangkap. Namun, terus diam juga takkan mungkin terus dia lakukan. Dia harus memikirkan cara agar bisa tahu apa yang dirinya lakukan di tahun 2027. Terutama di hari pembunuhan Tirta.

Senja membuka kembali bukti-bukti yang dikumpulkan mereka sejauh ini. Dia akan melihatnya lagi dengan seksama untuk mendapatkan detail-detail kecil yang mungkin sebelumnya terlewatkan. Namun, dia malah dikejutkan dengan sebuah foto di mana dirinya dan Tirta ada di sana. Foto yang nampaknya menjadi foto terakhir mereka sebelum pembunuhan Tirta.

"Tunggu." Senja melihat keterangan foto itu dan cukup terkejut sebab foto tersebut diambil diambil beberapa jam sebelum Tirta terbunuh. Artinya, dia memang menjadi orang terakhir yang bertemu dengan sang kekasih.

Senja sibuk menggeser foto demi foto yang nampaknya diambil pada hari yang sama. Setelah melihat satu persatu keterangan dari foto-foto itu. "Bener ternyata. Apa gue bener pelakunya?"

***

Aroma khas parfum milik Halim yang selembut aroma bayi itu mulai menyebar ke seluruh ruangan. Pria yang baru selesai mandi itu melangkah menuju kulkas sembari menggosok rambutnya yang masih basah. Dia kemudian meraih sebuah minuman energi dan berniat memasak mie. Saat suhu dingin memang rasanya nikmat jika menyantap mie yang masih mengepulkan asap panas.

Halim hampir saja tersedak karena terkejut dengan keberadaan Senja. Gadis itu duduk di lantai sembari memeluk lututnya di salah satu sudut apartemen yang cahayanya minim. Dia terkejut karena kaus yang digunakan Senja berwarna putih. Dia pikir baru saja melihat hantu.

Halim menghela napas kemudian menyalakan lampu. Dia pikir Senja sudah tidur karena memang dirinya pulang cukup larut. Ternyata gadis itu malah melakukan hal konyol. "Lo ngapain?"

"Gue ngerasa pelakunya gue deh."

Halim cukup tergelitik mendengar ucapan Senja. Masalahnya, Senja nampak menggebu menangkap pelakunya dan sekarang gadis itu malah menyerah dengan menyakini dirinya sebagai pelaku. "Apa yang bikin lo ngerasa gitu?"

"Gue adalah orang yang terakhir ketemu Tirta dan terakhir ngehubungin dia. Terus ... Sidik jari di pisau itu gak akan tiba-tiba ada," ungkap Senja. Namun, ini malah membuat Halim tersenyum dan membawa gadis itu agar tak duduk di lantai.

"Satu lagi yang belum lo tau, CCTV-nya. Mungkin ... Dari sana lo bisa tau lo pelakunya atau bukan," ujar Halim sembari menarik kursi untuk duduk di samping Senja. "Jadi ... Untuk sementara lo bukan pelakunya."

"Gimana kalo gue emang pelakunya?"

"Lo tinggal serahin diri ke polisi," ujar Halim dengan sangat enteng. "Lagian, orang itu kenapa coba gak mau ngasih CCTV-nya? Gue mungkin bisa mulihin itu."

"Lo bisa?"

Halim berdecih. "Gue punya background IT. Sedikitnya gue paham soal caranya."

"Gue bakalan minta CCTV-nya ke Ghea. Lo serius bisa 'kan?"

Halim beranjak dari duduknya. Pria yang berbalut kaus berwarna hitam serta celana pendek itu sampai lupa pada perutnya yang keroncongan tadi. "Lo udah makan belum? Gue tiba-tiba pengen mie."

"Boleh deh," jawab Senja antusias. Nampaknya ucapan Halim sudah cukup untuk mengembalikan suasana hatinya. Halim benar. Selama bukti CCTV-nya belum ada, dia hanyalah satu dari beberapa terduga pelaku yang membunuh Tirta.

"Ngomong-ngomong ... Kenapa lo gak mau ngasih tau bukti soal pembunuhan ibu lo? Padahal itu bisa bikin Ghea percaya," ujar Senja saat Halim sibuk dengan mangkuk, 2 bungkus mie, serta panci yang dia gunakan untuk merebus air.

"Gue lupa nyimpen beritanya di mana," elak Halim. Dia takkan mengatakan apa pun soal pembunuhan itu. Yang jelas, tujuan mereka sama, untuk menghukum Pramono yang licin.

"Padahal kalo nyari juga ada di internet."

"Sayangnya gak akan ada karena berita itu ada di tahun 2050," gumam pria itu dalam hati. Dia berjanji akan menyelesaikan kasus itu bersama Senja agar bisa kembali ke 2050.

"Yang penting tujuan kita sama. Apa itu kurang?"

"Gue juga sebenernya masih belum percaya," jawab Senja sembari menatap pria itu dengan serius. Namun, setelah berada di sana beberapa hari, dia malah merasa Halim memang sungguh-sungguh untuk membuat tim bersamanya. "Tapi ... Karena sekarang gue juga butuh lo, gue nyoba buat percaya."

"Apa yang bikin lo gak percaya sama gue?"

"Lo orang yang posisinya paling deket sama pak Pramono. Bisa aja lo pelakunya 'kan?"

Halim hanya tersenyum mendengar kecurigaan dari Senja. Namun, menurutnya itu wajar karena dalam kondisi seperti ini, rasanya semua orang memang terlihat mencurigakan. "Yaudah, gak perlu percaya sama gue. Gue tetep bakalan bantuin lo."

Halim menyajikan mie yang sudah dia rebus dengan matang. Selanjutnya, dia menggoreng satu telur mata sapi setengah matang yang kemudian disajikan di mangkuk mie yang dia buat untuk Senja.

"Wah ... Ini kombinasi terbaik."

Reaksi bahagia Senja tentu saja membuat Halim ikut tersenyum.

"Tapi ... Gimana lo bisa tau kesukaan gue?"

"Itu general kali," jawab Halim dengan nada dingin. Dia kemudian menyantap mienya yang tak menggunakan sedikit pun bubuk cabai.

"Makasih." Senja menepuk pelan pucuk kepala pria itu sebelum akhirnya menyantap mie buatan Halim. Hal ini tentu membuat Halim menyentuh pucuk kepalanya sembari terdiam karena sentuhan yang diberikan gadis di hadapannya.

Tinta Luka [END]✓Where stories live. Discover now