15 : Kode Itu ....

14 4 0
                                    

Dengan perasaan kesal, Senja memutuskan untuk kembali ke tahun 2023. Dia harap kali ini tak ada kendala dengan liftnya. Dia sudah telanjur kesal ada di sana dan akan mencoba mencari pelakunya lewat beberapa bukti yang sudah ada. Dia tak peduli soal keberhasilan yang nampaknya lebih kecil karena pelakunya masih sulit diidentifikasi karena bukti yang ada, tidak langsung mengarah pada satu orang.

Senja tersenyum kala lampu lift itu mulai berkedip. Artinya sudah sangat jelas dia akan tiba di tahun 2023 sesaat lagi. Masa bodoh dengan penyelidikan yang sedang dilakukan Ghea. Dia akan memecahkan kasus itu dengan caranya sendiri. Setidaknya dia takkan menuduh seseorang tanpa bukti seperti yang dilakukan Ghea padanya.

"Nice!" Betapa bahagianya Senja saat mendapati tahun yang ada di ponselnya sudah berganti. Kali ini dia benar-benar sudah berada di tahun 2023, seperti yang dia inginkan.

Senja meregangkan ototnya. Saat ini masih menunjukkan pukul 11 malam. Tentu takkan mungkin dia menemui Tirta. Namun, sembari melangkah menuju unit tempat dirinya tinggal, Senja memeriksa ponsel yang biasa dia gunakan untuk bekerja.

"Kasus baru?" gumam Senja saat mendapati pesan yang masuk dari Shadow. Dari keterangan yang ada, kasus yang baru diterimanya merupakan kasus pencarian orang hilang. Namun, berbeda dari biasanya, kasus ini terasa cukup berat. Bukan apa-apa, orang yang perlu mereka cari merupakan tokoh terkenal. Padahal biasanya agensi detektif yang menaungi Senja hanya menerima kasus pencarian orang hilang dari orang biasa.

Senja membaca satu demi satu keterangan yang diberikan kerabat orang itu. Dari mulai kapan terakhir kali mereka melihatnya, hingga apa yang terakhir dilakukan oleh orang tersebut.

"Oke." Senja melangkah menuju unit tempat dirinya tinggal. Selagi mencari pelaku pembunuhan Tirta, dia akan menyelesaikan kasus yang diberikan oleh agensi yang menaunginya. Dia harap kasus-kasus yang ada memang punya relasi dengan kasus Tirta. Apalagi, ada 2 kasus yang pernah Senja selesaikan dan kebetulan sekali kasus-kasus itu memang ada kaitannya dengan Tirta.

Senja mengerutkan dahi kala mendapati seorang pria tertidur di atas sofa. Dia jadi bertanya-tanya sejak kapan Tirta ada di sana? Apalagi, dia baru saja pulang dari tahun 2027. Apa yang Tirta lakukan di unit apartemennya?

Senja tak tega untuk sekadar menyalakan lampu. Dia takut Tirta terbangun karena terbiasa tidur dengan lampu yang mati.

Matanya kemudian tertuju pada tangan Tirta yang nampak aneh. Cahaya temaram yang dihasilkan bulan, tak cukup untuk Senja melihat noda apa yang ada di telapak tangan Tirta.

"Yang ...." Senja sedikit mengguncang tubuh pria itu, mencoba berpikir noda itu bukanlah yang ada di pikirannya. Dia mencoba membangunkan pria itu lagi. Namun, Tirta tak memberi respon apa-apa.

Dengan perasaan tak tenang, Senja menyalakan lampu ruang tengahnya. Matanya membulat sempurna, tak percaya dengan apa yang kini dia lihat. Noda yang ada di telapak tangan Tirta ternyata darah. Bahkan, darah juga mengalir dari kepalanya, membuat Senja segera memastikan pria itu masih hidup atau tidak.

Senja menghela napas lega kala masih bisa merasakan napas hangat Tirta. Segera dia menghubungi nomor darurat, berharap dia tak terlambat menolong kekasihnya.

***

Ini sungguh bukan yang Senja inginkan. Dia ingin melepas rindu dengan kekasihnya itu. Namun, yang dia dapat adalah sebuah musibah seperti ini. Bahkan, Tirta sama sekali belum membuka matanya meski sudah dilakukan penanganan medis.

Suara nada dering ponselnya, membuat Senja segera mengangkat telepon yang berasal dari rekan kerjanya. Dia yakin saat ini mereka sangat menunggu kabar darinya. Apalagi, tak seperti biasanya, Senja tak langsung beraksi begitu menerima kasus.

"Lo udah nemuin kucingnya?"

"Belum. Gue lagi ...." Senja mencoba untuk menahan tangisnya. "Gue lagi sakit. Nanti gue hubungin lagi kalo ada informasi baru."

"Oke deh."

Senja segera memutus telepon itu sepihak kemudian melanjutkan tangisnya. Entah apa yang membuat kekasihnya terluka seperti itu. Namun, satu hal yang membuatnya bertanya-tanya mengapa Tirta memilih pergi ke unitnya alih-alih pulang ke rumah? Apalagi, unitnya ada di lantai 3.

"Apa orang yang lukain Tirta sebenernya ada di unit gue?" gumam Senja. Dia terlalu panik hingga tak bisa memeriksa unitnya. Mungkin saja ada petunjuk di sana. Namun, dia tak bisa pergi sekarang karena seseorang harus bersama Tirta.

Senja berdiri saat menyadari keberadaan Sarah. Terlihat jelas wanita itu khawatir soal kondisi putranya. Bahkan, Sarah langsung memeluk Senja begitu tiba. Tentu ini semakin menarik gejolak sedih Senja untuk meminta diluapkan.

"Kamu tau siapa yang ngelakuinnya?"

Senja menggeleng saat Sarah melepas pelukan itu. "Senja terlalu panik jadi gak inget buat meriksa unit Senja."

"Biar mama yang jaga di sini. Kamu istirahat aja, dari semalem belum tidur 'kan?"

Senja menggeleng. Bahkan bukan hanya semalam. Dia belum tidur sama sekali selama 2 hari karena kasus Tirta di 2027.

"Yaudah, mama jaga di sini. Kalo ada apa-apa, mama pasti telepon kamu." Sarah memainkan ponselnya sejenak kemudian menepelkannya di telinga. "Pak, tolong anterin Senja ya."

"Kamu pulang sama Pak Banu ya," ujar Sarah setelah telepon itu terputus.

***

Senja tak langsung mengistirahatkan diri. Setelah membersihkan diri dan mengganti pakaian dengan yang lebih nyaman, Senja mencoba mencari petunjuk di unitnya. Dia menduga Tirta tak dipukuli di tempat yang jauh dari unitnya. Menurutnya, tak masuk akal jika Tirta bisa mengendarai mobilnya dalam keadaan parah.

"CCTV!" Senja baru ingat ada hal yang mungkin lebih akurat untuk tahu siapa yang melukai Tirta. Apalagi, dia sama sekali tak menemukan barang bukti apa pun di unitnya.

Senja buru-buru berlari ke ruang keamanan melalui tangga darurat. Dia tak mau saat sedang seperti ini, dirinya malah kembali ke tahun 2027.

"Pak, boleh saya liat CCTV semalem?" tanya Senja dengan napas yang tersengal-sengal. "Saya kehilangan sesuatu."

"Ah ... Kebetulan kemarin tuh mati lampu dari magrib, néng. Yang hilangnya apa? Biar saya bantu."

Senja mengacak rambutnya. Dia yakin segalanya sudah sangat direncanakan hingga waktunya benar-benar bertepatan. Sekarang apa yang bisa dia lakukan selain menerka pelakunya secara acak? Tak ada bukti apa-apa yang dia dapat.

"Néng?"

Senja terkekeh hambar. "Bukan hal penting sih, pak. Makasih ya."

Senja melangkah dengan kecewa. Andai dia bisa menemukan satu saja bukti, mungkin akan sangat mudah menyerahkan pelakunya pada polisi. Namun, jika seperti ini terlalu sulit.

Langkah Senja terhenti saat suara notifikasi terdengar dari ponselnya. Dia segera membuka surel yang baru dia terima. Bak sebuah kebetulan, surel berisi kode itu polanya cukup mirip dengan yang dibuat Halim.

HKRAS ZXRGSHGZ ATZAQ SKTEKXGN

~g

Tinta Luka [END]✓Where stories live. Discover now