2 : Berita Pagi

47 7 0
                                    

Senja menghela napas lega setelah mendapatkan notifikasi dari rekan kerjanya. Mereka mengatakan suxah mendapatkan bukti yang lebih konkret untuk menyelesaikan kasus rumit nan melelahkan ini. Jadi, saat ini mereka hanya perlu menyusunnya agar lebih rapi.

"Finally!" Senja tersenyum kemudian mengikat rambutnya yang bergelombang. Dia lantas membasuh wajah sebab menonton film ternyata cukup membuat rasa kantuk itu menyerangnya. Biasanya dia cukup kuat menahan kantuk hanya dengan beberapa gelas americano. Namun, sebuah film berhasil menumbangkannya dengan mudah.

Setelah merapikan kembali riasannya, Senja melangkah keluar toilet. Ini merupakan agenda terakhir yang mereka lakukan hari ini. Selanjutnya mereka akan pulang karena Senja sudah merasa kelelahan. Bagaimana tidak? Tirta membuatnya terus mengoceh tanpa henti karena malah mengajaknya menyusuri mall seharian.

Senja mencoba menahan tawa saat melihat ekspresi Tirta setelah mencoba kopi americano miliknya.

"Yang, pait banget."

"Namanya juga kopi. Kalo mau yang manis sih permen."

Sejak dulu Tirta memang tak pernah kuat minum kopi. Jangankan kopi yang selalu Senja nikmati. Kopi dengan kafein rendah pun Tirta tak sanggup meminum. Pernah satu waktu Tirta dengan percaya dirinya mencoba kopi yang sama dengan Senja. Alhasil, dia mengeluh jantungnya berdegup kencang hingga menitipkan pesan terakhir karena takut mati di tempat.

"Ah iya, katanya buku itu series selanjutnya bakalan rilis bulan depan. Boleh minta tolong war-in?" Senja memasang wajah imut. Hal ini tentu membuat Tirta mulai salah tingkah. Bahkan, menutupinya dengan mengusap wajah Senja agar berhenti melakukannya.

"Gak akan bulan depan deh kayaknya."

"Dih so' tau."

"Liat aja di akun penulisnya. Naskahnya belum beres katanya," ujar Tirta sembari mengaduk minumannya lalu menyedotnya.

"Padahal penasaran gimana si tokohnya bakalan lawan ayahnya." Senja melirik jam tangannya. Sudah menunjukkan pukul 10 lewat 7 menit. Sepertinya sudah saatnya mereka pulang. Senja juga sudah ingin tidur karena badannya terasa sangat lelah. "Pulang yuk, aku pengen tidur."

"Oke ayo. Aku yang nyetir." Tirta menunjukkan kunci mobil yang sejak tadi diletakkan Senja di atas meja. Dengan santai pria itu melangkah ke parkiran diikuti Senja di belakangnya.

Suara notifikasi membuat Senja mencari keberadaan ponsel yang biasa dia gunakan untuk bekerja. Ada sedikit rasa kesal karena baru saja dia menyelesaikan pekerjaannya, ada kasus lain yang sepertinya kini muncul.

Diam-diam Senja memeriksa pesan yang baru masuk ke ponselnya itu. Dirinya segera membulatkan mata saat didapatkan bukti baru setelah penyusunannya. Semua bukti yang dikumpulkan ternyata hanya pengalihan agar mereka tak mengetahui yang sebenarnya. Sebuah fakta baru terkuak, sosok yang sebenarnya merupakan orang ketiga adalah seorang wanita, bukan pria seperti yang dicurigai istri target. Pantas saja Senja kesulitan untuk menemukan buktinya.

"Aw!" Senja mengusap dahinya yang baru saja membentur punggung Tirta. Dengan segera dirinya menyimpan ponsel itu dan tersenyum tanpa dosa seolah tak terjadi apa-apa.

"Ngantuk banget kayaknya," ujar Tirta kemudian membukakan pintu untuk Senja. Dia bahkan meletakan tangannya di pintu mobil agar kepala Senja tak terbentur lagi. "Takutnya malah ngejedotin diri."

Senja terkekeh dengan gurauan itu. "Apa sih?"

***

"Beneran gak perlu dianter nih? Katanya ngantuk," ujar Tirta saat mobil itu tiba di halaman rumahnya. Sebenarnya bukan rumah. Itu studio yang Tirta gunakan untuk bekerja. Namun, Tirta lebih menyukainya dibanding kamar miliknya.

Tinta Luka [END]✓Where stories live. Discover now