3 : Situasi yang Membingungkan

32 6 0
                                    

Dengan perasaan yang sangat kacau, Senja berlari menuju lift tanpa mengingat bahwa lift tersebut sempat mengalami kerusakan. Rasa panik membuatnya menekan tombol lift beberapa kali saat lift itu tak kunjung tertutup.

Sembari terus menghubungi nomor Tirta, Senja mencoba untuk tenang meski sebenarnya itu adalah hal mustahil yang bisa dia lakukan sekarang. Siapa yang tak panik mendengar berita duka? Apalagi dari orang yang kita cintai.

Senja terkejut ketika lift itu kembali berkedip, persis seperti saat dia gunakan sebelumnya. Bahkan, lift itu pun kembali berguncang. Hal ini tentu membuat Senja semakin panik. Namun, dia berusaha tenang agar bisa berpikir jernih. Dia menghirup napas perlahan kemudian mengembuskannya. Selanjutnya, dia menekan tombol darurat yang ada di sana, berharap ada seseorang yang nantinya akan membantu.

Namun, belum sempat dirinya mengatakan sesuatu, lift itu kembali seperti semula. Tak ada lagi guncangan atau lampu yang berkedip. Bahkan, pintunya juga segera terbuka di lantai 1.

Segera Senja berlari menuju mobilnya, mengemudikannya secepat mungkin untuk tahu kondisi sebenarnya dari sang kekasih. Kalaupun Tirta memang dibunuh, dia yakin akan ada bukti yang ditinggalkan sang pelaku di tempat kejadian.

"Macet di waktu yang gak tepat," gumam Senja kesal. Bagaimana tidak? Biasanya jalan yang dia lalui itu selalu lancar. Namun, hari ini malah tiba-tiba macet. Bahkan, ini membuat tangisan Senja semakin menjadi.

Senja masih berusaha menghubungi nomor Tirta dengan harapan nomornya tiba-tiba aktif. Namun, hasilnya masih sama, Tirta tak bisa dihubungi yang artinya pria itu memang seperti apa yang ada di berita.

Senja mencoba tegar meski netranya tak henti meluruhkan cairan bening. Bahkan, pandangannya pun buram karena air mata itu terus menggenang. Sungguh berbahaya, bukan? Tapi yang ada di pikiran Senja saat ini hanya satu. Dia ingin menemui Tirta.

Senja memilih berbelok ke jalan alternatif. Meski harus memutar, menurutnya itu lebih baik dibanding terjebak di dalam kemacetan yang tak tahu apa penyebabnya.

Sepanjang jalan yang ada di otak Senja hanya kenangan manisnya dengan Tirta. Kenangan itu berputar seolah sebuah film. Jika Tirta benar dibunuh, siapa pelakunya? Tirta yang Senja kenal adalah pria lembut dan penyayang. Bukankah agak mustahil dia memiliki musuh? Ini benar-benar mimpi buruk untuknya.

Kali ini Senja tak lagi mencoba menghubungi Tirta. Dia menghubungi nomor lain yang mungkin bisa memberitahunya soal Tirta. Namun, nomor sang sahabat juga sama-sama tak aktif.

"Ghea kayaknya lagi sibuk ngurus kasus," gumam Senja. Kali ini, dia mencoba untuk menghubungi nomor Tirta. Meski sudah tak berharap Tirta atau siapa pun mengangkat telepon itu, dia tetap melakukannya. Dia masih belum terima kalau Tirta tiada dan dibunuh seseorang.

Senja memarkirkan mobilnya di depan studio Tirta. Dia cukup heran sebab di studio itu tak ada garis polisi atau wartawan. Benar-benar sepi hingga mustahil dikatakan sebagai tempat pembunuhan.

Senja bergegas masuk untuk memastikan. Dia sudah tak peduli dengan penampilannya yang berantakan bahkan dengan muka yang sembab. Dia benar-benar ingin melihat dengan mata kepalanya jika benar sang kekasih dibunuh.

Namun, hal aneh justru terjadi. Tirta duduk di meja kerjanya dengan kacamata bertengger di hidung. Pria itu mengerutkan dahi saat mendapati Senja dengan kondisi yang berantakan berdiri di sana dan menangis.

Dengan cepat Tirta beranjak dari tempatnya dan memberikan dekapan pada gadis yang dia cintai. Dia khawatir saat tangis Senja terdengar sangat menyesakkan seolah sesuatu yang menyakitkan baru terjadi.

Senja menangis sejadi-jadinya dalam pelukan hangat Tirta. Dia benar-benar tak bisa membayangkan bagaimana dia bisa melanjutkan hidupnya tanpa Tirta. Apalagi berita itu mengatakan Tirta tewas karena dibunuh seseorang. Namun, saat ini dia melihat pria yang dia cintai baik-baik saja dan itu cukup melegakan.

"Udah ya ... Cantiknya luntur nanti," ujar Tirta sembari menepuk-nepuk pelan kepala belakang Senja. "Kali ini selingkuhnya sama siapa? Mau request dong kali-kali sama sullyoon atau Aisha deh."

"Ish, mulutnya."

Tirta langsung mengaduh saat Senja mencubit perutnya. Padahal dia hanya ingin menghibur sang kekasih agar tak terlalu memikirkan bunga tidur itu.

"Kenapa?" tanya Tirta saat Senja memeriksa setiap inchi tubuhnya.

"Kamu gak kenapa-napa 'kan? Gak luka? Kamu masih idup? Ini gak mimpi 'kan?" Senja mencubit pipinya dan terasa sakit. Kemudian, dia mencubit pipi Tirta dan membuat pria itu kembali mengaduh.

"Bukan mimpi," gumam Senja dalam hatinya. Dia sungguh bingung dengan apa yang baru saja terjadi. Tak mungkin jika pembunuhan itu dipalsukan sementara Tirta tetap di studionya seperti saat ini.

Senja segera mencari beritanya di internet. Dia semakin bingung saat tak menemukan satu pun berita soal pembunuhan Tirta. Padahal, dia yakin mendengarnya dengan sangat jelas di TV. Tidak mungkin dia salah dengar. Lalu, anak dari pak Pramono hanya satu, Tirta. Situasinya sangat membingungkan.

"Kenapa, yang? Kok bingung gitu? Ini kamu PMS nih biasanya, mood swing," ujar Tirta. Namun, Senja tetap fokus mencari berita soal pembunuhan Tirta. Bahkan, pria itu membuntuti Senja hingga sang kekasih duduk di sofa lalu berdiri lagi.

"Padahal jelas di berita Tirta dibunuh," gumam Senja yang membuat Tirta langsung mengerutkan dahi.

"Aku? Dibunuh?" gumam Tirta sambil menunjuk dirinya bingung. Masalahnya, sejak tadi dia asyik mengedit foto dari kliennya.

"Seriusan, aku liat di berita jelas banget kamu dibunuh, terus nomor kamu tiba-tiba susah dihubungin." Senja mencoba memahami situasi ini. Namun, tetap saja segalanya terlalu membingungkan. Dia sama sekali tak bisa menemukan berita mengenai pembunuhan Tirta dan pria itu berdiri dengan sehat di depannya. "Jadi sebenernya yang mimpi ini atau itu? Aku ... Ah! Nomi!"

Tirta terkejut saat Senja melompat ke arahnya secara tiba-tiba. "Ish, kamu ngagetin tau! Untung gak jantungan."

Seekor kucing ras himalaya itu menatap bingung Senja yang kini sudah ada di gendongan Tirta. Sejak dulu Senja memang tak suka kucing. Dia takut karena pernah dicakar saat masih kecil. Namun, sang kekasih punya seekor kucing dengan alasan agar tak kesepian.

"Nomi, kalo ada mama Senja jangan muncul tiba-tiba. Meski kamu lucu dia tetep takut," ujar Tirta sembari menahan tawa. Padahal mereka sudah berpacaran lama. Namun, sampai detik ini Senja masih saja takut pada Nomi, kucingnya.

Senja turun dari gendongan Tirta saat kucing itu memilih masuk ke kamarnya. Senja menghela napas sebelum melanjutkan pembicaraan tadi.

"Kamu kayaknya tidur deh, ketiduran maksudnya, terus mimpi," ujar Tirta kemudian melangkah menuju dapur untuk memberikan air mineral pada Senja.

"Masa sih mimpi? Aku jelas-jelas gak tidur," ujar Senja sembari menerima segelas air dari Tirta.

"Mimpi sambil melek, maybe."

"Aneh, jelas-jelas aku gak tidur dan berita itu kerasa nyata banget. Ini sebenernya kenapa sih?" gumam Senja dalam hatinya. Dia masih bingung semua ini nyata atau memang hanya mimpi semata karena dirinya memang belakangan ini jam tidurnya sangat berantakan.

Tinta Luka [END]✓Where stories live. Discover now