Bab 8

190 15 0
                                    

MEMANG benar adanya istilah "Jangan percaya pada manusia jika kamu tidak ingin di kecewakan."

Seperti aku ini misalnya. Belum apa-apa aku sudah merasa kecewa. Ini bukan salah mas Raffi karena ia tidak pernah menjanjikan apapun sebelumnya kepadaku. Hanya saja aku yang terlalu kepedean di awal yang membuat aku menelan rasa kecewa sendiri.

Perintahnya untukku berkemas besok bukanlah ajakan untuk bulan madu, melainkan ajakan untuk pindah rumah ikut dia ke kota sebelah.

Oke, untuk alasan yang ini aku kecewa pada diriku sendiri yang salah mengartikan omongan mas Raffi yang terpotong panggilan masuk tadi.

Tetapi untuk alasan yang kedua bolehkan aku merasa kecewa kepada suamiku ini?.

"Aku terpaksa membawamu ikut tinggal bersamaku ke apartemen karena lagi-lagi ibu memaksaku Rim. Katanya gak mungkin kalau suami istri tinggalnya terpisah terus. Dari pada ibu yang menyuruhku untuk tinggal di rumah sini aja aku kejauhan jika tiap hari harus pulang pergi kerjanya, belum lagi kalau ada lembur di kantor. Lagian kamu ngerti kan kalau kita suami istri hanya sebuah status saja, jadi aku mau memberi tahu ke kamu kalau aku masih berhubungan dengan Likke." jelas mas Raffi.

Itu dia yang aku maksud, sekali lagi aku harus menelan rasa kecewa ku sendiri. Ku kira mas Raffi akan menerima pernikahan ini dan lambat laun kami akan saling mencintai, namun belum apa-apa mas Raffi sudah menegaskan hubungannya dengan sang pacar yang masih berlanjut.

"Terus kalau aku ikut kamu tinggal di apartemen, Ibu di rumah bagaimana mas nanti ibu sendirian. Gak papa lah biar aku di sini saja menemani ibu. Nanti aku akan bantu jelaskan ke ibu."

"Kamu tenang saja, bude Marwah bilang akan tinggal di rumah menemani ibu. Aku juga mulai mencari Asisten rumah tangga biar ada yang bantu-bantu ibu di rumah. Biar ibu juga tidak merasa kesepian juga."

Kalau sudah di rencanakan begini memangnya aku bisa apa, batinku.

"Ya sudah aku terserah kamu aja mas. Kalau memang itu permintaan dari ibu".

Diam. Mas Raffi kembali diam, namun wajahnya menampakkan raut  wajah seperti orang yang ingin menyampaikan berita yang mengejutkan.

Ia terlihat gugup, bibirnya seperti ingin terbuka lalu menutup lagi.

Ketika ia baru mau ngomong, aksinya di hentikan oleh kedatangan dua orang pelayan yang menghidangkan steak dan dessert pesanan kami karena Red wine sudah terhidang kan terlebih dahulu.

"Selamat menikmati." Ucap pelayan setelah hidangan tertata rapi di atas meja di hadapanku dan mas Raffi.

"Terima kasih." jawabku dan mas Raffi bebarengan.

Aku tidak segera mengambil pisau dan garpu di atas meja karena ku kira mas Raffi akan melanjutkan obrolan kami tadi. Namun nampaknya salah ketika ia mulai berucap, "Kita makan dulu setelah itu kita lanjutkan obrolan tadi."

Aku pun mengangguk dan mulai mengiris daging sapi dengan tingkat kematangan yang baik ini.

Memang harga tidak pernah membohongi rasa. Steak ini aku nobatkan sebagai steak terbaik dari yang pernah aku rasakan sebelumnya. Dagingnya empuk dan rasanya memang benar-benar juara.

Aku mulai menyuapkan sepotong steak ke mulut dan berlanjut hingga tidak ada sisa sama sekali di dalam piring ku. Ku sesap minuman anggur merah sedikit demi sedikit karena ini baru pertama kalinya aku merasakan minuman ini.

Melihat dessert yang ada di atas meja ini terlalu cantik hingga aku merasa sayang jika harus memakannya. Namun lagi-lagi mas Raffi memintaku agar segera mencicipinya.

Ku coba memasukkan satu sendok kecil makanan manis ini ke dalam mulutku. Hmm.. rasanya benar-benar lembut dan manis langsung melumer di dalam mulutku.

"Gimana rasanya, enak?" tanya mas Raffi.

"Enak banget mas, melumer di mulut rasanya. Ibu pasti juga suka deh mas kue ini, tapi sayang ibu gak boleh banyak makan-makanan manis kayak gini."

"Iya, ya udah kamu habisin aja ini punya aku. Aku kurang suka makanan manis."

Melihat dessertku sudah habis, mas Raffi mendorong piring dessertnya ke arahku yang sontak membuat mataku berbinar dengan senang hati aku menerima makanan manis itu. Karena porsinya yang cuma sedikit membuat aku kurang.

Namun rupanya dessert ini kini tak lagi bermakna sebagai hidangan penutup, karena kini aku tak bisa merasakan rasa manis lagi dari rasa kue ini ketika mas Raffi menutup makan malam romantis kami dengan berita mengejutkan lainnya.

"Rima.."

"Iya mas."

"Di apartemen nanti mungkin kita gak tinggal berdua aja."

Aku diam sebentar sebelum mengangguk paham, "Aku gak apa-apa kok mas kalau nanti kita tinggal sama asisten rumah tangga juga, walau sebenarnya itu gak perlu karena aku bisa masak sama bersih-bersih sendiri aja."

"Bukan begitu, maksud aku bukan asisten rumah tangga yang nanti tinggal sama kita."

Hahh.. ternyata aku salah, terus jika bukan ART terus siapa dong. Atau jangan-jangan...

"Nanti Likke mungkin kadang-kadang akan menginap di Apartemen juga."

"Maksud kamu mas. Kamu akan tinggal bertiga dengan istri dan pacar kamu gitu." tanyaku agak sewot.

"Bukan pacar aku. Lebih tepatnya kedua istriku." jawabnya mengejutkanku.

"Apa???"

Oh telingaku aku salah dengar kan barusan. Tolong siapapun itu katakan padaku jika yang ku dengar barusan adalah salah. Kedua istrinya katanya..

Dessert ini tak lagi memanjakan lidahku. Hilang sudah nafsu makanku padahal sayang sekali dessert masih baru aku makan sesendok saja.

"Aku sudah menikahi Likke secara siri seminggu setelah kita menikah." jelasnya.

"Mas kamu kok gitu sih. Ibu sudah tau apa belum jika kamu punya dua istri?".

"Belum. Dan aku minta sama kamu untuk menjaga rahasia ini."

Seminggu setelah kita menikah itu artinya ibu masih baru sembuh dan mas Raffi dengan beraninya menikahi perempuan lain tanpa meminta restu terlebih dahulu ke ibunya.

"Mas, kamu tahu kan kalau ibu gak merestui kalian. Bagaimana bisa kamu.."

"...bagaimana jika ibu tahu mas. Kamu gak mikirin perasaan ibu apa."

"Makanya itu aku minta tolong kamu rahasiakan masalah ini. Aku akan mencoba membujuk ibu perlahan biar ibu bisa menerima Likke juga. Kamu ngerti kan Rim, jika pernikahan kita ini tidak mungkin terus berlanjut."

"Terserah kamu deh mas. Aku udah kenyang ayo kita pulang."

Ajak ku mengakhiri obrolan ini dan memilih berdiri duluan untuk segera keluar dari restoran ini.

*

Bersambung. . .
13.08.23

AKU BUKAN YANG KEDUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang