Bab 6

165 16 0
                                    

Halo.. aku balik lagi..
Masih kah ada yang mengingat cerita ini💆


Happy reading all..🤗

*




SABTU sore, mobil hitam yang sudah aku kenali siapa pemiliknya itu kini terparkir rapi di halaman samping rumah. Aku yang baru pulang ke rumah dengan membawa dua kresek putih besar yang sekarang bertumpuk di jok depan sepeda motorku di hampiri oleh sang pemilik mobil yang  kini berdiri di sisiku.

"Lama banget kamu keluarnya. Kata ibu dari jam 1 siang tadi kamu pamit keluar belanja. Sekarang udah jam berapa baru aja pulang kamu. Keluar empat jam cuma buat beli ini aja, yakin kamu gak keluyuran ke tempat lain?".

Suara sinis milik lelaki yang kembali berdiri tegap setelah sebelumnya mengambil 2 kantong kresek belanjaan kebutuhan rumah dan dapur itu menyapa organ pendengaranku setelah 2 minggu kita tidak bertemu bahkan tidak bertukar kabar sekalipun.

"Mas.. kapan datangnya." Sapaku basa basi yang terlalu basi.

"Setengah 2 tadi", jawabnya acuh lalu kembali masuk ke dalam rumah.

"Tumben datang jam segitu. Gak kencan dulu emang sama si nenek lampir." Gumamku pelan kemudian melepas helm dan membawanya masuk ke dalam rumah.

"Assalamualaikum.."

Sapa ku memasuki pintu rumah dan menghampiri ibu untuk menjabat tangannya.

"Waalaikumsalam.. kenapa sampai sore nak belanjanya, ibu telpon hp kamu dari tadi tapi gak ada jawaban. Ibu jadi khawatir takut ada apa-apa sama kamu di jalan. Mas mu udah ibu suruh cari kamu dari tadi, tapi bilangnya nunggu sampai magrib dulu."

Mendengar ibu bilang meneleponku sedari tadi, aku pun langsung mengambil telepon genggam yang ada di dalam tas selempang coklat ku ini.
Dan benar saja, setelah layar ponsel ku nyalakan terlihat ada panggilan tak terjawab dari nomor ponsel ibu sebanyak 5 panggilan sedang 1 panggilan lagi dari nomor ponsel mas Raffi.

Rasa bersalah kini merambat memasuki relung hati, "Bu, Rima minta maaf udah buat ibu khawatir. Tadi pas belanja Rima ketemu sama Abel teman SMP Rima dulu. Dia ngajakin mampir dulu ke kafe. Kita ngobrol-ngobrol nostalgia sampai lupa waktu dan Rima lupa gak ngabarin ibu lebih dulu. Hp Rima juga kayaknya lupa ke pencet silent deh bu. Makanya gak ada bunyi pas ada panggilan masuk."

"Ya sudah gak papa. Ibu bukannya melarang kamu keluar sampai sore, cuma kan mas mu kan hari ini pulang. Ibu pinginnya kalian bisa keluar malam mingguan gitu. Kalau kamu keluarnya sampai malam kan kasian nanti suami mu itu nungguin nya." Jelas ibu.

"Apa gunanya bawa Hp kalau di silent. Gak usah bawa aja sekalian kalau keluar-keluar." Ucap mas Raffi yang kini masuk ke ruang tamu setelah menaruh kresek belanjaanku tadi ke dapur.

Aku menjawab tapi ibu lebih dulu mengambil alihnya, "Sudah-sudah gak usah di terusin lagi. Yang penting kan sekarang Rima sudah sampai rumah jam masih sore, jadi kalian masih bisa keluar nanti malam mingguan."

"Ya sudah sana masuk ke kamar kalian, biar ibu yang beresin belanjaan kamu tadi."

Ibu pun mendorong kami untuk melangkah masuk ke kamar kami, ah maksud ku kamar mas Raffi, suami ku.

Aku pun membututi mas Raffi menuju kamarnya, tapi sesampainya di depan pintu mendadak mas Raffi menghentikan langkahnya.

Aku pun mendongak menatap suamiku itu. "Ke-kenapa mas?" tanyaku mendadak gugup.

Namun hanya deheman yang ku dengar kemudian mas Raffi berbalik membuka pintu dan masuk ke dalam kamar dengan membiarkan pintu kamar tetap terbuka.

Oke ini berarti dia mengizinkan aku masuk kan.

Memang semenjak aku menjadi istrinya dan semenjak ibu pulang dari rumah sakit, kamarku sekarang pindah ke kamar mas Raffi. Ya meski kami masih belum pernah tidur sekamar berdua karena suamiku ini sudah dua minggu tidak pulang ke rumah.

Suasana semakin canggung ketika aku masuk dan menutup pintu kamar ini.
Ku lihat mas Raffi sudah duduk di ujung kasur dan sedang sibuk dengan ponselnya.

Aku pun melangkah dengan gerak pelan menaruh tas selempang ku di atas meja rias. Lalu aku berencana untuk segera mandi saja dari pada terjebak diam-diaman dengan mas Raffi. Namun sebelum aku mengambil baju bersih ku di lemari pakaian, aku kembali menoleh ke mas Raffi.

"Emm.. mas..", panggilku yang sukses membuat atensi mas Raffi ke layar ponselnya terputus. Mas Raffi balik menatap ke arahku.

"Aku minta maaf kapan hari ada ubah isi tatanan lemari pakaian mas tanpa meminta izin terlebih dahulu. Karena ibu memaksa aku untuk segera pindah ke kamar mas dan memindahkan sebagian pakaianku ke sini." Ucapku sambil menunjuk lemari pakaian di depanku itu.

"Udah terlanjur juga, ya udah." Jawabnya masih acuh.

"Makasih mas. Ya udah aku mandi dulu ya mas." Pamit ku yang hanya mendapat jawaban berupa sebuah gumaman saja.

Sampai di kamar mandi aku langsung bersandar di dinding. Ku sentuh dada ku yang berdebar kencang. Mungkin ini merupakan efek dari pemikiranku sedari memasuki kamar tadi.

Membayangkan kami akan keluar makan malam berdua di malam minggu ini, kemudian pulang ke rumah lagi dan akan tidur berdua berbagi ranjang yang sama membuatku semakin gugup luar biasa.

"Tenang Rima.. tenang.. kamu pasti bisa. Tarik nafas, hembuskan, tenangkan hati dan pikiranmu. Kamu pasti bisa." Semangatku pada diri sendiri.

Ku tepuk-tepuk dahi ku pelan agar mengembalikan ku pada realita agar otak kecilku ini tak membayangkan ke hal yang lebih karena sungguh untuk berharap saja aku masih belum berani.

Oke lebih baik sekarang aku segera mandi keramas saja agar kepala dan pikiranku ini segera dingin kembali.

*

*
Bersambung. . .
06.08.23

AKU BUKAN YANG KEDUAWhere stories live. Discover now