🎉DUA PULUH EMPAT🎉

1.3K 174 9
                                    

Jam delapan pagi Wilaga sampai di kediaman kedua orang tua Amara.

Amara membuka pintu saat mendengar suara mesin mobil berhenti di halaman rumah.

Wilaga turun dari mobil membawa sebuah paperbag. Dari logo nya seperti kue.

" Selamat pagi!" Wilaga tersenyum menyapa Amara. Amara pun mengukir senyum tipis.

" Selamat pagi,Mas!"

Wilaga menyerahkan paperbag tersebut ke tangan Amara

" Apa ini Mas?"
Amara mengintip isinya. Ternyata cake.

" Tidak perlu bawa apa-apa, Mas!" Ujar Amara.

" Nggak papa. Tadi Mas lihat toko kue nya sudah Buka. Yaudah Mas berhenti sebentar untuk membeli.

" Mas masih ingat kalau ini kesukaan Ibuk ya?"

Wilaga tersenyum mengangguk. Amara terharu. Walaupun bukan untuk dirinya namun ini lebih. Karena Wilaga membawa untuk sang Ibuk. Walaupun Ibuk masih membenci, tetapi Wilaga tetap membawakan cake kesukaan ibuk.

" Duduk, Mas! Atau mau masuk?"

" Nggak usah. Mas di sini saja." Di teras rumah memang di sediakan bangku dan meja. Terkadang ada tamu yang mau duduk dan bicara di luar saja. Maka nya dulu Amara berinisiatif membeli meja dan bangku khusus untuk duduk empat orang saja dengan meja melingkar.

" Axi mana?"
" Ada di belakang. Sibuk memberi ikan makan. Biar aku panggil sebentar, Mas!"

" Kalau Bapak sama Ibuk?"

" Bapak lagi ke kebun. Ibuk lagi ke pasar."

Wilaga mengangguk.

" Mas sudah sarapan?" tanya Amara.

" Belum. Mas bangun tidur, mandi terus langsung ke sini." Amara menatap pakaian Wilaga yang sudah berganti

" Biar aku siapin sarapan nya, Mas tunggu di sini!"

Wilaga mengangguk.
Amara masuk ke dalam rumah. Tak lama terdengar suara derap langkah kaki berlari.

" Ayaaahh,"

Wilaga tersenyum lebar. Axi segera menghambur ke dalam pelukan Wilaga.

" Ayah baru sampai?"

" Hm," Wilaga mengangguk. " Axi habis ngapain?"

" Beri makan ikan kakek."

Wilaga tertawa. Amara kembali datang membawa secangkir teh dan sarapan masi goreng untuk Wilaga.

" Sarapan nya adanya cuma ini, Mas!"

" Nggak papa. Mas suka! Ini kamu yang masak?"

Amara mengangguk. " Cobain Yah. Enak loh!"

Wilaga mengangguk. " Axi sudah sarapan?"

" Sudah dong. Tadi bareng sama Kakek, nenek juga."

" Kamu udah sarapan?"

" Udah. Axi temenin Ayah ya. Bunda ke belakang sebentar. Bunda belum selesai nyuci piring nya!"

" Iya, Bunda!"

Wilaga menatap kepergian Amara. Ia ingin sekali Amara menemani sarapan di sini. Ada anak ada istri. Mereka akan tertawa ketika ada bahan obrolan yang lucu. Wilaga menginginkan momen itu setiap hari. Namun, seperti nya Wilaga harus menahan diri.

" Enak yah?"

" Enak, sayang!"

" Bunda memang jago nya bikin nasi goreng!" Ujar Wilaga yang di setujui Axi.

" Axi rencana nya mau ngapain hari ini?"

" Nggak ada Yah. Bunda juga nggak ada bilang apa-apa. Tapi, nanti sore kita balik, Yah. Besok kan senin, Axi harus sekolah,"

" Jam berapa?"

" Kata Bunda jam Empat an, Yah!"

" Oke." Wilaga selesai makan. Ia cukup kencang kalau untuk makan. Wilaga menyeruput air teh nya.

" Bagaimana kalau hari ini kita jalan-jalan?" Tawar Wilaga membuat Axi cepat menoleh.

" Kemana yah?"

" Ayah juga nggak tahu. Dulu Bunda juga nggak pernah ajak Ayah jalan-jalan kalau ke sini. Gimana kalau ajak Bunda juga?"

" Boleh boleh, Yah. Kita ajak Bunda. Bunda pasti tau tempat bagus buat jalan-jalan."

" Axi tanya Bunda dulu ya, Yah!"

" Iya, sana tanya mau nggak Bunda. Sekalian bawa piring kotor nya, Nak!"

" Oke, Yah!" Sepeninggal Axi ke dalam. Halimah datang di antar ojek.

Muka Halimah mulai nampak tidak sedap.

" Buk," Wilaga bangkit dari tempat duduk nya.

" Ngapain kamu ke sini hah? Tidak punya urat malu? Bukankah sudah saya usir kamu dari sini. Jangan datang ke sini lagi. Kenapa tidak kamu dengar ucapan saya hah?" Halimah langsung menyembur Wilaga dengan kalimat yang menusuk hati.

" Maaf, Buk. Saya juga sudah bilang ke Ibuk kalau saya akan datang hari ini."

" Saya tidak menerima kedatangan kamu ke sini. Sekarang silahkan angkat kaki dari rumah saya! Sekarang juga!" bentak Halimah Emosi.

" Jadi, Nenek ngusir Ayah?"

"Axi," Wilaga dan Halimah sontak menoleh kepada Axi yang berdiri di pintu menatap Halimah.

" Axi, nenek---,"

" Axi dengar dengan jelas kalau nenek usir Ayah. Karena itu maka nya Ayah cari penginapan di luar?"

" Axi. Ini tidak seperti yang kamu pikirkan, Nak!" ujar Wilaga cepat. Ia tidak mau kalau anak nya salah paham dan marah kepada Halimah.

" Lalu seperti apa Yah? Jelas Axi dengar nenek ngomong dengan keras kalau nenek sudah usir Ayah. Nenek tidak suka Ayah di sini. Berarti nenek juga tidak suka Axi," mata Axi memerah. Ia begitu mencintai sang Ayah.

Amara datang tergopoh dengan raut wajah cemas. Ia mendengar suara keras dari depan. Amara segera meninggalkan pekerjaan nya.

" Ada apa? Axi kenapa?" Tanya Amara panik. Wajah Axi sudah merah dan sebentar lagi pasti akan menangis.

Amara melihat Wilaga dan Halimah bergantian.

" Bunda bohong sama Axi kan?" Amara menatap Axi tidak mengerti

" Bohong? Bohong apa, Nak? Bunda nggak ngerti,"

" Bunda pasti tau kalau kemaren nenek ngusir Ayah kan?"

Amara terkejut. Ia menatap Halimah.

" Nenek jahat. Axi sudah lama menunggu Ayah datang. Kenapa nenek malah membenci Ayah Axi?"

Amara mulai paham duduk permasalahan nya. " Jangan berpikiran seperti itu, Nak. Ayo kita masuk dulu!"

" Ini semua salah kamu!" Tunjuk Halimah kepada Wilaga.

" Ibuk,"

" Nenek,"

Suara Axi dan Amara serentak.

" Awas. Ibuk mau masuk. Kamu tidak bisa di bilangin. Maubsaja menerima laki-laki ini masuk kembali ke dalam hidup kamu. Laki-laki ini tidak pantas jadi ayah kamu, Axi."

" Maaf, Buk. Tolong jangan di hadapan anak saya bicara begitu, Buk!"

Halimah tidak mengacuhkan Wilaga. Ia masuk ke dalam rumah dengan perasaan marah ynag bercokol di hati nya.

Wilaga langsung memeluk Axi. " Ayah tidak papa, Nak. Terima kasih karena mau menerima laki-laki seperti Ayah."

Axi menangis. Amara pun tak kuasa membendung air mata.

Tbc!
25/09/23

Di karyakarsa udah bab 30 ya. Monggo yang mau baca di sana!

Asmara CintaWhere stories live. Discover now