🎉DUA PULUH🎉

1.5K 178 10
                                    

Amara dengan jantung berdegup kencang tidak berani menatap Wilaga.

Tiga menit Wilaga menunggu namun tidak ada jawaban. Wilaga tersenyum miris. Ia tatap sekali lagi perempuan yang sangat di cintainya sampai sekarang ini. Cinta nya tidak pernah berkurang sedikit pun. Malah ia merasa semakin cinta dan perasaan nya semakin membumbung tinggi untuk Wilaga.

Hati nya sedih. Banyak pikiran yang melintas di benak Wilaga saat ini. Apakah Amara memang tidak mencintai nya lagi. Apakah Amara sudah tidak mempunyai perasaan yang sama seperti yang di rasakan Wilaga saat ini. Atau kah sudah ada pengganti dirinya?
Wilaga  bisa stress kalau memikirkan ini.

Amara mendengar desahan berat Wilaga.

" Sudah malam. Sebaiknya kamu tidur. Mas keluar sebentar,"

Wilaga membutuhkan angin segar sekedar untuk menenangkan pikirannya.

Amara terdiam. Ia menatap nanar punggung Wilaga yang menghilang dari pandangannya.

Amara mungkin sudah membuat Wilaga sedih. Namun, Amara belum bisa meyakinkan hatinya dengan kedatangan Wilaga saat ini. Amara masih butuh pencerahan dari semua ini. Amara belum bisa untuk melangkah ke depannya kalau semua permasalahan ini belum terang.

****
" Sudah siap? Ada yang tertinggal?"

" Sudah, Yah. Nggak ada yang tinggal kecuali jejak."

Wilaga terdiam. Ia kemudian menyunggingkan senyum tipis. Belum ada pembicaraan antara Amara dan Wilaga sejak pembicaraan semalam.

Mereka naik ke dalam mobil dan mulai melajukan mobilnya.

Di tengah perjalanan.

" Kita berhenti dulu di pusat oleh-oleh depan," Suara Amara menginterupsi percakapan Ayah dan anak.

" Oke."

" Kita beli oleh-oleh dulu, Bun?"

" Iya. Nggak mungkin kan kita pulang nggak ada bawa apa-apa."

" Iya, Bunda. Axi juga mau jajan cemilan buat di makan selama dalam perjalanan."

Wilaga membelokkan mobilnya ke dalam supermarket besar di tepi jalan.

Amara dan Axi keluar dari mobil. Wilaga menyusul di belakang.

" Biar Mas yang dorong. Kamu pilih saja apa yang mai di beli."

Amara mengangguk tanpa membantah. Sedangkan Axi sudah sibuk sendiri memilih belanjaan nya.

" Nggak beli buah?" tanya Wilaga. Amara mengangguk. " Iya, Beli."

" Yang di sini sudah selesai? Kalau udah kita ke buah."

" Sudah,"

Wilaga mendorong troly ke bagian buah-buahan. Amara mengikuti Wilaga selangkah dari belakang.

Wilaga mengkode Amara untuk memilih buah-buahan. Tidak butuh lama. Mereka selesai memilih buah.

Axi datang setelah selesai memilih jajanan nya. Amara mendesah lega. Ia tidak merasa gugup lagi berdua an dengan Wilaga.

" Axi udah selesai?"

" Udah, Bunda. Nih!" Axi mengangkat satu keranjang penuh dengan jajanan dan minuman.

" Itu banyak sekali. Memang habis?"
Amara heran. Pasalnya setiap belanja dengan Axi. Ia tidak pernah belanja sebanyak ini.

Axi manyun namun kembali ceria saat Wilaga membela.

" Nggak papa. Biarin aja. Axi udah belanja nya? Nggak mau nambah?"

Amara segera memotong ucapan Axi. Ia melotot gemas.

" Udah, Mas. Nggak ada lagi. Cukup segitu jajan nya," Amara cukup tegas.

" Mas nggak ada yang mau di beli?"

Wilaga menggeleng.

" Nggak ada."

" Yaudah, kita ke kasir."

Wilaga mendorong troly ke kasir untuk di hitung. Saat Amara membuka tas hendak mengambil dompet nya Wilaga menggeleng.

" Mas yang bayar!"

" Nggak usah, Mas. Biar aku saja!" Tolak Amara. Wilaga menatap tajam Amara namun Amara menantang balik.

" Bunda sama Ayah di tengokin orang."

Wilaga dan Amara sontak menatap sekelilingnya.

" Wilaga menyerahkan kartu kepada kasir. Amara pasrah dan kembali menutup tasnya.

Mereka kembali ke mobil. Wilaga kembali melanjutkan perjalanan nya.

****
Mobil yang di bawa Wilaga sudah memasuki daerah kecamatan belingkasan. Kampung Amara namanya kampung Tarakan. Mereka harus menempuh perjalanan selama setengah jam lagi untuk sampai di rumah Amara.

Hamparan sawah yang membentang mulai terlihat di sepanjang kiri kanan jalan. Ada juga yang berkebun menanam semangka, jagung, cabe, bawang, dan masih banyak lainnya. Beragam macam.

Inilah yang di suka Wilaga ketika berada di sini. Hawanya yang adem, sejuk mampu menenangkan pikirannya dari lelahnya aktivitas kantor. Kalau pagi udara nya segar dan dingin.

Mereka mulai memasuki jalan cor bukan jalan aspal. Jalannya banyak yang berlubang.

" Ini jalan nya kenapa nggak di perbaiki sama pemerintah setempat?"
Wilaga menyuarakan pikiran nya.

" Nggak tahu. Udah lama jalan nya seperti ini. Nggakanda tindakan dari pemerintah setempat,"

" Iyaa, Axi ingat. Waktu masih  sekolah sd. Jalan nya udah kayak gini tapi belum separah ini kan, Bun?"

" Iya."

" Dengarnya idah di masuk kan proposal nya ke pemerintah setempat tetapi belum ada respon."

Wilaga mendesah. Wilaga hati-hati membawa mobil saat melewati jembatan yang sudah ambruk sebagian

" Ini jembatan kalau nggak segera di perbaiki bahaya ini!"
Gumam Wilaga cemas.

Mobil yang di bawa Wilaga sudah hampir dekat. Wilaga sedikit merasa gugup karena akan bertemu lagi dengan keluarga Amara.

" Ayah gugup nggak ketemu sama kakek dan nenek?"

Wilaga menatap Axi lewat spion. Amara juga menanti jawaban Wilaga. Ia penasaran.

" Iya Ayah sedikit gugup," jawab Wilaga terkekeh ringah.

Axi tertawa. " Ayah nggak boleh gugup. Semangat ya Yah!" Wilaga terharu mendengar semangat dari anaknya. Wilaga mendapati Amara  sedang menatap nya. Amara segera mengalihkan pandangan nya. Ia malu. Wilaga tersenyum. Ia masih bisa merasakan kepedulian dan kekhawatiran Amara.

" Sudah sampai Yah!" Axi berteriak heboh.

Wilaga terdiam duduk setelah mematikan mesin mobil.

Amara menatap rumahnya.
Mereka masih berada dalam mobil.

" Ayo turun, Mas!"

Wilaga mengangguk tersenyum kecil.

Kamu pasti bisa menghadapi mereka. Yakin kan dirimu Wilaga!

Tbc!
06/09/23

Semangatt dong Mas Wilagaa..., Minta lagi restu orang tuanya Amaraa.

Semogaa berhasilll💃💃

Asmara CintaTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon