fever

705 86 11
                                    

Menggeliat setelah tidur memang sangat enak sekali, tapi di posisi sekarang Jeno tidak bisa menggeliat dengan sepuasnya. Ada seseorang yang masih nyaman sekali memeluknya. Jeno memperhatikan wajah cantik istrinya itu yang masih terlelap.

Dia hendak mengusap kening Yeji dan menyisirkan poninya ke belakang. Tapi saat baru saja tangannya menempel di kening Yeji malah rasa hangat yang ia rasakan. Alisnya terangkat, ia mengecek kembali kening Yeji. Keningnya cukup panas. Dia menarik tangan Yeji dan menggenggamnya, tangannya juga hangat. Bibirnya juga pucat. Yeji sepertinya demam.

"Hei, bangun... sayang, kau demam..." ucap Jeno menepuk pelan pipi Yeji.

Mata yang terasa panas mulai terbuka perlahan. Setelah penglihatannya sudah jelas, ia menoleh sekelilingnya. "Sudah pagi? Kenapa udaranya masih dingin sekali??"

"Kau demam, Yeji-ya." Jeno mengulangi ucapannya.

"Jinjja?" tanya Yeji. Dia menaruh punggung tangannya di keningnya sendiri.

Jeno yang melihatnya pun menganga, bagaimana bisa Yeji tidak bisa merasakan suhu badannya sendiri.

"Oh, iya.. panas."

"Tapi aku merasa kedinginan, padahal sudah pagi," lanjutnya mengeratkan tangannya memeluk dirinya sendiri.

Jeno terlebih dahulu memberikan air minum ke Yeji. "Minumlah, setelah ini kita pulang, suhu disini kurang cocok untukmu."

"Bagaimana bisa kita pulang?? Kita masih ada rencana untuk–"

Cup

"Bibirmu pucat, kau sakit. Pergilah ke mobil dan nyalakan heater, aku yang akan bereskan ini semua." Jeno membuka resleting tenda setelah mengecup bibir Yeji yang tampak pucat.

Setelah mendapatkan morning kiss, Yeji menyipitkan matanya kala cahaya dari sinar matahari terpantul dari danau yang tepat berada di tenda mereka. Silau sekali hingga membuat kepalanya perlahan berdenyut.

Ia menegak air sekali lagi kemudian keluar dari tenda. Tak disangka suhu diluar lebih dingin daripada kemarin malam.

"Jeno.. dingin..."

Jeno langsung menolehkan kepalanya, istrinya menggigil. Cepat-cepat ia melepaskan jaketnya dan menumpuknya pada jaket yang Yeji pakai. "Sebenarnya orang yang demam tidak boleh dipakaikan jaket, tapi kamu terlihat kedinginan. Apa benar-benar dingin sekali?" tanya Jeno, padahal ia merasa hangat terkena sinar matahari pagi.

Yeji mengangguk, "Lebih dingin sekarang daripada kemarin malam."

"Ya sudah, cepat ke mobil." Jeno menuntun Yeji ke mobil mereka yang terparkir tak terlalu jauh.

Setelah sampai di mobil, Jeno membukakan pintu dan menyalakan mesin mobil guna bisa menghidupkan penghangat mobil. Ia juga memastikan semua tertutup agar tidak ada udara dingin di luar yang masuk.

Selesai, Jeno memperhatikan raut sedih dari istrinya. Bibir pucatnya melengkung ke bawah, "Maaf, lagi-lagi aku tidak bisa membantumu."

Jeno tersenyum. "Tidak apa-apa, kau demam dan menggigil. Sudah aku bilang, mengotak-atik tenda bukan sesuatu yang sulit," ucapnya mengelus rambut Yeji.

Jeno menutup pintu mobil lalu berlari kecil untuk membereskan tendanya.

Dimulai dari dalam tenda, ia mengemas barang-barang ke dalam tas ransel. Setelah selesai, ia membawanya ke mobil sambil menenteng peralatan masak.

Jeno juga kembali lagi untuk mencopoti properti tenda. Tak susah, sama halnya dengan memasang tenda.

Usai dengan tenda, ia memunguti sampah yang berada di sekitarnya lalu membuangnya ke tempat sampah yang ada di bawah salah satu pohon.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 07, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

WE GOT MARRIED || YEJENOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang