Touch - Bagian 17

12.9K 890 13
                                    

Kembali ke hari yang sibuk, setelah beberapa hari tidak masuk ke kantornya karena masih dalam suasana berkabung Ara kembali menunjukan diri didepan para rekan-rekannya. Ara sudah bertekad untuk mencoba melupakan apa yang terjadi dan memilih fokus pada hal-hal baik didepan sana, dia telah membuka lembaran baru dengan begitu berani maka dari itu Ara akan hidup dengan sebaik-baiknya serta hanya menyambut hal-hal berkesan.

Seraya berjalan penuh lenggok keanggunan, Ara melangkahkan kaki berbalut heels hitamnya memasuki lift setelah membalas sapaan para karyawan yang sudah datang. Imam sudah bekerja keras sendirian selama beberapa hari jadi sekarang Ara akan kembali mengerjakan tugasnya.

"Mbak Ara!" Susai dugaan, pria berusia kepala tiga itu tersenyum lebar disertai kedua mata berbinar tatkala melihat sosok atasannya datang dan langsung menyapa ceria.

Ara menyalaminya sembari tersenyum. "Gimana?"

"Puyeng!" Kedua orang itu sama-sama tertawa dan masuk ke ruangan. Suasana hati Ara sedang bagus jadi dia ingin semua orang dapat merasakannya juga.

"Untuk tanggal 22 nanti gimana?" Wanita itu bertanya sembari membuka buku berisi jadwal yang sudah disusun sebelumnya oleh Imam.

"Lamaran anak menteri itu, 'kan? Tim Idan yang nanti turun terus buat yang tanggal 23 nanti Tim Sadam," jelasnya pada Ara membuat wanita itu manggut-manggut mengerti tanpa mengalihkan perhatiannya dari buku jadwal.

"Apa ada kendala buat jadwal seminggu kedepan?"

"Bu Vanes sempat ngajuin keluhan, Mbak." Ara menautkan sebelah alisnya lalu melemparkan tatapan serius pada Imam. "Waktu itu dia kan bilang kepengin dekorasinya perpaduan gold sama putih kan, ya? Nah, kita cup tuh pilihan warnanya. Eh, dia malah ngomel karena katanya putihnya itu kurang bersih malah kesannya kayak putih tulang."

"Tinggal ganti warna aja, 'kan?" Imam mengangguk seraya menjetikan jarinya.

"Itu dia! Kita mah kalo beda dikit, ya, tinggal ganti aja gak susah karena emang belum mulai dekor juga. Tapi, kayaknya dia orangnya yang suka bikin masalah dikit jadi masalah gede, Mbak Ara. Kepala gue aja sampe mumet rasanya denger ocehan dia, untungnya ada Nia dan dia yang ngadepin Bu Vanes sampe akhirnya kelar. Perkara masalah warna putih aja!" Keluh Imam panjang lebar, mengingat kembali hari-hari menyebalkannya tanpa didampingi Ara.

Ara tersenyum kecil. Jelas menghadapi klien yang sikapnya agak 'luar biasa' itu akan sangat menguras hati dan juga pikiran, Ara sering menghadapi klien seperti itu bahkan ada yang lebih. Maka dari itu dia sering mengingatkan pada krunya untuk mempertebal rasa sabar dan harus pandai dalam berbicara, kalau bisa lebih jago lagi komunikasinya melebihi klien supaya tidak kena mental. Untungnya para pekerjanya menerapkan hal tersebut sehingga mereka hampir jarang ada yang bermasalah dengan klien, semoga saja sih tidak ya!

Meski tidak hadir mengawasi langsung pekerjaan mereka, semua berjalan dengan cukup lancar jadi perasaan Ara semakin tenang sekarang.

Wanita itu duduk diatas single sofa dan membuka ponselnya, senyuman manis seketika terbit diwajahnya ketika membaca satu pesan yang masuk dari Yardan. Kedua pipinya terasa panas karena malu. Rasanya Ara seperti remaja baru puber yang dimabuk asmara, padahal ini bukan kali pertama Ara berpacaran. Selain itu dia terlalu tua untuk bersikap baper setelah membaca pesan.

Sebenarnya, Yardan itu bukan tipe cowok yang selalu melemparkan gombalan receh hanya untuk menggoda lawan jenis, meskipun memang saat SMA Yardan cukup jago flirting tetapi sejauh Yardan mengejarnya, dia tidak pernah bicara sok romantis malah terkesan realistis. Yardan juga senang mengisengi Ara ketimbang melayangkan gombalan.

Ara cekikikan. Kalau Haris tahu bahwa hubungannya dengan Yardan memasuki jenjang seperti ini setelah sebelumnya Ara sangat alergi pada Yardan, sahabatnya itu pasti akan menoyor kepalanya puluhan kali sambil mengomel bahwa Ara itu cewek bermuka dua.

TOUCH (TAMAT)Where stories live. Discover now