Redflag - Bagian 1

14.9K 881 4
                                    

"SAH!"

Satu kata namun seribu makna itu terucap dengan begitu lantang dan berhasil membuat hati Ara bergetar disertai kedua mata yang berkaca. Senyuman diwajahnya seketika merekah dengan indah tatkala melihat sepasang anak manusia yang baru saja resmi menjadi sepasang suami dan istri baik dimata hukum maupun agama.
Sebagai owner dari sebuah event organizer selama tujuh tahun lamanya, Ara sudah menjadi saksi dari puluhan pernikahan yang menggunakan jasa usahanya. Lain pernikahan lain pula suasana yang Ara dapatkan, dan semuanya selalu memberikan kesan berharga serta indah, tentu saja.

Kliennya kali ini bagi Ara adalah salah satu pasangan yang luar biasa. Mereka adalah dua hati yang berbeda keyakinan serta telah berjuang demi mendapatkan sebuah restu keluarga. Air mata yang terjatuh dari pelupuk mata si mempelai wanita adalah saksi dari sekian banyak tetesnya yang telah terjatuh untuk sampai pada titik ini, Ara benar-benar memberikan do'a yang sangat tulus untuk mereka.

"Semuanya gak ada kendala, 'kan? Pastiin para tamu gak ada yang kelewat! Satu lagi, tolong nanti jangan lupa dokumentasi pas sungkeman, Indra. Kamu jangan sampai lupa kayak bulan lalu, jangan buat klien kita kecewa lagi, gue mohon!" Ara melayangkan tatapan penuh peringatan seorang krunya yang dibalas dengan senyum penuh rasa bersalah.

"Siap, Mbak!"

Ara mengangguk lalu kembali menyuruh para timnya berpencar untuk mengerjakan tugas masing-masing sampai acara ini berakhir nantinya. Wanita dengan kebaya coklat yang tak lain adalah Arabella, si owner yang kedapatan turun tangan memastikan seluruh timnya bekerja dengan baik, melangkahkan kakinya menghampiri Ciko yang sedang berdiri didekat pilar sembari memegang sebuah walkie talkie. Ditepuknya bahu pria tersebut membuatnya seketika tersentak, Ara tercengir.

"Aman, 'kan?" Tanyanya pada Ciko selaku kru pelaksana.

Pria berusia 33 tahun itu mengacungkan ibu jarinya. "Aman, tenang aja. Semuanya berjalan dengan lancar meskipun dari awal banyak drama." Kalimat tersebut membuat Ara tergelak.

Benar, sejak awal Ara sudah tahu akan resiko yang harus dia tanggung ketika memutuskan untuk membangun sebuah usaha seperti ini yang mana artinya dia memegang sebuah tanggung jawab serta harapan para kliennya tanpa membuat mereka kecewa. Sebelum terjun langsung, Ara sudah lebih dulu berkecimpung dalam dunia EO sebagai asisten pribadi tantenya selaku anak bungsu kakek Ara. Beliau adalah sosok yang menjadi role model Ara untuk menjadi wanita independent.

Katanya, saat kita menginginkan sebuah usaha maka yang harus kita pikirkan bukan hanya bagaimana cara agar usaha tersebut bisa sukses, tapi bagaimana caranya supaya usaha kita dapat bertahan dan mampu konsisten diera gempuran pesaing yang kuat seperti sekarang. Akan ada banyak klien dengan berbagai sifat yang harus dihadapi, para pekerja yang mungkin tidak semua dapat diatur, serta ide-ide baru yang harus selalu dipikirkan demi kelangsungan EO itu sendiri.

Ara sudah tahu pahit manisnya usaha tersebut, dimana sejak kuliah dia sudah memaksa ingin menjadi asisten tantenya sampai harus menentang larangan sang kakek. Sampai akhirnya Ara benar-benar yakin bahwa dia ingin sukses seperti tantenya meski tahu harus merangkak sampai berdarah-darah.

EO-nya memang belum cukup besar dan masih banyak kekurangan, tetapi Ara selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik, krunya meskipun sedikit tapi mereka bisa diandalkan dan tahu tanggung jawab masing-masing. Selain itu, terlahir dikeluarga berada tentunya tidak akan Ara sia-siakan. Dia menggunakan previllege orang tuanya, meminjam dana sangat besar untuk memulai usaha, mengambil salah satu gedung sebagai milik EO-nya jikalah klien tidak mau bersusah payah mencari gedung untuk acara mereka. Meski sempat dipandang sebelah mata oleh sepupunya yang lain, Ara nyatanya dapat membuktikan kalau sekarang dia mampu berdiri sendiri bahkan melunasi hutangnya pada sang ayah.

TOUCH (TAMAT)Where stories live. Discover now